REPUBLIKNEWS.CO.ID, KUKAR — Di tengah arus modernisasi dan gaya hidup individualistik, Desa Karang Tunggal, Kecamatan Tenggarong Seberang, justru memperkuat identitas sosialnya melalui budaya gotong royong yang menjadi napas kehidupan warganya.
Desa ini baru saja meraih penghargaan sebagai Pelaksana Terbaik I tingkat Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) dalam Bulan Bhakti Gotong Royong Masyarakat (BBGRM) ke-22 tahun 2025. Namun bagi Kepala Desa Karang Tunggal, Solimin, penghargaan itu hanyalah bonus dari semangat kolektif yang telah lama terjaga.
“Gotong royong bukan kegiatan musiman di sini, tapi sudah menjadi budaya harian. Ini bagian dari identitas warga kami yang memegang teguh nilai kebersamaan,” ungkap Solimin, Minggu (20/07/2025).
Menurutnya, gotong royong di Karang Tunggal tidak sebatas urusan kebersihan atau perbaikan lingkungan. Lebih dari itu, ia menjadi sarana mempererat hubungan sosial lintas generasi, kelompok, dan keyakinan di masyarakat desa.
“Kami rutin melibatkan semua unsur, dari RT, pemuda, tokoh agama, hingga kelompok perempuan. Gotong royong adalah ruang temu yang menyatukan seluruh elemen desa,” jelasnya.
Solimin menegaskan, partisipasi warga bukan karena dorongan lomba atau penghargaan, melainkan kesadaran kolektif membangun desa yang nyaman dan berdaya. “Tidak ada lomba pun, kami tetap gotong royong. Karena ini adalah jati diri kami,” tegasnya.
Kegiatan gotong royong di desa ini bahkan mencakup aspek sosial-budaya dan keagamaan. Mulai dari perbaikan jalan, pembersihan fasilitas umum, hingga membantu warga yang sedang berduka atau mengadakan hajatan, semuanya dilakukan bersama-sama.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kukar, Arianto, menilai Desa Karang Tunggal sebagai teladan dalam mempertahankan nilai lokal di tengah tantangan zaman.
“Di era serba digital dan individual saat ini, gotong royong adalah kekuatan lokal yang harus terus dijaga. Desa Karang Tunggal membuktikan kearifan lokal bisa menjadi benteng sosial sekaligus penggerak pembangunan,” ujarnya.
Arianto berharap BBGRM tidak sekadar dipahami sebagai ajang lomba, melainkan momentum membangkitkan kembali semangat kolektivitas dan solidaritas sosial yang kian terkikis.
“Gotong royong bukan hanya kerja fisik, tapi juga ruang interaksi, dialog, dan perwujudan nilai bersama yang memperkuat struktur sosial desa,” pungkasnya.