Republiknews.co.id

Peringati HJG Ke-704, Disparbud Gowa Gelar Kegiatan Kebudayaan di Museum

Disparbud Gowa menggelar sejumlah kegiatan kebudayaan dalam rangka memperingati HJG Ke-704 di Museum Balla Lompoa. Kegiatan ini berlangsung sejak 4 hingga 13 November 2024. (Dok. Disparbud Gowa)

REPUBLIKNEWS.CO.ID, GOWA — Dalam rangka memperingati Hari Jadi Gowa (HJG) Ke-704 Tahun, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) setempat melaksanakan berbagai kegiatan kebudayaan.

Berlangsung sejak 4 hingga 13 November 2024, di Musuem Balla Lompoa ini diisi dengan enam kegiatan ini. Mulai dengan Kajian Aksara Lontara, Kajian Tari Peppe-peppe RI Makka, Kajian Payung La’lang Sipolong, Kajian Karaeng Pattingalloang, Seminar Budaya “Prosesi Bunting Mangkasara”, dan Lomba Membaca Syair Sinrilik.

“Selain ini menjadi rangkaian peringatan HJG, kami juga melaksanakan kegiatan ini sebab telah menjadi program rutin, khususnya dalam pengelolaan Museum Balla Lompoa. Kita mengambil lima tema ini sebagai bentuk keresahan dari beberapa tokoh budaya, adat, bahkan masyarakat bahwa topik yang dibahas ini perlu sebab sudah tergeser atau dilupakan,” terang Kepala Bidang Kebudayaan Disparbud Gowa Muh Ikbal Thiro, dikonfirmasi, kemarin.

Termasuk adanya pembelokan makna, dimana sebelumnya masyarakat kaya dengan istilah-istilah identitas kebudayaan dan adat Gowa-Makassar, namun saat ini masyarakat, khususnya generasi saat ini lebih bangga menggunakan istilah-istilah dari daerah lain. Misalnya, penggunaan kata mappaccing (malam pacar) dalam prosesi jelang pernikahan saat ini umum digunakan, sementara itu bukan menjadi istilah masyarakat Gowa.

“Kita akan ada namanya juga akkorongtigi, nah sementara yang sering digunakan saat ini itu mappaccing. Inilah yang ingin kita kembalikan pada identitas sebenarnya,” terang Kepala Museum Balla Lompoa ini.

Hal penting lainnya yakni, Kajian Aksara Lontara, yang dianggap penting untuk kembali diangkat pada setiap-setiap jenjang pendidikan. Olehnya, dalam kegiatan tersebut pihaknya melibatkan para guru-guru SD dan SMP dengan harapan bisa memberikan pemanahan untuk mengenal aksara lontara ini.

“Minimal para guru ini bisa memperkenalkan bahwa Gowa memiliki aksara atau tutur kata Mangkasara’ yang harus dibanggakan. Sebab, tidak semua suku bangsa memiliki aksara. sementara orang Gowa bunya aksara dan bahasa Makassar,” tegasnya.

Ia berharap, melalui kegiatan yang dilaksanakan tersebut pihaknya dapat mengangkat kembali apa yang menjadi identitas lokal, baik dalam hal adat istiadat maupun pada konteks kebudayaannya. Terutama, di perkembangan modernisasi saat ini.

“Misalnya dari hasil kegiatan Kajian Aksara Lontara kemarin kami mendengar bahwa kita ini memang tidak memiliki guru khusus terkait bahasa lokal. Jadi guru-guru di SD dan SMP yang mengajar itu (aksara lontara) hanya otodidak, bukan khusus, makanya ini jadi perhatian bagi kami pemerintah untuk pelestarian ini,” tegas Ikbal Thiro.

Lanjutnya, pemilihan lokasi di Museum Balla Lompoa sebab selain sumber anggaran kegiatan berasal dari bantuan Kemendikbudristek melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) pengelolaan musuem, juga karena museum merupakan sumber informasi dan edukasi bagi masyarakat tentang budaya, sejarah dan adat istiadat lokal daerah.

Exit mobile version