REPUBLIKNEWS.CO.ID, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menyiapkan sejumlah strategi melalui arah kebijakan dalam rangka menjaga stabilitas sektor jasa keuangan dan menghadapi tantangan di 2023. Strategi khusus yang disiapkan ini juga sebagai upaya menjaga pertumbuhan ekonomi.
“Sejumlah arah kebijakan yang akan dilakukan yakni menjaga stabilitas sistem keuangan, menguatkan sektor jasa keuangan dan infrastruktur pasar, penguatan tata kelola, penguatan literasi keuangan, dan kebijakan lainnya,” terang Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar dalam keterangannya pada Rapat Dewan Komisioner (RDK) melalui virtual, kemarin.
Ia menjelaskan, pada upaya menjaga stabilitas sistem keuangan akan dilakukan sejumlah langkah-langkah preventif. Pertama, OJK sedang menilai manajemen risiko Lembaga Jasa Keuangan (LJK) dalam mengantisipasi potensi penurunan harga komoditas ke depan yang selama ini menjadi penopang kinerja perekonomian nasional, termasuk peningkatan kinerja intermediasi.
Kedua, menjelang berakhirnya kebijakan restrukturisasi kredit pada beberapa segmen dan sektor tertentu, OJK senantiasa meminta LJK untuk membentuk dan mengevaluasi kecukupan pencadangan, termasuk secara berkelanjutan meminta LJK untuk melakukan re-assessment terhadap kondisi debitur yang sedang direstrukturisasi serta kemungkinan penurunan dan tekanan lebih lanjut terhadap debitur dimaksud. Ketiga, OJK memonitor kondisi kecukupan likuiditas individu perbankan khususnya untuk Bank Umum Konvensional (BUK) KBMI 1 tertentu dengan meminta bank pada kategori tersebut untuk melakukan pemantauan, pemenuhan rasio minimal dan penyampaian laporan terkait rasio likuiditas yang dapat diperbandingkan.
“Termasuk yang mengacu pada standar internasional, yaitu Liquidity Coverage Ratio (LCR) dan Net Stable Funding Ratio (NSFR) yang berlaku untuk posisi data Maret 2023 melalui sistem pelaporan OJK,” jelasnya.
Keempat, lanjut Mahendra, di pasar modal, mencermati kondisi pandemi Covid-19 yang semakin membaik dan telah dicabutnya kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) oleh pemerintah, OJK berkoordinasi dengan Self Regulatory Organizations (SRO) mempertimbangkan untuk melakukan normalisasi kebijakan-kebijakan yang telah dikeluarkan yang mengacu pada Peraturan OJK (POJK) mengenai Kebijakan Dalam Menjaga Kinerja dan Stabilitas Pasar Modal pada Kondisi Pasar yang Berfluktuasi secara Signifikan, dengan tetap memperhatikan asesmen kondisi di pasar dan keterkaitan dengan kebijakan di sektor lain.
“Termasuk OJK akan memperkuat pengaturan dan pengawasan konglomerasi usaha yang menghimpun dana di pasar modal untuk meningkatkan penerapan prinsip tata kelola dan keterbukaan sehingga integritas pasar modal Indonesia tetap terjaga bahkan dapat ditingkatkan kedepannya,” katanya.
Kemudian pada kebijakan penguatan sektor jasa keuangan dan infrastruktur pasar, OJK melakukan strategi dengan membuat penyusunan ketentuan spin-off Unit Usaha Syariah (UUS) sesuai amanat UU P2SK dengan mengedepankan upaya-upaya untuk memajukan industri jasa keuangan syariah.
Di perbankan, kriteria dan syarat kewajiban spin-off UUS akan diatur dengan memperhatikan strategi konsolidasi perbankan sehingga proses spin-off UUS dapat menghasilkan Bank Umum Syariah yang kuat dan dapat berkontribusi dengan optimal terhadap perekonomian, dengan berpegang pada prinsip-prinsip syariah. Selain itu, dalam rangka penguatan kelembagaan, akan diatur penguatan kepengurusan dan infrastruktur pendukung UUS antara lain permodalan dan penyusunan rencana dan strategi pengembangan UUS.
