REPUBLIKNEWS.CO.ID, GOWA — Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Gowa memetakan pengawasan terkait dengan praktik politik uang pada pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Hal ini dilakukan sebab pihaknya mengidentifikasi bahwa wujud politik uang tersebut beragam.
Komisioner Bawaslu Kabupaten Gowa Juanto Avon mengatakan, berdasarkan Peraturan Komisi Penyelenggara Umum (PKPU) 15 Perubahan 20 Tahun 2023 menyebutkan bahwa ada beberapa item bagian materi yang dapat dikatakan sebagai politik uang dalam bentuk lain. Salah satunya adalah paket sembako.
“Jadi politik uang ini wujudnya beragam, dia bisa berwujud dalam bentuk uang langsung, sembako atau materi lainnya. Kalau kita mengacu pada PKPU 15 Perubahan 20 Tahun 2023 ada beberapa item yang kemudian kami duga, termasuk bagian daripada materi politik uang bentuk lain,” katanya pada Dialog Tematik bertajuk “Meritrokasi dan Pendidikan Politik Dalam Mendorong Netralitas dan Anti Politik Uang Jelang Pemilu 2024”, di Kafe Uloy, Jalan Yusuf Bauty, Rabu, (13/12/2023).
Koordinator Divisi Pengawasan dan Hubungan Antar Lembaga (PHL) Bawaslu Kabupaten Gowa ini mengungkapkan, pada pengalaman Pemilu 2019 lalu ada salah satu calon melakukan pembagian kupon. Jika dilihat esensi kopun itu tentunya akan dipertanyakan letak dari bentuk politik uangnya. Tetapi jika kupon tersebut ditukarkan dengan paket sembako, maka otomatis akan berpotensi menjadi politik uang dalam bentuk materi lain. Apalagi pada PKPU 15 Tahun 2023 pembagian paket sembako dilarang.
“Kupon itu ditukarkan dengan apa kira-kira?, kalau kupon itu ditukarkan dengan sembako bisa berpotensi politik uang dalam bentuk materi lain. Ini yang sering terjadi di kampanye pemilu, sehingga kemudian pengawasan kita perketat. Kami memperbolehkan calon tertentu atau caleg lain melakukan kampanye, tapi pengawasan kita perketat,” terangnya.
Pengawasan yang diperketat Bawaslu Gowa pun salah satu objeknya adalah praktek politik uang dalam bentuk materi lain, seperti kupon.
“Kami mengkategorikan ini sebagai kategori yang berpotensi terjadi praktik politik uang transaksional antar wilayah karena bisa jadi “politik perdagangan” yang kemudian kita tidak sadar bahwa itu adalah perilaku politik uang. Makanya teman-teman Panwas dan Panwaslu Kelurahan dan Desa mematakan itu, karena potensi itu bisa muncul,” ujarnya.
Ia pun menyebutkan, kasus pembagian kupon sembako ini pun telah diidentifikasi di sebuah kecamatan dan desa tertentu. hanya saja karena pihaknya masih melakukan proses penulusuran, sehingga belum dapat disimpulkan secara pasti.
“Karena ini masih dalam proses, intinya ada di kecamatan dan desa tertentu. Kami punya bukti tapi kami tidak bisa mempublish ke media karena masih tahap proses penulusuran. Ada informasi awal kami dapatkan, makanya kami melakukan pemetaan kecil-kecilan, sehingga kemudian kalau ini bisa dicegah kita cegah, caranya menghimbau langsung, berkoordinasi langsung dengan menyampaikan secara lisan. Ini yang kami lakukan sementara,” terang Juanto Avon.
Sementara, Akademisi Universitas Hasanuddin Ikbal Latief mengungkapkan, money politik atau politik uang marak terjadi di dalam pesta demokrasi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama, lemahnya pendidikan atau edukasi politik bagi masyarakat. Kedua, kondisi kemiskinan yang masih dialami masyarakat, sehingga politik uang menjadi pilihan utama.
“Hal lainnya karena memang masyarakat kita ini sudah kurang begitu percaya dengan janji politik yang disampaikan dari para calon yang ikut dalam pemilu. Karena itu mereka saat ini hanya berpacu pada ada uang ada suara,” ungkapnya.
Menurutnya, kondisi politik uang yang masih terjadi saat ini jika dilihat dari sisi demokrasi tentunya merusak karena menjadi candu bagi demokrasi. Hanya saja faktanya seperti itu, sehingga edukasi politik harus dapat terus dilakukan ke masyarakat.
“Edukasi politik tidak berhenti pada pemilu saja, tetapi harus dilakukan setiap saat agar masyarakat bisa memahami kedudukannya sebagai pemilih. Hal lainnya, harus dipahami bahwa politik uang itu berpotensi untuk meningkatkan korupsi di suatu masyarakat, makanya semakin tinggi politik uangnya berdegradasi kepada korupsi yang kian menjalar,” tegas Pengamat Politik Unhas ini.