Jelang Pemilihan Ketua Golkar Sulsel, Taufan Pawe Dapat Diskresi Airlangga Hartarto

REPUBLIKNEWS.CO.ID.JAKARTA — DPP Partai Golkar mengeluarkan keputusan baru. Setelah rekomendasi atau diskresi yang sebelumnya diserahkan ke Supriansa. Jelang pemilihan, Airlangga Hartarto mengeluarkan diskresi baru untuk Tufan Pawe.

Keputusan itu diteken langsung oleh ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto, dan sekretaris jendral DPP Golkar Lodewijk F Paulus. Surat keputusan nomor B-325/GOLKAR/VIII/2020 itu ditandatangani pada tanggal 6 Agustus 2020 kemarin.

Wakil Ketua Bidang Organisasi Risman Pasigai membenarkan bahwa memang ada surat diskresi dari DPP untuk Taupan Pawe. “Iya memang ada yang beredar seperti itu,” kata Risman singkat.

Diskresi itu tentu membuat peluang Taufan Pawe untuk memimpin Golkar Sulsel menggantikan Nurdin Halid makin besar, terlebih Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto menginginkan tak ada voting di arena musda atau aklamasi.

Sekretris DPD I Golkar Sulsel, Abdillah Natsir juga membenarkan jika adanya diskresi baru yang dikeluarlan Airlangga Hartarto. Kata Addillah, diskresi itu dikeluarkan karena taufan pawe terganjal salah satu syarat. ” Bukan karena syarat 30 persen, tapi karena ada saudara pak TP yang berada di partai lain, jadi ketum mengeluarkan diskresi untuk pak TP,” jelas Abdillah.

Dia menambahkan, saat ini ada dua diskresi yang dikeluarkan Airlangga, namun untuk mutuskan apakah diskresi yang baru dikeluarkan DPP akan menggugurkan diskresi yang sebelumnya juga diterima oleh Supriansa, akan ditetukan dalam arena musada saat tahapan verifikasi faktual syarat bakal calon.

” Nanti kita lempar ke pimpinan musda, apakah kondisi ini bisa diterima atau tidak. atau bagaimana keputusan bersama antara pimpinan musda, perwakilan DPP dengan voters,” ungkapnya.

Pengmat politik Unismuh Makassar, Andi Luhur Priyanto menilai, diskresi baru yang dikeluarlan DPP Golkar tentu menjadi kejutan diarena Musda yang berlangsung sejak Kamis (06/08/2020) kemarin di Hotel Sultan Jakarta.

” Tidak ada demokrasi di partai politik. Pelembagaan demokratisasi pemilihan tidak tercapai melalui PO atau Juknis Musda. 30 persen syarat dukungan dan syaray lainya, memang sudah membatasi akses yang sama bagi semua calon untuk berkompetisi. Apalagi Ketum DPP di beri keistimewaan untuk menganulir ketentuan, melalui kebijakan diskresi,” kata Andi Luhur.

Diskresi ketua umum idealnya membuat lapangan permainan bisa lebih fair. ” Tapi ini kalau di obral juga, bisa membuat apangan permainan semakin tidak rata. DPP menciptakan persaingan tidak sehat,” ungkapnya

” TP dan Supriansa akan berhadapan dengan calon non-penerima diskresi secara terbuka. Diskresi hanya menjadi semacam tiket masuk ke arena pemilihan. Pada akhirnya, semua kembali pada determinasi kapital. Kekuatan terakhir yang di pertaruhkan, para calon.” tutup dosen Fisip Unismuh Makassar itu.(*)