REPUBLIKNEWS.CO.ID, MAKASSAR — Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sulselbar Darwisman mengungkapkan, tujuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024 merupakan suatu terobosan yang baik. Terutama bagi pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
“Namun memang sejauh ini dari sisi OJK kami belum bisa bicara teknis terkait PP Nomor 47 Tahun 2024 tentang penghapusan piutang macet,” ujarnya, di sela-sela Jurnalis Update OJK Sulselbar, kemarin.
Dalam PP tersebut disebutkan, bahwa tujuan kebijakannya ada tiga. Pertama, memberikan kepastian hukum dalam penanganan piutang macet UMKM. Dimana, kerugian yang dialami oleh bank atau lembaga keuangan non-Bank BUMN atas penghapustagihan kredit macet
tersebut bukan merupakan kerugian keuangan negara, sepanjang dapat dibuktikan dan dilakukan berdasarkan iktikad baik, serta prinsip tata kelola perusahaan.
“Jadi yang harus ditekankan disini bahwa adanya PP Nomor 47 2024 terkait penghapustagihan utang macet dari pelaku UMKM bukan kerugian negara sepanjang dapat dibuktikan,” tegasnya.
Kedua, bertujuan mendukung pemulihan ekonomi melalui penghapusan beban utang UMKM yang tidak dapat lagi ditagih.
“Jadi tujuannya kembali lagi ini bentuk mendukung pemulihan ekonomi bagi masyarakat yang selama ini banyak piutang macetnya karena banyak faktor. Misalnya karena ada Covid-19 sehingga colabs langsung usahanya, makanya dengan adanya program ini semoga bisa bangkit kembali,” harap Darwisman.
Ketiga, yaitu bertujuan untuk mempermudah akses pembiayaan bagi UMKM. Dalam PP tersebut juga diatur terkait common rule. Dimana, pertama, penghapusan
piutang macet pada bank atau lembaga keuangan non bank BUMN dilakukan dengan ketentuan telah dilakukan upaya restrukturisasi, dan telah dilakukan upaya penagihan secara optimal. Kedua, hapus buku dilakukan terhadap kredit dengan kriteria.
“Seperti program pemerintah, di luar program pemerintah, dan kredit akibat terjadinya bencana alam. Baik gempa, likuifaksi, lainnya,” jelasnya.
Selain common rule, juga diatur terkait pemutakhiran data di Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) pada Pasal 9 bahwa bank atau lembaga keuangan non Bank BUMN melakukan pemutakhiran atau update data debitur atau nasabah yang diberikan penghapus tagihan piutang adalah yang dikategorikan sebagai lunas sesuai kebijakan pemerintah pada SLIK.
“Nanti disana ada tandanya bahwa lunas karena masuk program pemerintah. Tentunya disini banyak porsi OJK, seperti di pemutakhiran data,” jelasnya lagi.
Dalam aturan ini juga diatur secara teknis tentang penghapusan piutang macet kepada UMKM. Pertama, pada kriteria nilai pokok utang maksimal yang dapat
dihapustagihkan secara kriteria yakni Rp500 juta per debitur. Dimana syaratnya, telah dihapusbukukan selama minimal 5 tahun, bukan kredit atau pembiayaan yang dijamin asuransi, tidak terdapat agunan
kredit, atau
agunan tidak
memungkinkan untuk dijual atau habis terjual.
Kedua, pada kriteria penghapusan piutang
negara secara bersyarat diberlakukan bagi yang memiliki utang macet Rp300 juta per penanggung utang individu, dan Rp500 juta untuk penanggung utang badan usaha. Pada kriteria tersebut syaratnya adalah untuk piutang dana bergulir dan kredit program yang telah diupayakan secara optimal.
Ketiga, pada kriteria penghapusan piutang negara secara mutlak diberlakukan minimal tiga bulan setelah keputusan penghapusan bersyarat dan maksimal hingga masa berlaku peraturan. Dimana syaratnya adalah berlaku untuk piutang bergulir dana bergulir dan kredit program yang tidak dapat diselesaikan.
“Memang di daerah ini belum detail seperti apa karena tentunya baru secara umum saja. Namun ini memang perlu diberikan pemahaman yang baik bagi masyarakat agar ini tidak di salah artikan masyarakat. Khawatirnya ada yang berpikir bahwa utang masyarakat semua di hapus oleh pemerintah, padahal kan ada syarat, kriteria, tata cara dan mekanismenya,” tutup Darwisman.
