REPUBLIKNEWS.CO.ID, BANJARBARU — Komunitas Berani Mikir menggelar diskusi berani bicara bersama Muhammad Uhaib As’ad (Akademisi), Rachmadi (Pengamat Politik) dan Mohammad Rizky (Founder MAMZ) yang bertempat di Soringin Brew Cafe, Jl. A Yani Kilometer 31, Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan, Dengan Tema ‘Krisis Ekonomi di Depan Mata, Akankah Indonesia Mengikuti Jejak Sri Lanka?’.
Ketiga narasumber menyoroti tanda-tanda kekrisisan ekonomi terhadap Indonesia yang dikenal sebagai negara Maritim ini.
“Zaman orde baru dipimpin satu orang yang berkuasa, dan disebut politik belah bambu. Bagi yang tidak sejalan dengan logika penguasa, maka diinjak dan berpengaruh,” ucap Uhaib kepada republiknews.co.id, Jum’at (22/07/2022) malam.
Negara ini saat itu, kata Uhaib, dipimpin oleh Soeharto yang berjalan selama 32 tahun. Kemudian, kata dia, muncul gejolak politik terhadap Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
“Ketimpangan ekonomi antara kawasan Timur dan Barat itu terjadi gejolak besar. Hanya soal pembangunan yang timpang,” ujarnya.
Saat itu, kata Uhaib, pembangunan sangat massif yang hampir menyerupai negara Korea. Lalu, kata dia, negara Indonesia mendapat jukukan sebagai The Tiger Of Asia dan sosok Soeharto dikenal sebagai Bapak Pembangunan. “Pada waktu itu, dunia menyanjung kepemimpinan Soeharto. Tetapi cerita itu, semu semua,” tegasnya.
Namun, kata Uhaib, pertumbuhan ekonomi meningkat tetapi tingkat kemiskinan juga tinggi. Kata dia, akumulasi dari perputaran ekonomi berkutat hanya segelintir kelompok tertentu.
“Koloni bisnisnya saja, maka kita rasakan hanya demokrasi semu. Dan negara tersandera oleh kekuatan oligarki,” jelasnya.
Menurutnya, istilah olgarki ini bukan barang baru dirasakan oleh warga dunia, dan sudah berjalan sejak 200 tahun silam. Kata Uhaib, kekuasaan itu bisa dibeli dengan uang dan pembeli itu adalah pemilik modal yang besar, serta mampu menggerakan kondisi negara ini. “Zaman Soeharto, oligarki bertumpu cuma di Jakarta doang. Kini, bertransformasi ke daerah-daerah, dan menjadi oligarki yang bebas,” ujarnya.
Daerah yang dimaksud, kata Uhaib, termasuk Kalimantan Selatan yang menjadi kekuatan dalam pengendalian ekonomi dan politik. Jadi, kata dia, demokrasi di Indonesia saat ini berbiaya tinggi, demi terpilihnya menjadi kepala daerah dan sebagainya. “Semua cerita ini terjadi ada sebabnya, namun saya tidak menginginkan Indonesia seperti Sri Lanka. Kalo begini-begini terus, tidak mustahil terjadi kekrisisan yang melanda terhadap negara kita,” tutur dosen Uniska itu.
Sementara pengamat politik, Rachmadi menyebut bahwa kondisi perekonomian Indonesia nyaris seperti Sri Lanka jika dibiarkan begitu saja, terlebih adanya oligarki ditubuh negeri ini. Jika dikhawartirkan, kata dia, bahwa saat ini pun sudah terjadi kekrisisan di kalangan masyarakat bawah, apalagi setelah pasca pandemi.
“Sebenarnya kalau kita berani juga menyuarakan seperti Sri Lanka, maka adanya pemberontakan di mana-mana. Negara seperti mereka sudah frustasi, maka terjadi demikian,” ungkapnya.
Menurut Rachmadi, kondisi negara kita telah lama mengalami krisis ekonomi dengan pelbagai faktor. Selain itu, kata dia, keberanian masyarakat untuk angkat bicara pun tidak ada. “Kalo pun bicara, ke mana juga arahnya. Di bawa ke mana? Kita sulit mengadu,” ujarnya.
Kepada masyarakat, Rachmadi mengajak untuk berani berbicara terlebih dahulu lewat forum diskusi-diskusi seperti ini. Sehingga, kata dia, menumbuhkan pemikiran baru yang menyadarkan kondisi kita saat ini.
“Kalo tidak sekarang mengubah pikirannya, kapan lagi? Terus terang, kita hidup di kota ini beragam pemikirannya dan berbeda dengan di desa,” tutur anggota Partai Gelora itu.
Adapun Founder MAMZ (Membaca Alam Membaca Zaman), Mohammad Rizky mengaku kehadirannya di forum itu, adalah panggilan jiwanya untuk menyuarakan nilai-nilai kebaikkan yang dianjurkan Allah kepada umatnya. Dia menginisiasi komunitas Membaca Alam Membaca Zaman merupakan langkah baiknya untuk mengajak masyarakat untuk merenungi, menyadari serta membaca tanda-tanda yang terjadi disekitar.
“Karena, Allah-lah yang memiliki segala ilmu. Jadi, apa yang kita bicarakan dan diskusikan maka perlu disandarkan ke sana,” kata dia.
Pemuda asal Jakarta itu mengajak untuk terus membaca apapun, baik buku, situasi dan peristiwa lainnya. Karena, kata dia, manusia dianjurkan pertama kali yaitu baca (iqro). “Apalagi kalo kita sudah bisa membaca alam dan zaman, insyaAllah kondisi Indonesia tidak kebangkrutan seperti Sri Lanka,” ujarnya.
Kedua, menurut Rizky, sistem oligarki yang tumbuh di daerah-daerah itulah menjadikan kondisi krisis ekonomi terhadap warganya. Melihat Indonesia, dia menganalogikan seperti pohon yang buruk.
“Karena akarnya busuk, batangnya tidak kokoh maka hasil buahnya juga tidak enak. Buah korupsi, buah krisis ekonomi, krisis kepemimpinan hingga krisis moral,” jelasnya.
Layaknya pohon tadi, kata Rizky, tiga unsur penting seperti akar, batang dan buah, sehingga tidak mungkin berbuah baik apabila akarnya busuk. Tentu, kata dia, menilai kondisi negara Indonesia saat ini tidak baik-baik saja. “Cuma mempertanyakan sih, apa sih buah pemikiran kepala negara kita dan kolega-koleganya. Sehingga terciptanya oligarki ini,” tandasnya.
