REPUBLIKNEWS.CO.ID, SEMARANG — Bank Indonesia Perwakilan Sulawesi Selatan siap mendorong pengembangan pengrajin atau pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang bergerak dalam pengelolaan eceng gondok agar mendapatkan pasar yang lebih luas. Termasuk pasar internasional (Go Global) melalui aktivitas ekspor.
Kepala Divisi Administrasi Implementasi Kebijakan Daerah BI Sulsel Sakti Arif Wicaksono mengatakan, para pelaku UMKM saat ini harus bisa merubah mindset dalam mengelola bisnisnya agar selalu menjadi bisnis yang baik. Termasuk kepada pengrajin atau pelaku UMKM yang bergerak dibidang pengelolaan eceng gondok yang dinilai masih sangat kecil pemasarannya.
“Saat ini kita ada puluhan UMKM yang menjadi binaan BI Sulsel. Mereka bergerak di berbagai produk, termasuk pengelolaan eceng gondok dalam produk craft, cuman memang mungkin beberapa hal masih jadi kendala seperti pemasaran, masalah peningkatan kualitasnya, bagaimana cara mengolah, dan lainnya. Tetapi setelah kita belajar di Bengok Craft ini bisa kita bawa ke Makassar, atau dikerjasamakan dengan BI Jawa Tengah,” katanya usai melakukan kunjungan ke Pusat Pengrajin Eceng Gondok Begok Craft yang merupakan UMKM Binaan BI Semarang, di Kesongo, Tuntang, Kota Semarang, Sabtu, (22/07/2023).
Menurut Sakti, pengrajin eceng gondok perlu didorong, apalagi dengan melihat bahan baku eceng gondok yang cukup besar di Kota Makassar dan daerah lainnya di Sulawesi Selatan. Sehingga hal yang dianggap perlu diubah adalah dari mindset pengelolaan bisnisnya. Mulai dari sisi manajemen, mengelola produk, dan lainnya. Sebab saat ini kebanyakan pelaku UMKM hanya memfokuskan dalam hal pemasaran (penjualan) saja, tidak mendorong peningkatan kualitas manajemen dan berdaya saing untuk merebut pasar yang lebih luas.
“Kita tadi melihat bahwa pengelolaan eceng gondok Bengok Craft ini sudah masuk ekspor. Sehingga kita punya gambaran bahwa untuk menembus pasar yang lebih baik seperti ini maka pengrajin kita perlu mengolah eceng gondok dengan produk lebih beragam, dan berkualitas baik,” terangnya.
Selain itu, bagaimana kedepannya pengembangan pelaku UMKM lewat digitalisasi dapat terus didorong dan ditingkatkan. Pasalnya, salah satu yang dapat mendongkrak produk usaha mampu tembus pasar ekspor adalah lewat pemanfaatan media digital.
“Seperti tadi Bengo Craft ini bagaimana nanti anak muda ini kan lebih gampang menjangkau dunia digital, dengan dunia digital ini ternyata bisa memasarkan produk mereka bisa keluar negeri atau nasional. Jadi mereka tidak hanya tergantung dalam usahanya saja, jadi perubahan mindset-mindset seperti itu yang coba kita kembangkan dalam program pengembangan di BI Sulsel ini,” tegasnya.
Ia menjelaskan, saat ini program pengembangan pelaku UMKM yang digalakkan BI Sulsel yakni UMKM Rewako. Dimana memfokuskan mengembangkan pelaku-pelaku usaha muda atau yang baru merintis untuk diberikan pelatihan secara berkelanjutan hingga dianggap mandiri.
“Program UMKM Rewako ini kita melakukan pembinaan kepada pengusaha-pengusaha yang muda, yang sedang akan berkembang itu coba kita latih. Kita kasih materi terkait marketing digital, bagaimana cara mengeskpor, dan bagaimana memikirkan usaha yang baik itu yang kita kenalkan ke mereka, jadi mengubah mindset mereka. Jadi mereka bisa mengolah bisnisnya secara berkelanjutan,” katanya.
Pada program UMKM Rewako ini telah masuk dalam tahun kedua pelaksanaanya. Dimana setiap tahunnya ada sekitar 30 UMKM yang dibina dan akan berjalan hingga akhir 2023 mendatang. Untuk produk usaha yang mereka kembangkan dan kelola yakni, kuliner pada produk kacang mete dan cokelat, dan craft dengan produk anyaman-anyaman atau wastra, kemudian eceng gondok masuk disini,” sebutnya.
Lanjutnya, hingga saat ini BI Sulsel terus berkomitmen mendorong kualitas UMKM Binaannya. Hal ini dinilai penting sebab UMKM menjadi pondasi ekonomi nasional dan sebagai kunci pertumbuhan ekonomi pasca pandemi Covid-19.
“Makanya kami terus berusaha mengembangkan terkait dengan produk-produk UMKM, dan memang yang saat ini kita fokuskan terkait dengan wastra lokal, kuliner, dan craft,” terang Sakti.
Sementara, Bisnis Development and CO Owner Bengok Craft Astaria Eka Santi menjelaskan, awal memulai bisnis pengelolaan eceng gondok ini dengan keresahan yang ada bahwa daerahnya memliki bahan baku eceng gondok yang cukup besar tetapi tidak dapat menjadi sentra kerajinan eceng gondok.
“Bahan baku kami banyak tetapi hanya dikirim keluar daerah, jadi banyak yang menggunakan eceng gondok Rawah Bening ini seperti di Yogyakarta, dan Pekalongan, nah kenapa kita tidak bisa menjadi sebuah sentra kerajinan, nah akhirnya kami memutuskan untuk mencari tahu apasih permasalahan mereka,” katanya.
Dari hasil riset yang dilakukan ditemukan kendala bahwa adanya kendala desain produk, misalnya kebanyakan produk yang dihasilkan mengikuti produk Yogyakarta. Pengrajin tidak berusaha mencari inovasi sendiri, sementara harga tidak dapat bersaing. Kemudian kemudian sistem pembayaran. Misalnya, para pengrajin ini terkendala dengan bayaran atau gaji.
“Kemudian distribusinya saat itu kemarin-kemarin dijual di lokal atau lewat pameran-pameran, tetapi lewat Bengok Craft ini kami membuka jejaring di Jakarta, Bali dan lainnya,” ujarnya.
Selain telah memasarkan disejumlah daerah di Indonesia, produk-produk yang dihasilkan dari Bengok Craft ini juga telah berhasil tembus pasar global. Mulai dari Singapura, Jepang dan Itali.
“Secara keseluruhan kontribusi penjualan melalui ekspor itu 30 persen. Kemudian lokal itu masih mendominasi sekitar 70 persen. Produk ekspor yang banyak itu berupa home decor yang sesuai pesanan, produk kerajinan, dan lainnya,” terang Astaria.
Untuk pengrajin atau pengelola yang dilibatkan Bengok Craft ini adalah anak-anak muda dengan rentetan usai 20 tahun keatas dengan porsi keterlibatan perempuan cukup besar atau sekitar 75 persen pengrajin adalah perempuan.
Sejak keberadaan Bengok Craft ini, Bank Indonesia juga mengambil bagian dalam hal pembinaan. Dimana memberikan fasilitas untuk kurasi, membuka jejaring, dan lainnya.
