REPUBLIKNEWS.CO.ID, KUKAR – Penurunan aktivitas tambang di sejumlah wilayah Kalimantan Timur mulai menimbulkan kekhawatiran tentang keberlanjutan ekonomi masyarakat. Menyikapi dinamika tersebut, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) mengambil peran aktif dalam Focus Group Discussion (FGD) terkait kesiapan masyarakat memasuki era pascatambang, Jumat lalu di Hotel Aston Samarinda.
Kegiatan yang digelar Yayasan Mitra Hijau (YMH) bersama Universitas Mulawarman ini mengangkat tema “Penguatan dan Pengembangan UMKM dalam Mendorong Transisi Energi Berkeadilan pada Masyarakat Terdampak Tambang Batubara di Kalimantan Timur”.
Penggerak Swadaya Masyarakat DPMD Kukar, Ahmad Irji’i, menegaskan bahwa perubahan lanskap ekonomi di daerah pertambangan tidak bisa dihindari. Karena itu, seluruh pihak harus memastikan masyarakat memiliki alternatif penghidupan yang lebih berkelanjutan.
“Kita harus menyiapkan masyarakat dari sekarang. Ketika industri tambang berkurang, mereka tidak boleh kehilangan arah. FGD ini menjadi sarana menggali peluang ekonomi baru yang bisa menopang kehidupan masyarakat pascatambang,” jelasnya, Senin (03/11/2025).
Transisi energi yang kini didorong pemerintah pusat membawa dampak besar bagi Kalimantan Timur. Dengan kontribusi sektor pertambangan yang masih mendominasi lebih dari 46 persen PDRB provinsi pada 2023, daerah seperti Kukar, Paser, dan Samarinda masih sangat bergantung pada industri ekstraktif.
Ketika produksi menurun, masyarakat dihadapkan pada berkurangnya pendapatan, lapangan kerja, serta melemahnya perputaran ekonomi lokal.
FGD tersebut membuka ruang diskusi mengenai beragam persoalan yang dialami pelaku UMKM di wilayah terdampak tambang. Mulai dari keterbatasan akses permodalan, lemahnya manajemen usaha, minimnya jaringan pemasaran, hingga belum optimalnya pemanfaatan teknologi digital.
“Kita temukan bahwa sebagian besar UMKM sebenarnya punya potensi besar. Namun, ekosistem pendukungnya belum terbentuk kuat. Karena itu, kolaborasi lintas sektor sangat diperlukan untuk mempercepat transformasi ekonomi masyarakat,” ujar Irji’i.
Selain pemerintah daerah, kegiatan ini juga melibatkan akademisi, pelaku UMKM, forum perempuan, pendamping ekonomi, hingga komunitas lokal. Pertemuan multipihak ini diharapkan mampu menghasilkan rekomendasi yang lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat di tingkat tapak.
“Kami menargetkan munculnya rekomendasi praktis yang bisa langsung diterapkan. Transformasi ekonomi tidak boleh menunggu sampai tambang benar-benar berhenti. Persiapan harus dimulai sejak sekarang,” tegas Irji’i.
