REPUBLIKNEWS.CO.ID, MAKASSAR — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 17 Tahun 2024 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Bullion. Aturan tersebut mulai diberlakukan pada 18 Oktober 2024 mendatang.
“POJK 17/2024 ini merupakan turunan dari UU Nomor 4 Tahun 2023 Tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Dengan adanya aturan ini lembaga jasa keuangan (LJK) dapat menyelenggarakan kegiatan usaha bullion atau usaha simpanan emas,” terang Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya, Ahmad Nasrullah, di sela-sela Media Breafing POJK Bullion, secara virtual, kemarin.
Ia menjelaskan, sejumlah pasal yang mengatur aktivitas bisnis bullion antara lain, pertama, Pasal 130 yang menyebutkan bahwa kegiatan usaha bullion merupakan kegiatan usaha yang berkaitan dengan emas dalam bentuk simpanan, pembiayaan, perdaganan, penitipan emas, atau kegiatan lainnya yang dilakukan LJK.
Kedua, Pasal 131 menyebutkan bahwa LJK yang melakukan kegiatan usaha bullion sebagaimana di maksudkan dalam pasal sebelumnya wajib memperoleh izin dari Otoritas Jasa Keuangan.
“Kami berharap aturan ini dapat mendorong seluruh LJK dalam menjembatani akses keuangan masyarakat melalui simpanan atau pembiayaan terhadap emas,” katanya.
Kemudian, dalam lasal lainnya, misalnya pasal 132 menyebutkan bahwa ketentuan mengenai penyelenggaraan kegiatan usaha bullion sebagaimana diatur dalam Pasal 130 POJK yang paling sedikit memuat pentahapan pelaksanaan kegiatan usaha bullion, tata kelola, manajemen risiko, prinsip kehati-hatian, dan sanksi administratif.
“Pada aturan ini juga telah mengatur sanksi pidana bagi LJK yang menjalankan usaha bullion tanpa memiliki izin usaha dari OJK. Dimana dalam POJK tersebut akan memberikan pidana penjara 5 hingga 15 tahunan dengan denda pidana Rp50 hingga Rp600 miliar,” terang Ahmad.
Selanjutnya, secara garis besar aturan POJK 17/2024 tentang usaha bullion dalam hal standar emas yang diberlakukan antara lain, standar emas sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) atau standar emas yang berlaku sesuai dengan praktik internasional seperti London Bullion Market Association (LBMA). Sementara, dalam hal pembiayaan emas mengatur yakni pertama, LJK wajib mensyaratkan agunan dengan nilai agunan minimal 100 persen dari nilai pembiayaan.
Kedua, aturan agunan baik agunan bank maupun selain bank yaitu berupa kas atau setara kas, deposito berjangka, atau surat berharga yang diterbitkan pemerintah maupun Bank Indonesia (BI). Ketiga, persyaratan LJK penyelenggaraan bullion yakni LJK yang program utamanya adalah penyaluran kredit maupun pembiayaan, memenuhi syarat permodalan yaitu bank umum maupun unit usaha syariah dari bank umum konvensional (BUK) dengan modal inti Rp14 triliun, sementara selain UUS BUK wajib memiliki ekuitas Rp14 triliun. Termasuk, memiliki satuan kerja khusus dalam rangka penyelenggaraan bullion.
Hal penting lainnya yaitu bahwa LJK yang akan menyelenggarakan usaha bullion yakni mengantongi izin OJK. Adapun syarat mengajukan izin yaitu memenuhi dokumen-dokumen yang dibutuhkan. Mulai dari, data pemimpin satuan kerja penyelenggara bullion, rencana bisnis yang memuat rencana usaha bullion untuk tiga tahun pertama, bukti kesiapan operasional, dan bukti kesiapan manajemen risiko penyelenggaraan.
“Termasuk juga bukti akses jaringan pasar modalnya,” tutup Ahmad Nasrullah.
