Republiknews.co.id

Lewat Rakor APKASI, Bupati Gowa Perjuangkan Nasib Tenaga Honorer

Bupati Gowa, Adnan Purichta Ichsan yang juga Sekjen APKASI membuka rakor terkait pembahasan nasib tenaga honorer. (Dok. Humas Pemkab Gowa)

REPUBLIKNEWS.CO.ID, JAKARTA —  Asosiasi Pemerintahan Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) melaksanakan rapat koordinasi (rakor) antara kementrian terkait dengan sejumlah kepala daerah.

Kegiatan yang berlangsung di Grand Sahid Jaya Hotel, Jakarta, membahas persoalan Tenaga Non-Aparatur Sipil Negara (Non-ASN) atau tenaga honorer di masing-masing wilayah.

Bupati Gowa yang juga Sekjen APKASI Adnan Purichta Ichsan mengaku, kehadirannya di pertemuan ini untuk mengawal permasalahan honorer di daerahnya.

Sekaligus untuk menyatukan persepsi dengan kepala daerah lainnya guna mencarikan solusi terbaik untuk nasib tenaga honorer di masa mendatang.

“Rakor ini sebagai tempat kami menjelaskan ke kementrian permasalahan di daerah. Kami berharap permasalahan honorer di daerah dapat dilihat dengan lebih detail, sehingga bisa memberikan solusi terbaik bagi daerah dan tenaga honorernya,” katanya, Kamis (22/09/2022).

Adnan menyebutkan, ada beberapa poin yang telah dibahas sejak awal antara APKASI dan  Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB). Pertama, pada persoalan keterbatasan anggaran yang dimiliki oleh pemerintah daerah, sehingga perlu disusun rentang gaji tenaga honorer sesuai dengan kemampuan daerah.

Kedua, bagi tenaga honorer yang tidak mampu mengikuti CAT dengan passing grade, dan tidak memenuhi syarat menjadi PNS atau PPPK karena kualifikasi pendidikannya yang tidak terpenuhi sebaiknya dapat diberikan kesempatan sesuai dengan minatnya. Misalnya membekali pelatihan kewirausahaan atau Kartu Prakerja, dan lain-lain.

Selain Adnan, beberapa kepala daerah dari berbagai provinsi yang hadir dalam pertemuan tersebut. Seperti Papua, Jawa, dan Madura mengaku persoalan tenaga honorer tentunya dengan melihat kondisi daerahnya masing-masing. Sehingga, sebelum membuat aturan terkait tenaga honorer tentunya melihat kondisi tersebut.

Sementara Menpan RB Azwar Anas mengatakan, penanganan tenaga non honorer sebenarnya bukan lagi wacana baru. Secara aturan penanganan terkait tenaga honorer sudah mulai dijalankan sejak 2005 lalu, kemudian berlanjut di 2012, 2018, 2019, hingga 2021.

“Jadi sebenarnya warning untuk pengangkatan honorer ini sudah lama. Apalagi faktanya kalau mereka ini tidak ada, pelayanan-pelayanan kita bisa terganggu di pemerintahan kabupaten dan kota,” jelas Anas dalam sambutannya saat membuka rakor ini.

Lanjutnya, saat ini Kemenpan RB sementara mempertimbangkan tiga alternatif penyelesaian tenaga honorer dan terus melakukan kordinasi lintas sektoral. Antara lain, pada skenario pertama, tenaga honorer diangkat seluruhnya menjadi ASN.

“Hanya saja skenario ini akan menjadi beban yang berat bagi negara, dan kompetensi birokrasi kita tentu akan ada problem di beberapa titik yang ketika saat rekrutmen kualitasnya tidak diperhatikan,” jelas Anas yang juga mantan Ketua APKASI.

Adapun skenario kedua yakni tenaga honorer diberhentikan seluruhnya. Sementara, opsi jalan tengah yang ketiga yakni pengangkatan tenaga honorer sesuai dengan prioritas. Ketiga skenario ini, akan didiskusikan bersama Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dan Komisi XI DPR RI.

“Yang lain bukan tidak prioritas, tapi diselesaikan secara bertahap,” terang Anas.

Selain itu, saat ini terjadi perbedaan data honorer, setiap melakukan pendataan ada perbedaan yang cukup besar. Penyelesaian permasalahan diawali dengan melaksanakan pendataan bagi tenaga honorer.

Adanya kondisi ini pihaknya kemudian mendorong agar pemerintah daerah dapat melakukan pengawasan dalam proses pendataan.

“Presiden berharap pendataan yang akurat. Pendataan memunculkan gelembungnya yang beda. Maka  dalam waktu berbeda data akan kami kembalikan ke daerah untuk diaudit,” ujarnya.

Ia pun meminta dengan tegas agar para bupati atau kepala daerah selaku pejabat pembina kepegawaian (PPK) untuk melakukan audit terhadap kebenaran data dan mengirimkan Surat Pernyataan Pertanggungjawaban Mutlak (SPTJM) kepada BKN.

“SPTJM itu sebagai bentuk komitmen dan bukti yang dapat dipertanggungjawabkan oleh bupati bahwa data Tenaga Non-ASN di daerahnya adalah valid dan tak berubah serta berkonsekuensi hukum,” tegasnya.

Anas menjelaskan, kolaborasi pun dilakukan dengan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan pengawasan terhadap data yang diajukan pemerintah daerah apakah sudah sesuai persyaratan.

“Akan ada audit data untuk memastikan data Tenaga Non-ASN yang dikirimkan sesuai yang disyaratkan,” tekannya.

Ia mengakui, audit jumlah data tenaga honorer ini penting untuk menegakkan keadilan bagi mereka yang sudah antri lama untuk diangkat sebagai ASN. Sebab, dirinya tidak menginginkan tenaga honorer yang sudah lama mengantri dan melakukan pengabdian sejak lama disalip hanya karena terkendala hal-hal yang bersifat administratif dari pihak pemerintah daerah.

Exit mobile version