REPUBLIKNEWS.CO.ID, GOWA — Korban jiwa akibat longsor yang terjadi di Kecamatan Parangloe, Rabu (16/11) kemarin telah mengidentifikasi sebanyak lima orang.
Kelima korban tewas tersebut masing-masing Nuraeni (47), Nurhaya (24), Jumria (37). Kemudian Sunaria (38) yang merupakan guru SD Inpres Mala’lang, serta ibunya Daeng Ngasseng (60). Daeng Ngaseng ini adalah korban jiwa yang terakhir di temukan.
“Sekitar pukul 09.30 Wita, korban ditemukan diantara tangga rumahnya yang tertimpa tanah longsor,” ungkap Jufri Anggota Tagana Gowa, Kamis (17/11/2022).
Sementara itu, Tim SAR meliputi Basarnas, Tagana, PMI, TNI-Polri dan Sat Brimobda Sulsel masih terus melakukan pencarian korban lain yang diduga masih hilang yakni Nursyamsia (25) dan Royyan (6).
Royyan sendiri merupakan anak dari korban meninggal Nurhaya. Saat kejadian, Royyan sedang dibonceng oleh tantenya Nursyamsia, dimana motor yang dikendarai diduga ikut terseret longsoran.
Sejak kejadian hingga pukul 15.00 Wita kemarin, akses dari Kecamatan Parangloe ke Kota Malino, Kecamatan Tinggimoncong masih tertutup. Meski demikian, upaya untuk menyingkirkan material longsoran terus dilakukan.
Koordinator Wilayah Pemeliharaan Rutin Ruas Sungguminasa-Malino, Dinas PUTR Sulsel, Iskandar mengatakan, sejauh ini pembersihan material sudah dilakukan di enam titik longsoran di Desa Lonjoboko.
“Untuk kilometer 58-61 itu ada 5 titik dan kilometer 63 ada satu titik,” terangnya.
Sementara, Kepala Badan Penanganan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Gowa Iksan Parawansa menyebutkan, longsor yang terjadi di Kecamatan Parangloe berada di dua lokasi yakni di Kunyika, Dusun Galesong, Desa Lonjoboko dan Kampung Borong Sapiri, Desa Lonjoboko.
Penyebab longsor diakibatkan cuaca ekstrim yang disebabkan intensitas curah hujan yang cukup tinggi di Kabupaten Gowa, khususnya Kecamatan Parangloe dan Kecamatan Tinggimoncong.
“Ini yang mengakibatkan beberapa tempat mengalami longsor,” terangnya.
Selain korban jiwa, yang terdampak dari peristiwa tersebut adalah 15 unit rumah terkena material longsor, 4 unit mobil, dan 2 unit motor. Dengan kerugian material seluruhnya ditaksir mencapai Rp2 miliar.
“Kami terus melakukan evakuasi dan pencarian di titik terjadinya longsor, serta melakukan pembersihan pada ruas jalan dan pembukaan akses,” ucapnya.
Dia menambahkan, jika saat ini warga terdampak longsor membutuhkan penerangan, makanan siap saji, sarung, selimut, dan perlengkapan bayi.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Pusat Studi Teknologi Mitigasi Longsor Sulawesi (PuSTekMiLS) dalam keterangannya menyampaikan, beberapa ruas di wilayah Malino memang masuk dalam daerah rawan longsor.
Beberapa hasil studi potensi longsor sudah dilakukan pada poros jalan Malino sejak 2012, dengan teknologi GIS, Interferometri SAR, dan analisis statistic-multivariate.
“Hasil studi mengindikasikan tingginya potensi longsor pada beberapa spot jalan di poros Malino – batas Sinjai. Pada 2021-2022, banyak spot longsor ditemukan pada jalan ini,” kata Ardy.
Kondisi itu salah satunya disebabkan oleh pembangunan jalan yang dilakukan pada lereng dengan kondisi geologi batuan dan tanah yang tidak stabil.
Jalan ini dibangun dengan memanfaatkan kontur lereng dan terkadang memotong lereng batuan vulkanik, yang memang kestabilannya kurang baik, karena terdiri dari tufa, breksi tufa, yang mudah tergerus oleh aliran air.
Kondisi tersebut diperparah pembangunan infrastruktur jalan yang tidak disertai penanganan lereng secara optimal. Lereng ditangani dengan pelandaian kemiringan, tanpa adanya struktur jaring aktif atau struktur dinding-tiang, dan sistem drainase lereng yang memadai.
“Selain itu, manajemen air di lereng tidak ditangani secara baik. Terkadang, air permukaan mengalir deras dan muncul pada beberapa tempat, dan kederasannya tidak disalurkan dengan system drainase yang dapat mengurangi energi aliran air ini,” kata dia.
PuSTekMiLS kata Ardy memberikan beberapa poin kesimpulan dan rekomendasi. Pertama, perlunya dilakukan pemetaan detail tentang area longsoran di poros jalan dengan menggunakan teknologi drone, In-SAR, dan GIS.
Perlunya dipasang rambu-rambu kewaspadaan longsor pada jalan-jalan berpotensi longsor yang tinggi.
Juga menurut dia, dibutuhkan monitoring pada jalur jalan yang potensi longsornya sangat tinggi, sehingga pergerakan tanah aktif dapat diketahui secara real-time tingkat keaktifannya, dan tindakan preventif mencegah longsor dapat dilakukan.
“Mendesak pemerintah pusat dan daerah untuk mengalokasi dana APBN – APBD yang maksimal untuk penanganan lereng dengan teknologi yang standar,” kata dia.
Lanjutnya, dengan pencegahan longsor menggunakan teknologi lereng seperti crib beton dengan soil nailing, soldier piles, wiremesh dan soil nailing, rock bolt, atau rock fence, maka longsor akan dapat dimitigasi dengan baik.
Rekomendasi terakhir, mendesak masyarakat lokal dapat mewaspadai bencana longsor dengan memelihara jalur aliran air permukaan, menanam kembali lereng, dan memonitor pergerakan lereng di sekitar permukiman.