Oleh: Siti Rosida (Penyuluh Pajak, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak)
REPUBLIKNEWS.CO.ID, — Anda pasti sudah tidak asing dengan merek kopi dan café Starbucks. Merek kopi dan café Starbucks milik Starbucks Corporation tersebut sebelumnya menggugat merek rokok Starbucks milik PT Sumatra Tobacco Trading Company. Starbucks Corporation menuntut agar merek rokok Starbucks milik PT Sumatra Tobacco Trading Company dibatalkan karena memiliki persamaan dengan merek Starbucks miliknya. Tuntutan tersebut dikabulkan oleh Mahkamah Agung berdasarkan putusan kasasi No. 836 K/Pdt.Sus-HKI/2022 (sumber: Direktori Mahkamah Agung https://putusan3.mahkamahagung.go.id/direktori/putusan/zaec78d648517ce8a83a313031373037.html).
Bagaimana pengaturan hukum merek?
Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.
Kepemilikan merek dilindungi sejak merek tersebut terdaftar pada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Negara Republik Indonesia. Agar merek dapat terdaftar, maka merek tersebut wajib terhindar dari kriteria merek yang tidak dapat didaftarkan atau merek yang dapat ditolak berdasarkan Pasal 20 dan 21 UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek.
Beberapa kriteria merek yang dapat ditolak adalah:
- Memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;
- Merupakan merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis maupun tidak sejenis; dan
- Memiliki itikad tidak baik.
Barang dan/atau jasa sejenis dapat dilihat berdasarkan kelas merek yang dapat dicek di https://skm.dgip.go.id/. Sebagai contoh:
| Kelas Merek | Jenis Barang atau Jasa |
| 5 | Barang farmasi |
| 25 | Barang pakaian |
| 30 | Barang makanan dan minuman |
| 34 | Barang tembakau atau rokok |
| 35 | Jasa manajemen usaha |
| 43 | Jasa penyediaan makanan dan minuman (restoran, café) |
Merek Starbucks milik PT Sumatra Tobacco Trading Company digunakan untuk produk rokok pada kelas 34 dan merek kopi dan café Starbucks milik Starbucks Corporation digunakan untuk produk minuman pada kelas 30 dan jasa penyediaan minuman pada kelas 43, sehingga kedua merek tersebut memiliki perbedaan jenis barang/jasa.
Berikut perbandingan kepemilikan merek Starbucks milik Starbucks Corporation dan milik PT Sumatra Tobacco Trading Company:
| Pemilik | Starbucks Corporation | PT Sumatra Tobacco Trading Company |
| Logo | ||
| Merek | Starbucks | Starbucks |
| Kelas | 30, 43 | 34 |
| Jenis Barang atau Jasa | Kopi, teh, restoran, café | Tembakau, rokok |
Karena memiliki jenis barang/jasa yang berbeda, maka Starbucks Corporation pada gugatannya mengklaim bahwa merek kopi dan cafè Starbucks merupakan merek terkenal yang telah terdaftar di 75 negara dengan total 407 merek terdaftar. Selain itu, bisnis Starbucks Corporation dengan merek Starbucks telah menghasilkan penjualan bersih sekitar ± USD 20 juta pada setiap tahunnya (sumber: Putusan Nomor 51/Pdt.Sus/Merek/2021/PN Niaga Jkt.Pst). Kemudian, Starbucks Corporation menuntut pembatalan merek Starbucks pada kelas 34 milik PT Sumatra Tobacco Trading Company karena telah beritikad tidak baik saat mengajukan pendaftaran merek Starbucks tersebut.
Tuntutan tersebut dikabulkan oleh Mahkamah Agung, sehingga merek rokok Starbucks kelas 34 milik PT Sumatra Tobacco Trading Company dibatalkan, dan menyatakan bahwa merek kopi dan cafè Starbucks milik Starbucks Corporation merupakan merek terkenal. Dengan demikian, maka merek Starbucks dimiliki secara eksklusif oleh Starbucks Corporation di Indonesia.
Starbucks telah beroperasi di Indonesia sejak 2002 yang masuk melalui PT MAP Boga Adiperkasa Tbk, dan dikelola oleh PT Sari Coffee Indonesia. PT Sari Coffee Indonesia merupakan pemegang lisensi merek dari Starbucks Corporation untuk menjalankan bisnis kopi dan cafè Starbucks di Indonesia. Hingga saat ini, Starbucks telah memiliki 326 gerai yang tersebar di seluruh kota di Indonesia (sumber: Starbucks Indonesia, https://www.starbucks.co.id/about-us/our-heritage/starbucks-in-indonesia).
