Republiknews.co.id

Dari Bedah Buku “Data dan Fakta Hak Angket DPRD Sulsel” Pemerintahan Makin Bebal, Tak Ada Perbaikan

Peluncuran Buku Hak Angket DPRD Sulsel di Hotel Myko Mall Panakkukang Makassar, Sabtu (23/10/2021).

REPUBLIKNEWS.CO.ID, MAKASSAR — Pelaksanaan pemerintahan di Sulawesi Selatan pasca-pelaksanaan Hak Angket DPRD Sulawesi Selatan tahun 2019 lalu, dianggap bukannya bertambah baik, melainkan kian “bebal” saja. Tidak ada perubahan sama sekali, meskipun koreksi total terhadap pelaksanaan Pemerintahan tersebut telah dilakukan melalui sidang-sidang Hak Angket yang berlangsung secara maraton hampir satu bulan, mulai 8 Juli hingga 5 Agustus 2019. Puncak dari realitas Hak Angket tersebut adalah ditangkapnya Gubernur Sulawesi Selatan Prof. Nurdin Abdullah pada Februari 2021.

“Dari buku Hak Angket ini banyak karya ilmiah bisa lahir, disertasi, tesis, dan skripsi,” ujar Drs. A.Madjid Sallatu, M.A. ketika berbicara pada acara peluncuran buku “Data & Fakta Hak Angket DPRD Sulawesi Selatan” yang ditulis Andi Kadir Halid, di Hotel Myko Mall Panakkukang Makassar, Sabtu (23/10/2021) petang.

Madjid Sallatu bersama Prof.Dr.Aminuddin Ilmar, S.H., M.H. dan H.Tadjuddin Rahman, S.H. M.H. menjadi pembicara buku setebal 566 halaman tersebut dipandu Dr.Hasrullah, M.A., Wakil Dekan III Fisip Unhas.

Menurut Madjid Sallatu, buku Hak Angket ini bisa saja dilupakan, namun bila kalangan akademisi menjadikannya sebagai bahan kajian dalam berpemerintahan di Daerah ini, tentu saja karya ini akan langgeng.

“Buku Hak Angket ini jadi tantangan bagi para akademisi karena banyak hal yang dapat dianalisis,” ujar pensiunan Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unhas tersebut.

Pernah Diingatkan

Aminuddin Ilmar yang juga bersama Madjid Sallattu, Hasrullah, dan Tadjuddin Rahman menjadi staf ahli DPRD Sulsel mengatakan, sebelum sidang-sidang Hak Angket di DPRD Sulsel bergulir, pernah menginformasikan kepada Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah (NA), namun sama sekali tidak ditanggapi. Kasus Hak Angket yang pertama terjadi di DPRD Provinsi di Indonesia tersebut pada saat itu tidak akan dapat dibendung lagi karena mayoritas Anggota DPRD Sulsel menyetujuinya.

Ternyata hal serupa dialami dan dilakukan Tadjuddin Rahman kepada NA, namun tidak direspons sama sekali. Termasuk yang disampaikan adalah pengangkatan iparnya sebagai Direktur Utama Perusda melanggar peraturan perundang-undangan yang ada. Namun tidak juga digubris.

“Hak Angket ini menyangkut masalah politik, sehingga sulit dibendung,” kata Aminuddin Ilmar.

Menurut Guru Besar Fakultas Hukum Unhas tersebut, mantan Ketua MK Prof.Dr.Jimly Assiddiqie juga pernah menyampaikan kepadanya kalau penerapan Hak Angket DPRD Sulsel ini salah arah. Jimly malah menyampaikan kepada Aminuddin Ilmar agar menggunakan hak interpelasi. Namun Ilmar menjelaskan, bahwa permasalahannya sudah terang benderang, sehingga tidak perlu ditempuh hak interpelasi.

“Hak Angket dapat digunakan tanpa menggunakan Hak Interpelasi,” sebut Ilmar.

Jika saat ini temuan Hak Angket tersebut harus diterapkan, kata Ilmar, harus ada dorongan yang kuat dari pihak legislatif Sulsel. Namun dia tidak yakin temuan Hak Angket ini dapat ditindaklanjuti  jika merujuk  kondisi saat ini, terutama di DPRD Sulsel yang masih memiliki bengkalai yang ditinggalkan periode lalu.

