Republiknews.co.id

Oknum Brimob yang Hamili Wartawati di Buteng Bantah Tidak Tanggung Jawab, Ini Pembelaannya

Ilustrasi

REPUBLIKNEWS.CO.ID, BUTON TENGAH – Tersiar kabar bahwa salah seorang oknum brigade mobile (Brimob) dengan inisial MSU berpangkat Bripka yang diduga menghamili seorang perempuan (janda anak 2) inisial AS di Buton Tengah (Buteng) Sulawesi Tenggara (Sultra) yang katanya tak punya i’tikad baik dibantah keras oleh MSU.

Menurut MSU, keterangan tersebut tidak benar dan seolah memojokan dirinya. Ia mengatkan bahwa keluarga besarnya telah beberapa kali menenui AS untuk dipertemukan dengan keluarganya, namun AS sepertinya selalu menghindar.

“Saya ini sudah bawa orang tua dan keluargaku untuk ketemu AS, tapi dia tidak mau, padahal saya mau tanggung jawab,” kata MSU saat dikonfirmasi melalui telpon selulernya, Jumat (24/04/2020) malam.

Saat mengetahui berbadan dua, pada bulan Oktober lalu MSU menyampaikan bahwa akan bertanggung jawab. Namun AS mengatakan untuk menyelesaikan itu tidak perlu ke Raha (rumah orang tua AS) nanti mereka yang akan ke Lombe (tempat kos AS).

“Nanti keluargaku yang datang di Lombe untuk bicarakan ini. Tapi jangan bilang-bilang kalau saya hamil. Saya kaget dan bilang tidak bisa karena saya harus akui kesalahanku. Terus apa yang harus dibahas kalau tidak bercerita sebenarnya,” kata MSU saat menirukan percakapannya dengan AS.

Karena tidak ada kesepakatan, akhirnya AS meminta bantuan kepada salah satu kepala dinas (kadis) di Buteng. Mendengar itu, kemudian MSU mendatangi Kadis tersebut meminta agar dibantu.

“Saya dengar dia (AS) minta tolong ke Kadis Koperasi, saya langsung temui beliau. Saat itu saya sampaikan untuk dibantu selesaikan kita,” pintanya.

Saat menyelesaikan itu, rupanya Kadis Koperasi Buteng tidak sendiri melainkan dibantu oleh adik Wakil Bupati Buteng, La Neke untuk dipertemukan dengan keluarga AS di Baruta (keluarga ayah AS) sambil menunggu ibunya dari Raha seperti perjanjian awal.

Karena tiba-tiba ada panggilan tugas di Kendari, MSU kemudian bergegas kesana sembari mempercayakan masalahnya ke Kadis dan Adik Wakil Bupati agar cepat diselesaikan.

“Saya ada panggilan di Kendari saat mau selesaikan itu. Saat mau ke KDI ternyata AS ini minta ikut juga. Awalnya saya tidak mau, tapi dia bilang tidak akan ganggu saya maka saya iyakan. Tapi ternyata selama 2 hari di sana dia bertingkah, padahal sebelumnya katanya tidak mau ganggu,” bebernya.

Ada cek-cok, AS kemudian meminta pulang lebih awal ke Buteng. Usai mengerjakan tugasnya 2 hari kemudian MSU menyusul. Selama 4 hari di Buteng MSU menunggu informasi kapan dihubungi oleh AS agar bisa dipertemukan dengan orang tuanya di Raha.

Tak mau dianggap pria yang tak bertanggungjawab, MSU kemudian bersama keluarga dan Kepala Desa Kancebungi, Mawasangka berinisiatif ke Kabupaten Muna untuk menemui orang tua AS. Saat berada di Raha, MSU bersama rombongan berhasil menemui ibunya.

“Saya ketemu ibunya di Raha. Disana saya minta petunjuk untuk diselesaikan secara kekeluargaan karena memang saya mengaku bersalah. Kemudian ibunya bilang ‘iya saya terima dan mau panggil dulu itu anak soalnya dia itu keras kepala’,” ceritanya.

Saat pertemuan antara keluarga MSU dengan ibu AS, tiba-tiba handphone MSU mendapat pesan singkat dari AS melaui WhatsAppnya yang isinya cukup mengejutkan.

“Saya lagi dengan orang tuanya tiba tiba dia WA saya, isinya ‘hidupku urusanku bukan urusanya orang tuaku’. Saya bingung malah dia WA begitu maksudnya apa coba?,” herannya.

Usai bertemu dengan ibu AS, kemudian MSU diajak ke rumah paman AS untuk di bicarakan lebih lanjut. Disana MSU mendapatkan berbagai pertanyaan.

