REPUBLIKNEWS.CO.ID, KUKAR – Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) tengah memperjuangkan kejelasan nasib 15 desa yang wilayahnya terdampak oleh delineasi kawasan Ibu Kota Negara (IKN). Pemerintah daerah aktif melakukan koordinasi dengan Otorita IKN (OIKN), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dan instansi terkait untuk menjaga keutuhan administratif desa-desa tersebut tetap berada di bawah naungan Kukar.
Asisten III Administrasi Umum Setkab Kukar, Dafip Haryanto, mengatakan bahwa Pemkab telah menyampaikan beberapa usulan resmi kepada pemerintah pusat. Usulan tersebut mencakup kemungkinan adanya diskresi regulasi melalui kementerian, maupun revisi Peraturan Bupati (Perbup) agar pengaturan wilayah tetap sejalan dengan struktur pelayanan publik yang sudah ada.
“Saat ini, ada sekitar 15 desa yang wilayahnya terpotong delineasi IKN. Ini sudah kami bahas bersama OIKN dan Kemendagri, termasuk upaya untuk mempertahankan keadministrasian desa-desa itu di bawah Kukar,” ujar Dafip saat ditemui di ruang paripurna DPRD Kukar, Selasa (08/07/2025).
Beberapa wilayah yang terdampak sebagian dan dinilai masih memungkinkan untuk tetap dikelola oleh Kukar antara lain Kelurahan Jawa di Kecamatan Sanga-Sanga yang hanya terpotong 16 hektare, dan Kelurahan Teluk Dalam yang terdampak 32 hektare. Meski skalanya tidak besar, perubahan wilayah tetap memerlukan penyesuaian administratif yang sah, termasuk kemungkinan penerbitan kebijakan khusus dari pemerintah pusat.
“Kami berharap dua wilayah itu tidak dilepas begitu saja. Karena meskipun terdampak sedikit, tetap memerlukan dasar hukum agar tidak menimbulkan tumpang tindih kewenangan,” jelasnya.
Sementara itu, kondisi lebih kompleks terjadi di Kecamatan Muara Jawa. Hampir 90 persen wilayahnya kini masuk dalam zona IKN, menyisakan hanya dua kelurahan aktif di bawah Kukar. Situasi ini menuntut penetapan batas wilayah yang jelas agar tidak terjadi kekosongan layanan atau dualisme tata kelola antara Kukar dan OIKN.
“Penetapan batas definitif sangat penting. Kami tidak ingin masyarakat kebingungan soal pelayanan publik, dan ini terus kami diskusikan bersama Bupati serta Kemendagri,” lanjut Dafip.
Selain mempertahankan batas wilayah, Pemkab Kukar juga menaruh perhatian pada pelestarian identitas lokal. Mereka mengusulkan agar nama-nama desa yang historis tetap digunakan, meskipun wilayahnya nanti berada di bawah administrasi IKN. Misalnya, jika sebagian wilayah Desa Batuah masuk IKN, maka nomenklatur seperti Batuah Timur tetap bisa digunakan sebagai bentuk penghormatan terhadap sejarah dan budaya lokal.
“Identitas desa jangan sampai hilang. Nama-nama itu adalah bagian dari warisan sejarah Kukar,” tegasnya.
Upaya ini menegaskan bahwa Kukar tidak hanya fokus pada aspek teknis batas wilayah, tetapi juga pada nilai kultural dan jaminan pelayanan publik. Jika usulan dan diskresi ini disetujui pemerintah pusat, maka 15 desa terdampak dapat tetap berfungsi optimal dan tidak kehilangan akar identitasnya di tengah pembangunan besar IKN.