REPUBLIKNEWS.CO.ID, MAKASSAR — Ketua DPRD Sulawesi Selatan Andi Ina Kartika Sari, berkomitmen akan mengawal penuh Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Apalagi saat ini Ranperda tersebut sudah melalui tahap pembahasan setelah naskah akademiknya selesai dikerjakan.
Dirinya menegaskan, perlunya ada aturan daerah yang mengatur terkait masalah TPPO sebab saat ini kasus TPPO atau human trafficking mengalami peningkatan.
“Kondisi peningkatan kasusnya itu terjadi baik di Indonesia maupun di wilayah Sulawesi Selatan,” katanya saat membuka acara Konsultasi Publik Ranperda TPPO di Hotel Almadera Makassar, Sabtu (27/03/2022) kemarin.
Berdasarkan data International Organization of Migration (IOM) di Indoenesia dari tahun ke tahun kasus human trafficking terus mengalami peningakatan. Pada 2020 lalu setidaknya ada 145 kasus human trafficking, sedangkan di tingkat Sulsel ada sekitar 8 kasus untuk di sepanjang 2021.
Dari riset yang dilakukan The International Court of Justice (ICJ) mengungkapkan jika pola dan modus dari human trafficking pun mengalami perubahan seiring dengan adanya kemajuan tekhnologi. Hal inilah mengapa penting adanya peraturan daerah yang bisa mengatur terkait masalah tersebut.
Menurut Ina Kartika, kasus human trafficking saat ini sudah sangat memprihatinkan, sebab telah banyak mengambil korban dan harus segera dicegah. Apalagi, dari kasus yang ada sebagian besar korbannya adalah perempuan, sehingga sebagai seorang perempuan hatinya pun merasa terpanggil untuk melakukan tindakan pencegahan terhadap tindakan tersebut.
“Saya memastikan akan mengawal Ranperda TPPO ini hingga menjadi Perda, sebagai perempuan saya memiliki tanggung jawab untuk mencegah,” tegasnya.
Politisi Partai Golkar ini juga menyampaikan terimakasih kepada semua komponen yang terlibat dalam pembuatan naskah akademik Ranperda TPPO tersebut. Terutama para perempuan-perempuan hebat yang tidak pernah lelah dalam memperjuangkan dan membela hak-hak kaum perempuan.
“Kami berharap dengan digelarnya konsultasi publik atas Ranperda tersebut akan segera di proses untuk menjadi sebuah peraturan daerah yang akan berlaku di seluruh kabupaten dan kota yang ada,” tutupnya.
Kepala UPT P2TPA Sulsel Meysi Papuyungun menegaskan, masalah terkait TPPO harus dihadapi secara bersama-sama. Sebab harus diakui bahwa betapa sulitnya mengungkap kasus-kasus human trafficking. Apalagi saat ini sudah terjadi perubahan pola dan modus dalam praktek-prakteknya.
“Dari sekian kasus yang di tangani, saat ini sudah ada perubahan transaksi, pola perekrutan dan jenisnya, apalagi dengan keberadaan informasi teknologi yang cukup maju,” ujarnya.
Dirinya menambahkan, pada kasus tersebut pelaku pun bisa saja dari orang-orang terdekat, baik itu keluarga, kerabat maupun kekasih korban. Sementara pada kasus-kasus yang ada daerah tujuan pada tindakan human trafficking antara lain domestik dan luar negeri.
“Untuk keluar negeri kebanyakan ke Malaysia, sedang domestik banyak yang ke Papua, Makassar dan Pare-pare,” tambahnya.
Menurutnya, beberapa faktor yang menyebabkan TPPO meningkat karena pada kasus TPPO, pelaku hanya dijerat dengan UU PA. Alasannya jika dijerat human trafficking membutuhkan waktu yang cukup panjang.
Hal senada diungkapkan aktivis perempuan Husaima Husain. Ia mengungkapkan, dari riset yang dilakukan oleh IJC, ada banyak praktek korupsi dalam kasus TPPO. Mulai praktek suap untuk manipulasi umur, hingga uang pelicin bagi para petugas dalam meloloskan korban-korban human trafficking ke daerah tujuan
“Dari segi tindak pidana korupsi dalam kasus seperti ini juga banyak terjadi,mulai dari suap hingga masalah adminitrasi,” ungkapnya. (*)