“Ketemu dengan om nya saya ditanya, kita sudah punya istri, trus saya jawab sudah. Di tanya lagi, sudah punya anak saya jawab sudah. Terus dia bilang lagi, jangan sampai kita bohongi AS waktu kita kenalan atau mungkin kita bilang bujang. Terus saya bilang tidak. untuk jelasnya bisa hubungi AS. Saya jelaskan bahwa saat kenal AS saya sudah sampaikan sebenarnya tapi dia bilang yang penting dia nyaman. Makanya saya sampaikan juga, kalau begitu jaga saya,” cerita MSU lagi.

Setelah itu, MSU bersama keluarga balik ke Buteng menunggu konfirmasi dari kelurga AS yang di Raha. Namun, kabar yang didengar MSU, bahwa AS ini tidak pernah datang ke Raha walaupun keluarganya memintanya datang.

“Pamannya, adiknya dan mamanya telpon trus panggil dia pulang untuk selesaikan, tapi dia tidak mau datang,” lanjutnya.

Saat itu MSU bingung, kemudian ia balik lagi di Kendari karena ada panggilan. Setelah selesai urusannya, Ia menemui Kadis Koperasi dan La Neke meminta kejelasan dari pihak keluarga AS dari garis ayahnya di Baruta.

Namun saat ditemui saudara dan keluarga AS disana, mereka enggan membantu AS karena dianggap sudah sering merepotkan keluarga.

“Kaka kandungnya yang satu bapak bilang, ini anak sudah seringmi dia kasih repot orang. Ini sudah kali ke 4. makanya kita tidak mau urus, tergantungmi yang di Raha seperti apa kita sudah malu,” tambahnya.

Mendengar itu, Kadis dan La Neke akhirnya balik untuk diceritakan kepada MSU. Tak puas dengan itu kemudian ayah dan saudara MSU menuju ke Baruta lagi. Disana mereka dapat penjelasan dari salah satu paman AS bahwa masalah tersebut kini diserahkan ke Wakil Bupati untuk diselesaikan.

Dapat penjelasan seperti itu, orang tua MSU akhirnya pulang ke Mawasangka. Kemudian setelah beberapa hari pihak keluarga AS kumpul di rumah Wakil Bupati Buton Tengah. Saat semua sudah kumpul untuk membicarakan adat, rupanya AS tak hadir. Saat itu keluarga dari pihak bapak AS berusaha mencari.

“Setelah dipanggil paksa dia akhirnya datang. Saat ditanya dia hanya diam. Akhirnya pak Wakil Bupati beri waktu AS 2 hari untuk berpikir. Seharusnya kita keluarga perempuan yang cari laki-laki,” terangnya.

Janji 2 hari, rupanya hampir seminggu AS tidak pernah memberi kabar. Bahkan orang nomor 2 di Buteng pun seolah diacuhkan olehnya.

Setelah waktu berjalan, tiba-tiba AS menghubungi Wakil Bupati Buteng agar menyampaikan pesannya kepada orang tua MSU.

Betapa kagetnya orang nomor 2 Buteng mendengar permintaan AS kepada keluarga MSU dengan meminta sejumlah uang ratusan juta rupiah.

“Kasian dia minta uang sama bapak ku Rp 700 juta. Trus bapak ku bilang mau ambil dimana uang sebesar itu. Gadis saja belum tentu dibayar sebesar itu. Dia curhat mi bapak ku ke pak wakil,” pilunya.

Setelah itu, jelang beberapa hari AS kemudian menghubungi adik MSU. Melalui sambungan telpon AS menurunkan permintaan, yaitu setengah permintaannya sebelumnya Rp.700 juta.

“Kurang lebih 3 hari atau 1 minggu kemudian AS telpon adeku. Dia bilang kasi mi saja 350 juta rupiah baru jangan mi urus ini anak. Adeku bilang mau ambil dimana uang sebanyak itu,” katanya lagi.

Karena belum ada mufakat, kemudian keluarga berkumpul lagi di kediaman Wakil Bupati Buton Tengah. Tepatnya di bulan April minggu ke dua 2020, pertemuan kembali dilakukan.

Setelah keluarga dan masyarakat kumpul. AS dan keluarga sepakat kalau MSU akan membayar mahar.

“Setelah pertemuan disepakati keluarga membayar 150 juta sesuai permintaan AS tapi akan dibayar 2 kali, Kalau adat itu lain lagi. Baru AS janji dalam waktu 2 hari akan mendatangkan ibunya,” terangnya lagi.

Merasa sudah ada kesepakatan, beberapa hari kemudian keluarga MSU kembali menghubungi AS. Namun diluar dugaan jawaban terlontar dari mulut seorang janda anak 2 tersebut.

“Saat orang tua ku membicarakan kesepakatan yang di sudah ada malah dia lagi yang ingkari. kemudian dia sms saya dengan berkata ‘masa harga diriku senilai itu (150 juta),” kata MSU saat mengakhiri ceritanya. (Dzabur Al-Butuni)

Exit mobile version