Lisensi merek adalah izin yang diberikan oleh pemilik Merek terdaftar kepada pihak lain berdasarkan perjanjian secara tertulis untuk menggunakan merek terdaftar. Dalam proses pemberian lisensi merek dari Starbucks Corporation kepada PT Sari Coffee Indonesia, maka PT Sari Coffee Indonesia membayarkan imbalan atas penggunaan merek Starbucks kepada Starbucks Corporation berupa royalti.
Berdasarkan penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf h UU PPh sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 6 Tahun 2023, royalti didefinisikan sebagai suatu jumlah yang dibayarkan atau terutang dengan cara atau perhitungan apa pun, baik dilakukan secara berkala maupun tidak, sebagai imbalan atas banyak hal termasuk penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian atau karya ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, merek dagang, atau bentuk hak kekayaan intelektual/industrial atau hak serupa lainnya.
Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, PT Sari Coffee Indonesia melakukan pembayaran Royalti kepada Starbucks Corporation dan melakukan pemotongan PPh Pasal 26 sebesar 20% dari jumlah bruto atau sesuai tarif P3B (Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda).
Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang selanjutnya disebut P3B adalah perjanjian antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah negara mitra atau yurisdiksi mitra untuk mencegah terjadinya pengenaan pajak berganda dan pengelakan pajak.
Kedudukan P3B menurut penjelasan Pasal 32A UU PPh adalah lex specialis dari UU PPh. Apabila terjadi perbedaan pengaturan antara UU PPh dan tax treaty, maka ketentuan dalam tax treaty yang diberlakukan (”Tax Treaty Superceeding Domestic Tax Laws”).
Ketentuan terkait tata cara penerapan P3B diatur dengan PER-25/PJ/2018. WPLN yang menerima dan/atau memperoleh penghasilan dari Indonesia dapat memperoleh Manfaat P3B sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam P3B dengan ketentuan:
- penerima penghasilan bukan subjek pajak dalam negeri Indonesia;
- penerima penghasilan merupakan orang pribadi atau badan yang merupakan subjek pajak dalam negeri dari negara mitra atau yurisdiksi mitra P3B;
- tidak terjadi penyalahgunaan P3B; dan
- penerima penghasilan merupakan beneficial owner, dalam hal dipersyaratkan dalam P3B.
Sebagai informasi bahwa telah dipenuhi ketentuan tersebut, WPLN harus menyampaikan SKD WPLN dengan menggunakanForm DGT sesuai format yang diatur pada PER-25/PJ/2018. Setelah diisi, WPLN dapat menyerahkan DGT tersebut kepada pemotong dan/atau pemungut pajak di Indonesia agar pemotong dan/atau pemungut pajak dapat menginput informasi yang tercantum pada DGT ke dalam website djponline.pajak.go.id pada menu e-SKD. Pada proses akhir penginputan informasi DGT pada menu e-SKD, pemotong dan/atau pemungut akan mendapatkan Tanda Terima SKD WPLN dari Direktorat Jenderal Pajak.
Pemotong dan/atau Pemungut yang telah menyampaikan SKD WPLN secara elektronik dapat melakukan download dan/atau mencetak tanda terima penyampaian SKD WPLN. Atas tanda terima tersebut selanjutnya disampaikan kepada WPLN yang bersangkutan. Saat pemotong dan/atau pemungut pajak melaporkan SPT Masa PPh 23/26, Nomor SKD WPLN juga harus diinput dalam Surat Pemberitahuan Masa untuk masa terutangnya pajak.
Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) yang tidak dapat memenuhi persyaratan dalam Form DGT tidak dapat mendapatkan fasilitas dalam P3B dan akan dikenakan ketentuan perpajakan sesuai dengan Undang-undang Pajak Penghasilan Indonesia.
Dalam praktik lisensi merek Starbucks antara PT Sari Coffee Indonesia dan Starbucks Corporation sebagai badan usaha Amerika Serikat, dalam hal Starbucks Corporation telah mengisi DGT dan telah memenuhi ketentuan yang diatur pada PER-25/PJ/2018, maka PT Sari Coffee Indonesia dapat melakukan pemotongan PPh Pasal 26 sebesar 10% dari jumlah bruto royalti yang diperoleh Starbucks Corporation sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (2) Tax Treaty antara Indonesia dan Amerika Serikat.
PT Sari Coffee Indonesia harus menerbitkan bukti potong PPh Pasal 26 kepada Starbucks Corporation dan melakukan penyetoran PPh Pasal 26 paling lambat pada tanggal 10 masa pajak berikutnya dan melaporkan SPT masa PPh Unifikasi paling lambat tanggal 20 masa pajak berikutnya.
*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
