REPUBLIKNEWS.CO.ID, JAKARTA — Sebagai upaya mengembangkan sistem jasa keuangan syariah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus mendorong berbagai penguatan kebijakan.
Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Mirza Adityaswara mengungkapkan, berbagai upaya dan arah kebijakan telah dilaksanakan dalam rangka upaya pengembangan dan penguatan sistem jasa keuangan. Pertama, OJK terus berupaya mendorong penguatan karakteristik perbankan syariah melalui penguatan tata kelola syariah (Shari’ah Governance Framework), serta penguatan pengaturan, perizinan, dan pengawasan perbankan syariah.
“Hal ini didorong melalui pengaturan yang berorientasi pada ketahanan, daya saing, dan dampak socioeconomic, dengan memperhatikan best practice atau standard
internasional,” ungkapnya, dalam keterangan resminya, kemarin.
Lanjutnya, dalam mendukung hal tersebut, OJK telah menerbitkan sejumlah Peraturan OJK (POJK). Pertama, POJK Nomor 24 Tahun 2024 tentang Kualitas Aset Bank Perekonomian Rakyat Syariah (POJK Kualitas Aset BPRS). POJK ini disusun dalam rangka menindaklanjuti beberapa perubahan dalam UU P2SK yang berkaitan dengan kegiatan usaha BPRS.
Lanjutnya, antara lain dapat membeli surat berharga, pengaturan batas waktu pencairan AYDA, dan pengalihan piutang, serta penguatan peran Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam kebijakan pembiayaan. Selain itu terdapat beberapa penyelarasan dengan pengaturan pada POJK Kualitas Aset BPR, seperti penerapan one obligor concept dalam penilaian kualitas aset.
Kedua, POJK Nomor 25 Tahun 2024 tentang Penerapan Tata Kelola Syariah Bagi Bank Perekonomian Rakyat Syariah (POJK Tata Kelola Syariah BPRS), sebagai mandat UU P2SK, mengatur antara lain kedudukan DPS, sehingga memerlukan penyesuaian beberapa peran dan fungsi khususnya dalam penguatan tata kelola syariah pada BPRS yang diselaraskan dengan program kerja pada Roadmap Pengembangan dan Penguatan Perbankan Syariah Indonesia (RP3SI) 2023-2027 dan Roadmap Pengembangan dan Penguatan Industri BPR (RP2B) 2024-2027.
Pengaturan tata kelola secara umum bagi BPR Syariah telah diatur pada POJK Nomor 9 Tahun 2024 tentang Penerapan Tata Kelola bagi BPR dan BPR Syariah.
“Sedangkan tata kelola terkait aspek syariah diatur dalam POJK ini,” tambahnya.
Ketiga, Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 15/SEOJK.03/2024 tentang Penerapan Tata Kelola Syariah Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah (SEOJK Tata Kelola Syariah BUS UUS), yang bertujuan untuk mengatur pelaksanaan POJK Tata Kelola Syariah BUS UUS, terutama pada aspek tugas dan tanggung jawab DPS, fungsi kepatuhan syariah, fungsi manajemen risiko syariah, fungsi audit intern syariah, dan kaji ulang ekstern.
Sementara, untuk pengaturan terkait laporan dan penilaian sendiri (self assessment) tata kelola syariah akan diselaraskan dengan pengaturan terkait laporan, dan penilaian sendiri tata kelola secara umum yang merupakan pelaksanaan dari POJK Tata Kelola Bank Umum.
Keempat, SEOJK Nomor 17/SEOJK.03/2024 tentang Pelaporan Melalui Sistem Pelaporan OJK dan Transparansi Kondisi Keuangan bagi BPRS (SEOJK Pelaporan dan TKK BPRS), yang merupakan ketentuan pelaksanaan dari POJK Nomor 23 Tahun 2024 tentang Pelaporan Melalui Sistem Pelaporan OJK dan Transparansi Kondisi Keuangan bagi BPR dan BPRS.
“SEOJK ini mengatur mengenai pedoman tata cara penyusunan dan penyampaian laporan BPR Syariah serta pengumuman Laporan Tahunan dan Laporan Publikasi Keuangan BPRS,” terang Mirza.
Kemudian, secara industri keuangan syariah, indeks saham syariah (ISSI) melanjutkan penguatan sebesar 2,26 persen ytd. Sementara itu, kinerja intermediasi sistem jasa keuangan syariah masih tumbuh positif secara tahunan atau year on year (yoy). Capaiannya yakni pembiayaan perbankan syariah tumbuh 11,94 persen, kontribusi asuransi syariah tumbuh 7,25 persen, dan piutang pembiayaan syariah tumbuh 17,24 persen.