Ilmar menegaskan, kehadiran buku Hak Angket ini sangat penting karena merupakan peringatan dini dan bahan pembelajaran bagi pemerintah daerah. Alih-alih jadi bahan pembelajaran, arah pemerintahan provinsi saat ini makin kacau dan penuh dengan pelanggaran.

Dia mengatakan, muatan informasi yang terungkap dalam sidang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang mendudukkan NA sebagai pesakitan, sebagian besar bersumber dari hasil sidang Hak Angket DPRD Sulsel pada tahun 2019 itu.

Tadjuddin Rahman menyebutkan, Hak Angket ini muncul karena ada pelanggaran UU yang terjadi. Menjelang sidang-sidang Hak Angket, cerita Tadjuddin Rahman, dia pernah menyampaikan agar bertemu dengan Pimpinan DPRD Sulsel dan pencetus Hak Angket guna mencari solusi agar Hak Angket tidak diteruskan. Ternyata ketika diundang membahas masalah Hak Angket tersebut, justru NA tidak hadir.

Informasi yang diperoleh Tadjuddin Rahman, salah seorang Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pernah mengungkapkan bahwa lembaga anti rasuah tersebut memang sedang membidik mantan Bupati Bantaeng tersebut. Hal ini diperparah lagi dengan langkah NA mengangkat staf KPK di Makassar sebagai salah seorang komisaris Bank Sulselbar yang jelas memiliki makna terselubung.

Tadjuddin Rahman menyebutkan, berdasarkan pengalamannya sebagai pengacara, KPK memiliki informasi yang valid, antara lain melalui hasil penyadapan tentang keterlibatan Gubernur Sulsel nonaktif tersebut dalam praktik berpemerintahan di Sulawesi Selatan. Data yang diperoleh dari hasil penyadapan itulah yang membuat KPK memiliki informasi yang mutlak dan tidak dapat dilemahkan.

“Tidak mungkin bebas, kecuali atas kehendak Allah SWT,” kata Tadjuddin Rahman menjawab pertanyaan Mulawarman yang hadir dalam acara bedah buku tersebut.

Salah seorang penanggap yang hadir dalam acara itu mengatakan, ketika DPRD Sulsel menyampaikan hasil sidang Hak Angket DPRD Sulsel kepada KPK sempat diledek karena menilai pihak DPRD “mengganggu” seorang Gubernur yang sedang berkuasa., Namun pembicara tersebut menyampaikan bukti atas keterlibatan Gubernur yang maha guru itu.

“Saya melihat waktu itu KPK seperti membela-bela Gubernur NA,” katanya setelah mendengar komentar salah seorang personel KPK.

Penulis buku A.Kadir Halid mengatakan, buku yang ditulisnya ini tiba di Makassar, seminggu sebelum NA ditangkap KPK.

“Kalau saat itu diluncurkan, nanti saya dianggap memprovokasi dan bisa-bisa ikut ditangkap,” seloroh adik kandung Nurdin Halid ini ketika memperoleh kesempatan pertama mengisahkan proses lahirnya buku yang diterbitkan Elmatera Yogyakarta tersebut.

Kadir Halid mengatakan, setelah selesai sidang Hak Angket tersebut, dia bersama beberapa  orang lainnya mengantar langsung produk Hak Angket ini ke KPK di Jakarta.

Menanggapi masih ada beberapa orang yang keterangannya tidak tercantum di dalam buku itu, Kadir Halid mengatakan, akan mencantumkannya di dalam edisi buku berikutnya.

“Masih banyak data dan fakta yang belum termuat di dalam buku ini,” sebut  Ketua Panitia Khusus Hak Angket DPRD Sulsel 2019 tersebut.

Dia juga menceritakan, dua hari menjelang sidang Hak Angket dimulai, ada pihak tertentu yang bertemu NA dengan harapan agar Hak Angket ini tidak dilanjutkan. Namun Kadir Halid tetap bergeming dan melanjutkan sidang-sidang Hak Angket yang menghadirkan pejabat teras pemerintah Provinsi Sulsel, mulai Gubernur, Wakil Gubernur, Sekretaris Daerah, dan sejumlah Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan total 55 terperiksa, termasuk beberapa orang saksi ahli seperti Dr.Margarito Kamis, S.H., M.H., Prof.Dr.Joharmansyah Johan, M.A., dan Bastian Lubis, S.E., M.M. (M.Dahlan Abubakar)

Exit mobile version