REPUBLIKNEWS.CO.ID, MAKASSAR — Kepala Otoritas Jasa Keuangan Sulselbar Darwisman menilai, industri jasa keuangan syariah di Sulawesi Selatan masih perlu didorong melalui kolaborasi bersama sejumlah stakeholder.
Sebab dalam perkembangan perbankan pada kegiatan usaha masih didominasi sektor konvensional, sementara potensi sektor syariah cukup besar. Dimana, hingga periode Oktober 2024 capaian aset perbankan sektor konvensional telah mencapai 91,93 persen atau Rp186,17 triliun, sementara untuk syariah masih 8,07 persen atau Rp16,34 persen.
“Berdasarkan kegiatan usaha perbankan di Sulawesi Selatan ini masih didominasi pada kegiatan usaha konvensional, sehingga industri keuangan syariah masih perlu didorong,” ungkap Darwisman, Selasa, (10/12/2024).
Selanjutnya, di periode yang sama capaian dana masyarakat atau dana pihak ketiga (DPK) perbankan konvensional telah mencapai 91,45 persen atau Rp124,17 triliun, dan syariah baru mencapai 8,55 persen atau Rp11,61 persen. Sedangkan, jika dilihat pada kontribusi penyaluran kredit di sektor konvensional telah diangka Rp150,84 triliun atau 91,63 persen, kemudian kredit di sektor syariah Rp13,78 triliun atau 8,37 persen.
“Hanya saja meskipun capaiannya demikian kontribusi aktivitas perbankan sektor syariah di Sulsel masih lebih tinggi jika dibandingkan secara nasional yang capaiannya sekitar 7 persen-an. Tetapi ini masih perlu dipacu dengan melihat potensi yang dimiliki Sulawesi Selatan,” terangnya.
Menurut Darwisman, potensi pengembangan industri keuangan syariah cukup besar di Sulawesi Selatan. Diminta dengan melihat kondisi masyarakat secara syariah, misalnya pada aspek pemahaman atau penganut Islam yang besar, kemudian tingkat keimanan dan ketaqwaan masyarakat Sulsel yang luar biasa. Salah satunya dilihat pada antusias masyarakat di Sulawesi Selatan yang melaksanakan ibadah haji atau umroh.
“Sehingga seharusnya ini harus dijadikan kesempatan untuk bisa mendorong bagaimana pengembangan pasar keuangan syariah. Baik pada perbankan maupun pasar modalnya, dan industri keuangan syariah lainnya,” katanya.
Dengan masih banyaknya tantangan dalam memacu aktivitas keuangan syariah tentu memerlukan komitmen yang besar pula.
“Komitmen yang sudah dilakukan secara nasional misalnya adanya merger dari bank-bank syariah seperti BRI, Mandiri, dan BNI. Hal ini merupakan komitmen untuk membuat bank syariah sehat, dan kuat. Tinggal bagaimana kita memperkuat yang ada saat ini,” katanya.
Misalnya, membuat aktivitas perbankan syariah lebih kuat dan sehat. Sebab jika aktivitas perbankan syariah tersebut sehat, maka kehadirannya akan lebih kompetitif atau punya daya saing. Sementara, jika telah kompetitif maka secara langsung keberadaannya akan memiliki kontribusi.
“Inilah yang harus kita akselerasi. Termasuk mendorong peran-peran bank pembangunan daerah (BPD). Sebab, baru beberapa BPD yang menangkap ini dengan mengonversinya ke sistem syariah. Ini upaya yang baik sehingga harus didukung dengan kesiapan-kesiapan yang matang,” sebutnya.
