REPUBLIKNEWS.CO.ID, ABU DHABI – Ketika sebagian besar mata dunia sedang tertuju pada inovasi farmasi dan persaingan industri kesehatan global, Indonesia justru melangkah ke panggung dunia dengan cara berbeda dengan memperkuat kolaborasi antar negara.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, Prof Taruna Ikrar diutus negara-negara ASEAN untuk menghadiri International Forum of Pharmaceutical Inspectorates (IFPI) yang dilaksanakan di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, Senin (24/11/2025).
Mewakili seluruh regulator obat di kawasan ASEAN, Prof Taruna Ikrar memaparkan presentasinya bertajuk “Harmonization of ASEAN Pharmaceutical Regulations“. Pesannya jelas dan tegas, yakni dunia perlu melihat ASEAN sebagai satu kekuatan regulatori yang solid.
Ia menyampaikan pesan penting yang menggugah perhatian para pemimpin regulatori farmasi dunia.
Prof Taruna Ikrar tak hanya membawa nama Indonesia. Ia mengemban mandat yang jauh lebih besar, yakni menyatukan suara Asia Tenggara supaya akses obat yang aman dan bermutu bisa dinikmati merata oleh 670 juta penduduk ASEAN.
Menurutnya, setiap negara di kawasan punya tantangan berbeda. Ada yang kuat di industri farmasi, ada yang kuat di sistem regulasi. Namun, perbedaan itu bukan halangan justru jadi energi kolektif.
“BPOM membawa suara ASEAN di panggung global. Kita ingin masyarakat Asia Tenggara mendapatkan obat yang aman, berkualitas, dan terjangkau,” ujar Prof Taruna Ikrar usai sesi konferensi pers.
Ia menjelaskan tiga agenda strategis Indonesia, yaitu regulasi berbasis sains dan inspeksi berbasis risiko, percepatan akses obat inovatif dan esensial dan penguatan rantai pasok regional dan kemandirian bahan baku obat.
Dengan kata lain, bukan hanya memperketat pengawasan tetapi juga mempercepat kemajuan.
Menurut Taruna Ikrar, forum IFPI menjadi momentum penting bagi ASEAN. Saat obat palsu dan produk kesehatan ilegal makin canggih menembus batas-batas negara, regulator tak bisa jalan sendiri-sendiri.
“Collaboration beats competition. Kita akan mencapai lebih banyak bila kita bersatu, bukan berjalan sendiri,” tegasnya.
Kata-kata itu langsung menyiratkan sikap BPOM sebagai pemimpin regional yang tidak hanya memikirkan kepentingan nasional semata, tetapi kesehatan publik dunia.
Tak banyak yang tahu, tapi BPOM sedang menapaki fase akhir penilaian WHO-Listed Authority (WLA), yaitu status bergengsi yang menempatkan Indonesia sejajar dengan otoritas obat kelas dunia.
Jika tercapai, BPOM bukan hanya berpengaruh di ASEAN, namun diakui sebagai penentu standar internasional dalam peredaran obat dan vaksin.
Dan lewat forum ini, Indonesia menginisiasi program nyata, yaitu pelatihan bersama inspektur farmasi antar negara, berbagi data dan sistem intelijen obat palsu, sinergi inspeksi CPOB/GMP untuk mempercepat persetujuan obat, serta jaringan inspectorates yang responsif terhadap krisis global.
Tak ada lagi istilah ASEAN yang hanya ikut arus saja. Prof Taruna Ikrar memastikan ASEAN ikut mengendalikan arah perjalanan industri farmasi global.
Di akhir sesi, Prof Taruna Ikrar mendapat banyak selamat dan jabat tangan panjang dari para pemimpin regulator dunia. Indonesia kini tak hanya hadir tapi memimpin.
“Bagi sebagian orang, ini hanya pertemuan pejabat dan para regulator. Namun bagi masyarakat ASEAN, ini adalah jejak penting agar obat yang mereka minum itu aman, bermutu, dan datang tepat waktu,” demikian Prof Taruna Ikrar.
Dibalik perjalanan itu sendiri, ada satu pesan yang ingin terus digaungkan oleh Indonesia, yakni kebersamaan. BPOM datang mewakili ASEAN guna membawa misi kesehatan untuk dunia. (*)
