Republiknews.co.id

Koalisi Stop Perkawinan Anak Sulsel akan Gelar Aksi Kolektif di Peringatan IWD

Koalisi Stop Perkawinan Anak Sulsel saat menemui Ketua DPRD Sulsel Andi Ina Kartika dalam rangka membahas rencana aksi kolektif, yang akan digelar dalam memperingati IWD 2022. (Istimewa)

REPUBLIKNEWS.CO.ID, MAKASSAR Dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional atau Internasional Woman Day yang jatuh pada 8 Maret 2022 mendatang. Koalisi Stop Perkawinan Anak Sulawesi Selatan akan menggelar aksi kolektif dengan mengangkat isu pengesahan Rancangan Undang-undang Pencegahan Kekerasan Seksual (RUU PKS) dan Pencegahan Perkawinan Anak.

Activity Manager AIPJ2 Kota Makassar Husaima Husain mengatakan, Koalisi Stop Perkawinan Anak ini terdiri dari berbagai lembaga, NGO dan unsur media yang memiliki perjuangan dalam mendukung isu-isu sosial seperti pada isu perlindungan bagi perempuan dan anak. Antara lain, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Dewi Keadilan, Yasmib Sulsel, ICJ dan lembaga lainnya.

Khusus pada momen peringatan IWD 2022 nantinya, pihaknya akan melakukan aksi kolektif di Kota Makassar dengan mengambil tema “Break the Bias, Akhiri Kekerasan Terhadap Perempuan dan Cegah Perkawinan Anak”.

“Isu ini kita angkat karena melihat kondisi Sulsel saat ini. Di mana masih tingginya angka kekerasan terhadap perempuan dan perkawinan anak,” katanya di sela-sela melakukan pertemuan dengan Ketua DPRD Sulsel Ina Kartika, di ruangannya,  kemarin.

Menurutnya, dengan masih adanya kasus kekerasan terhadap perempuan menggambarkan masih lemahnya perlindungan terhadap perempuan. Perempuan yang rentan atau menjadi korban tindak kekerasan menghadapi berbagai ancaman dan tantangan berat dalam pemenuhan hak akan rasa aman, hak atas layanan pendidikan dan kesehatan, atas tersedianya peluang kerja dan hak untuk dapat berpartisipasi aktif dalam pembangunan dan kehidupan bermasyarakat.

Sementara, pada isu perkawinan anak dari data Susenas 2018, Sulsel masih termasuk dalam 20 provinsi dengan prevalensi perkawinan usia anak diatas angka nasional yaitu berada pada urutan 12 atau sebesar 14,1 persen.

“Masyarakat masih melihat bahwa praktek perkawinan anak merupakan ranah domestik, sehingga orang tua dan masyarakat menganggap bahwa anak merupakan kekuasaan penuh untuk diperlakukan sesuai dengan keinginan orang tua tanpa melihat hak-hak anak yang harus dipenuhi,” ujarnya.

Dengan melihat dua kondisi tersebut, Koalisi Stop Perkawinan Anak akan mengangkat tuntutan pengesahan RUU PKS dan pencegahan perkawinan anak pada aksi kolektif di momen IWD nantinya. Dengan harapan pasca aksi nantinya mampu meningkatnya kesadaran masyarakat tentang dampak kekerasan berbasis gender dan dampak perkawinan anak, meningkatkan pengetahuan masyarakat agar dapat berperan dalam menyelematkan anak dari praktik berbahaya perkawinan anak.

Kemudian, adanya komitmen dari pemerintah dan lembaga masyarakat untuk mendorong upaya perlindungan perempuan dari kekerasan termasuk pencegahan perkawinan anak.

“Tak kalah pentingnya adanya deklarasi dukungan untuk pengesahan RUU PKS dan pencegahan perkawinan anak, serta rekomendasi bagi setiap lembaga masyarakat dan institusi pemerintah untuk melakukan pencegahan perkawinan anak dan pencegahan kekerasan terhadap perempuan,” tegasnya.

Sementara, Ketua DPRD Sulsel Andi Ina Kartika mengungkapkan, isu perkawinan anak memang sangat penting untuk menjadi perhatian bersama. Sebab berdasarkan angka-angkanya kasus perkawinan anak masih tinggi.

“Inilah mengapa sangat penting untuk membuat regulasi ini. Minimal di seluruh daerah memiliki perda ini, kami harap dukungan dan keterlibatannya untuk merancang itu,” ungkapnya.

Ia menambahkan, pihaknya akan memasukan peraturan daerah terkait pencegahan perkawinan anak (Perda PPA) Inisiatif kedalam Program Pembentukan Peraturan Daerah (Propemperda) 2023 yang RKPD-nya sementara disusun. Apalagi RKPD Provinsi Sulsel belumdi ketuk.

“RKPD ini kan akan memuat program kerja. Perda PPA ini bisa menjadi inisatif pada kaukus parlemen. Saya harap ini menjadi inisiatif legislatif, dan nantinya akan menjadi legalitas kami. Tetapi sebelum masuk Propemperda akan ada konsultasi publik dengan melibatkan pihak-pihak terkait, seperti Koalisi Stop Perkawinan Anak Sulsel,” terangnya.

Exit mobile version