REPUBLIKNEWS.CO.ID, JAKARTA — Kinerja industri jasa keuangan dinilai berhasil memacu ketahanan ekonomi nasional hingga saat ini.
Melalui Rapat Dewan Komisioner Bulanan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan bahwa stabilitas sektor jasa keuangan masih tetap terjaga. Dimana, perekonomian Indonesia terpantau solid dengan ekonomi triwulan III 2025 tumbuh 5,04 persen yoy dan indeks PMI manufaktur yang tetap berada di zona ekspansi.
“Hanya saja perlu dicermati perkembangan permintaan domestik yang masih memerlukan dukungan lebih lanjut seiring dengan moderasi inflasi inti, tingkat kepercayaan konsumen, serta tingkat penjualan ritel, semen, dan kendaraan,” terang Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar, dalam keterangannya, kemarin.
Kemudian, pada indikator kinerja perekonomian global menunjukkan perlambatan aktivitas ekonomi di berbagai kawasan. Meskipun demikian, IMF pada World Economic Outlook Oktober 2025 merevisi ke atas proyeksi pertumbuhan global seiring dengan tercapainya kesepakatan perdagangan dan kebijakan moneter global yang lebih akomodatif.
Di Amerika Serikat, kinerja perekonomian masih cenderung melemah dengan pasar tenaga kerja yang mulai tertekan, berlanjutnya government shutdown, serta default beberapa perusahaan yang menjadi perhatian pasar. Di sisi lain, The Fed dinilai akan lebih akomodatif dengan menurunkan suku bunga kebijakan serta pasar masih mengekspektasikan penurunan suku bunga lanjutan di Desember 2025.
Di Tiongkok, beberapa indikator utama di sisi permintaan tercatat di bawah ekspektasi pasar. Pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada triwulan III-2025 melambat, dengan konsumsi rumah tangga yang masih tertahan, mengindikasikan masih lemahnya konsumsi domestik. Penjualan ritel dan aktivitas di sektor properti juga mencatatkan perlambatan.
Kemudian, di kawasan Eropa, indikator perekonomian baik dari sisi demand maupun supply terpantau stagnan. Risiko kawasan juga mengalami peningkatan seiring dengan gejolak di pasar keuangan Perancis yang dipicu oleh instabilitas politik dan penurunan peringkat utang yang didorong pemburukan kondisi fiskal.
Ketahanan sektor jasa keuangan terhadap ekonomi nasional salah satunya pada kinerja intermediasi perbankan yang dinilai meningkat dengan profil risiko yang terjaga dan likuiditas di level yang memadai.
Pada September 2025, kredit perbankan tumbuh 7,70 persen yoy menjadi sebesar Rp8.162,8 triliun. Berdasarkan jenis penggunaan, kredit investasi mencatatkan pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 15,18 persen, diikuti oleh kredit konsumsi tumbuh 7,42 persen, sementara kredit modal kerja tumbuh 3,37 persen yoy.
“Dari kategori debitur, kredit korporasi tumbuh sebesar 11,53 persen, sementara kredit UMKM tumbuh sebesar 0,23 persen,” terang Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan, OJK, Dian Ediana Rae.
Jika ditinjau berdasarkan sektor ekonomi, penyaluran kredit ke beberapa sektor tercatat tumbuh tinggi secara tahunan mencapai double digit. Sektor pertambangan dan penggalian tercatat tumbuh 19,15 persen dan sektor pengangkutan dan pergudangan tumbuh 19,32 persen.
Di sisi lain, Dana Pihak Ketiga (DPK) tercatat tumbuh sebesar 11,81 persen yoy menjadi Rp9.695,4 triliun. Penurunan BI Rate juga diikuti oleh penurunan suku bunga perbankan. Dibandingkan tahun sebelumnya, rerata suku bunga kredit rupiah tercatat turun 50 bps untuk kredit investasi, dan turun 41 bps untuk kredit modal kerja.
Dari sisi penghimpunan dana, suku bunga tertimbang DPK rupiah juga terpantau menurun dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 11 bps yang didorong oleh penurunan suku bunga deposito rupiah.
Likuiditas industri perbankan pada September 2025 memadai, dengan rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid/Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) masing-masing sebesar 130,47 persen dan 29,30 persen, masih di atas threshold masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen. Adapun Liquidity Coverage Ratio (LCR) berada di level 205,94 persen.
Sementara itu, kualitas kredit tetap terjaga dengan rasio NPL gross sebesar 2,24 persen dan NPL net relatif stabil sebesar 0,87 persen. Loan at Risk (LaR) turun dibandingkan bulan sebelumnya menjadi 9,52 persen. Ketahanan perbankan juga tetap kuat tercermin dari permodalan (CAR) yang berada di level tinggi sebesar 26,15 persen.
“Ini menjadi bantalan mitigasi risiko yang kuat untuk mengantisipasi kondisi ketidakpastian global,” ujarnya.
Selanjutnya, porsi kredit Buy Now Pay Later (BNPL) perbankan tercatat sebesar 0,30 persen dari total kredit perbankan dan terus mencatatkan pertumbuhan yang tinggi secara tahunan. Per September 2025, baki debet kredit BNPL sebagaimana dilaporkan dalam SLIK, tumbuh 25,49 persen yoy menjadi Rp24,86 triliun, dengan jumlah rekening mencapai 30,31 juta dan NPL gross sebesar 2,61 persen.