“Di IKNB, OJK segera menindaklanjuti amanat UU P2SK terkait spin-off di sektor perasuransian dan penjaminan dengan merumuskan POJK spin-off UUS yang memuat substansi terkait indikator yang lebih jelas, terukur, dan tentunya feasible dalam mengimplementasikan kewajiban spin-off UUS,” ungkap Mahendra.
Selain itu, OJK juga mendorong agar proses spin-off UUS tidak semata-mata diimplementasikan dengan pertimbangan kewajiban berdasarkan regulasi semata, namun juga berdasarkan kesiapan dari UUS itu sendiri untuk mampu tumbuh secara berkelanjutan dan memberikan kontribusi yang lebih optimal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Oleh karena itu, sejalan dengan semangat UU P2SK, saat ini OJK juga tengah menjajaki berbagai opsi kebijakan yang dapat mendukung agar UUS yang nantinya spin-off dapat bertransformasi menjadi perusahaan asuransi/penjaminan syariah yang sehat dan kuat, termasuk diantaranya kebijakan terkait konsolidasi, dan/atau sinergi kerja sama antara perusahaan hasil spin-off dengan perusahaan asuransi/penjaminan yang terafiliasi dalam hal penggunaan infrastruktur (baik sistem IT dan/atau jaringan kantor).
Sebagai upaya penataan industri pengelolaan investasi, OJK melakukan penyempurnaan ketentuan terkait Reksa Dana berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (KIK) yang diantaranya mengatur tata kelola penyelesaian redemption dengan aset (in kind settlement) dan likuidasi reksa dana yang juga merupakan bagian dari implementasi UU P2SK, sehingga investor mendapatkan perlindungan yang optimal saat pembubaran reksa dana. Selain itu diatur pula mengenai penghitungan NAB untuk Efek Luar Negeri, pembubaran likuidasi reksa dana dan restrukturisasi, penerapan multi kelas dalam reksa dana serta penggunaan pembayaran digital dalam transaksi reksa dana.
“Saat ini, OJK tengah menyiapkan penyempurnaan ketentuan prudensial terkait kesehatan keuangan perusahaan asuransi dan reasuransi, baik konvensional maupun syariah, yang diantaranya memuat aturan mengenai batasan penempatan investasi perusahaan asuransi pada pihak terkait dan bukan pihak terkait,” kata Mahendra.
Selain itu, sejalan dengan amanat UU P2SK, OJK menyiapkan ketentuan teknis yang terkait dengan penyelenggaraan kegiatan usaha oleh perusahaan asuransi berbentuk usaha bersama, yang diantaranya mencakup anggaran dasar, tata kelola, manajemen risiko dan pengendalian internal, serta pembubaran dan likuidasi. Untuk mendukung penguatan fungsi OJK dalam melakukan pengawasan terhadap lembaga sui generis, saat ini OJK juga melakukan penyempurnaan regulasi yang terkait dengan pengawasan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Selanjutnya pada strategi penguatan tata kelola, OJK telah menyerahkan Laporan Keuangan (LK) OJK 2022 kepada Badan Pengawasan Keuangan (BPK) dengan tenggat waktu yang lebih cepat sesuai aturan dalam ketentuan baru di UU P2SK.
“Diharapkan penerbitan LK yang lebih cepat dan akurat menjadi wujud dari sistem manajemen keuangan dan governansi yang semakin kuat dan akuntabel. Termasuk, sebagai bentuk penguatan governansi sesuai amanat UU P2SK, OJK telah mengisi keanggotaan Dewan Audit dari eksternal untuk periode 2023-2025,” terangnya.
Kebijakan lainnya yang dilakukan yakni, OJK melakukan transformasi internal baik dari sisi struktur organisasi maupun tata kelola sebagai bagian dari upaya OJK untuk menjalankan mandatnya lebih efektif dalam meningkatkan pengawasan dan pelayanan kepada masyarakat dan industri jasa keuangan secara berkelanjutan. Dengan dilakukannya transformasi dimaksud dan disertai dukungan pengembangan sistem informasi diharapkan tercipta penguatan pengawasan SJK, pengaturan SJK yang selaras dan adaptif, layanan perizinan terpadu, sentralisasi pelaporan industri yang terdigitalisasi, integrasi pengelolaan data dan informasi SJK, penegakan hukum dan integritas sistem keuangan, serta pengaduan konsumen yang terkoordinasi.