REPUBLIKNEWS.CO.ID, MAKASSAR – Komisi B DPRD Sulawesi Selatan yang membidangi perekonomian menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Sulawesi Selatan, Jumat (10/1/2025).
RDP ini digelar untuk membahas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 28 Tahun 2023 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2023 tentang Penangkapan Ikan Terukur.
Rapat tersebut dipimpin langsung oleh Ketua Komisi B DPRD Sulsel, Andi Azizah Irma Wahyudiyati didampingi oleh Wakil Ketua DPRD Sulawesi Selatan Yasir Machmud, beserta pimpinan dan anggota Komisi B DPRD Sulsel lainnya.
Ketua Komisi B DPRD Sulsel, Andi Azizah Irma Wahyudiyati, menjelaskan bahwa perwakilan nelayan mengeluhkan pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2023.
“Rekomendasi dari kami di komisi adalah karena ini kebijakan pemerintah pusat, kami akan menghadap ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan mengajak perwakilan dari HNSI untuk ikut bersama,” ujar Irma.
“Oleh karena itu, kami di Komisi B merekomendasikan agar pemerintah pusat, khususnya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mempertimbangkan kembali kebijakan ini. Kami juga akan mengajak perwakilan HNSI untuk ikut menyampaikan aspirasinya secara langsung,” tambahnya.
Baca Juga : Anggota Komisi XIII DPR RI Meity Rahmatia Apresiasi Program Pembinaan di Lapas Kelas I Makassar
Legislator NasDem Sulsel ini menjelaskan bahwa salah satu keluhan utama nelayan adalah terkait dengan biaya pemasangan alat GPS yang diwajibkan dalam peraturan tersebut.
“Harga alat GPS cukup tinggi, yakni sekitar Rp14-15 juta. Hal ini menjadi beban tambahan bagi nelayan kecil yang menggunakan kapal berukuran kecil,” jelasnya.
Irma mengakui bahwa tujuan penggunaan alat GPS adalah untuk memantau aktivitas nelayan dan memberikan perlindungan jika terjadi masalah di laut. Namun, biaya yang tinggi dan keterbatasan kemampuan nelayan menjadi kendala.
Baca Juga : PLN Ajak IPP Satukan Langkah Sukseskan Transisi Energi Demi Dukung Ketahanan Pangan
“Kami berharap ada solusi yang lebih fleksibel, misalnya dengan memberikan subsidi atau keringanan bagi nelayan kecil,” imbuhnya.
Selain masalah biaya, nelayan juga mengeluhkan batasan wilayah penangkapan yang diatur dalam peraturan tersebut. Mereka meminta agar zona penangkapan dapat diperluas untuk memberikan lebih banyak ruang gerak bagi nelayan.
“Makanya yang mereka keluhkan itu zonanya, karena kapan dia sudah melewati zona pasti dia terbaca dengan alat itu. Teman-teman mau kalau ini dipermudah. Mereka juga mau ada penambahan zona,” tutup Irma. (*)