REPUBLIKNEWS.CO.ID, BANJARBARU – Tarian Radap Rahayu membuka acara Banua Green Festival (BGF) yang digelar oleh Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalimantan Selatan di Taman Van Der Pijl, Kota Banjarbaru. Selama tiga hari sejak tanggal 25-27 November, Walhi Kalsel menyuguhkan banyak pagelaran musik, tari, baca puisi, madihin, mural dan lomba mewarnai, serta menyediakan stand-stand Mini Bazar.
Para penampil band-band regional, yaitu Marakamanta, Wasaka, Muram, Democrust, Nauhghtyhand Katrox, Elysian, Soulsix ID dan Dying For Living, serta penampil dari sanggar-sanggar seni di Kalimantan Selatan.
Direktur Walhi Kalimantan Selatan, Kisworo Dwi Cahyono menyampaikan bahwa tema yang diangkat tentu berhubungan erat dengan isu lingkungan yang terjadi di tanah Banua, maka nama acara itu dipilih yaitu Banua Green Festival. Dalam situasi krisis iklim, dia mengakui situasi sekarang begitu kompleks dengan persoalan lingkungan yang kurang diperhatikan, apalagi ingin menata ruangnya.
“Memang terjadi perubahan iklim saat ini, sudah dihadapan mata kita. Sudah dirasakan, apalagi sekarangkan musim buah sulit ditebak. Musim tanam saja berubah, artinya krisis iklim ini tidak sekadar isu tetapi nyata,” ucap Kisworo atau disapa Cak Kis kepada Republiknews.co.id, Jum’at (25/11/2022) sore.
Lantas, Kisworo melihat kondisi bumi sudah mengalami krisis lingkungan yang cukup parah. Sehingga, menurutnya diperlukan gerakan bersama untuk menyuarakan atau upaya kampanye lingkungan ini. “Krisis lingkungan ini rentan, tak hanya soal bencana tetapi aspek kesehatannya juga berdampak,” ujarnya.
Dengan hal itu, Kisworo mengkhawatirkan banyak persoalan yang muncul nantinya. Sebab, dia menyebut manusia dapat bernafas karena jasa pohon dan sebaliknya pun saling berhubungan antar keduanya, demi menjaga tatanan kehidupan yang seimbang.
“Kemarin pada tanggal 1 November, bertepatan Hari Pohon. Termasuk kita nanti juga bagi-bagi bibit,” ungkap Kisworo.
Kisworo bilang, sejak dahulu bahwa tatanan ruang hidup pada lingkungan di Indonesia bahkan Kalimantan Selatan sendiri telah dirusak oleh penguasa. Hutan-hutan mulai gundul, sehingga menurutnya kini dirasakan dampak krisis lingkungan yang akhirnya perubahan iklim terjadi.
“Padahal, negara-negara sudah menyadari akibat perubahan iklim yang menyebabkan krisis lingkungan ini. Dalam pertemuan G20, salah satunya Amerika Serikat yang ingin menyetop tambang batubara. Energi kotor inilah yang termasuk membuat krisis lingkungan terjadi,” jelas dia.
Puluhan obor menyala ditangan para aktivis lingkungan. Malam ini, mereka bergerak sembari berdoa dalam rangka Tolak Bala yang dipimpin oleh Ustadz Khairullah Zain, Wakil Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Banjar. Dalam kesempatan itu, dia merefleksikan kondisi lingkungan Kalimantan Selatan yang mulai parah terlihat, apalagi bencana banjir yang menimpa pada Januari 2021 lalu.
“Selain kita berusaha menyuarakan isunya, tentu berdoa juga sangat penting kepada Tuhan. Terlebih melihat bencana alam yang mengancam manusia,” ungkap Khairullah.
Lewat tolak bala ini, Khairullah nantinya memimpin bersama para tokoh agama lainnya di acara malam ini. Dengan begitu, dia berharap agar doa-doa para pemuka agama ini dikabulkan agar terwujudnya dalam permohonan kepada Tuhan untuk terhindari dari bala musibah.
“Doa pertamanya, yaitu memohon agar terbuka pintu hati manusia di muka bumi ini dan khususnya di Kalimantan Selatan. Dibukakan kesadaran oleh Tuhan bahwa ini semua hanya titipan kepada kita yang kelak diminta pertanggungjawabannya,” ucapnya.
Semua yang ada dimuka bumi ini, Khairullah menyebut hanya titipan saja yang cuma diamanatkan untuk dikelola, bukan dirusak. Tentunya soal lingkungan, dia ingin semua sadar soal krisis iklim yang saat ini terjadi dan membuat gerakan peduli bersama untuk menanam, serta menjaga aspek tata ruang lingkungan ke depannya, terlebih untuk generasi selanjutnya.
“Kita sudah merasakan banjir, kemudian di beberapa wilayah mengalami kekeringan akibat gundulnya hutan. Dua hal itu yang terus terjadi di kehidupan-kehidupan kita, padahal manusia dan lingkungan berdampingan, harus seimbang. Soal kerusakan alam yang mengakibatkan bencana, moga tidak terulang lagi musibah besar yang pernah kita alami sebelumnya,” tandasnya.
