Republiknews.co.id

Program Kelompok Wanita Tani, Bantu Ciptakan Kemandirian Pangan di Lorong Wisata Makassar

Salah satu warga yang tergabung dalam KWT Seroja di Lorong Wisata Haderslev (Lorong 293), Jalan Somba Opu, Kelurahan Maloku, Kecamatan Ujung Pandang saat memanen sayur Pakcoy dengan sistem hidroponik. (Chaerani/Republiknews.co.id)

REPUBLIKNEWS.CO.ID, MAKASSAR — Lorong Wisata yang dikembangkan Pemerintah Kota Makassar rupanya memberikan kontribusi bagi pemenuhan kemandirian pangan masyarakat, khususnya bagi perempuan. Pasalnya pada setiap lorong wisata yang ada telah dibentuk Kelompok Wanita Tani (KWT) dengan tujuan menciptakan kemandirian pangan masyarakat.

Hal ini dirasakan masyarakat yang tergabung dalam KWT Seroja di Lorong Wisata Haderslev (Lorong 293), Jalan Somba Opu, Kelurahan Maloku, Kecamatan Ujung Pandang. Dimana melalui KWT Seroja ini masyarakat mengelola tanaman hidroponik lewat pembinaan Dinas Ketahanan Pangan Makassar, serta pemanfaatan halaman rumah sebagai tempat bercocok tanam melalui pembinaan Dinas Pertanian Makassar.

“Jadi hasil pengembangan pertanian yang dikelola kelompok wanita tani ini bukan hanya dikonsumsi masyarakat yang ada di lorong. Tetapi juga kami pasarkan, yang tentunya akan memberikan pemasukan tambahan bagi ekonomi keluarga yang ada,” kata Hawati saat dikonfirmasi, Selasa (04/04/2023).

Ia mengaku, pada tanaman hidroponik yang dikelola pihaknya menanam sayur Pakcoy dan Selada. Komoditas ini pun bukan hanya dijual dalam bentuk sayur-mayur, tetapi juga dikelola menjadi produk kuliner yang bisa memiliki nilai jual dan keuntungan yang cukup tinggi.

“Ini sayuran Pakcoy kita buat es krim dan kripik, ini dijual untuk masyarakat dan juga sudah ada pembelinya dari luar. Seperti jika ada kegiatan pemerintahan, atau event-event lainnya itu ada permintaan dari mereka. Sementara untuk Selada kita berencana akan bekerjasama dengan salah satu perusahaan hotel di Makassar untuk mereka menjadi pemasok,” terang Hawati yang juga Ketua RT 04, RW 02, Lorong Wisata Haderslev ini.

Lanjutnya, KWT Seroja juga dibina dalam pengembangan pertanian berbasis halaman rumah atau urban farming. Dimana sejumlah komoditas pertanian yang dihasilkan, antara lain, cabai, bawang merah, kangkung, bayam, terong, porang, dan lainnya.

“Jadi kita bukan hanya dibina oleh penyuluh dan pendamping, karena kan disini masih awam soal pertanian. Tetapi juga kita diberikan bantuan seperti bibit yang diberikan sekali setahun, bantuan alat tanam, kompos, pupuk, dan lainnya. Termasuk kita rajin diikutkan pada kelas-kelas pelatihan,” ujarnya.

Adanya lorong wisata, khususnya kelompok tani yang dibina ini sangat membantu masyarakat. Baik dalam meningkatkan kemandirian ekonomi keluarga, juga memberikan pengalaman dan pengetahuan baru dalam memanfaatkan lahan rumah sebagai lokasi bercocok tanam.

“Sangat membantu, kami sangat merasakan manfaatnya. Apalagi setelah ada tanaman hidroponik ini sangat membantu perekonomian keluarga. Misalnya ada beberapa warga yang penghasilannya di bawah Rp500 ribu sebulan, setelah adanya pembinaan melalui lorong wisata ini penghasilan mereka pun bertambah,” akunya.

Pada Lorong Wisata Haderslev (Lorong 293), Jalan Somba Opu, Kelurahan Maloku, Kecamatan Ujung Pandang ini terdapat 31 rumah dengan total keluarga sebanyak 39 Kepala Keluarga (KK), dan total penduduk sebanyak 146 warga.

Sementara, Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kota Makassar Mahyuddin mengungkapkan, lorong wisata ini merupakan pengembangan dari lorong garden, di mana dengan membentuk kelompok tani untuk mengembangkan urban farming yang ada di dalam lorong.

“Dengan adanya urban farming ini atau KWT ini maka kemandirian pangan yang ada di masyarakat itu akan tercipta. Kenapa ?, karena yang kami berikan bibit itu bisa langsung dikonsumsi masyarakat dalam jangka waktu yang pendek,” ungkapnya.

Ia mengaku, dengan ada pembinaan pertanian di dalam lorong maka tentunya akan bisa menekan inflasi yang terjadi. Sebab komoditas pertanian yang dikembangkan bukan hanya pada jenis sayur mayur, tetapi juga komoditas lainnya, seperti cabai dan bawang yang merupakan salah satu komoditas yang memengaruhi inflasi di Kota Makassar. Belum lagi, beberapa dari produk yang dihasilkan KWT ini juga bukan hanya dikonsumsi secara pribadi, tetapi juga dipasarkan melalui kerjasama ritel, seperti Gelael Makassar, Carefour, dan lainnya.

“Jadi dengan adanya pengembangan KWT di dalam lorong wisata itu bisa menciptakan kemandirian pangan, dan ini juga terlihat dari kreatifitas dari kelompok yang ada di dalam lorong wisata. Sebab, mereka bukan hanya mengkonsumsi dalam bentuk memasak sayur, tetapi juga mengembangkan dengan usaha lainnya. Misalnya bahan sayur yang diolah menjadi es krim dan lainnya, artinya pengembangan masyarakat dalam pangannya ada,” kata Mahyuddin.

Ia menyebutkan, hingga saat ini telah terbentuk sekitar 1.000 kelompok tani yang ada di seluruh lorong wisata yang dikembangkan. Bentuknya pun beragam, mulai dari kelompok pemuda tani, kelompok wanita tani, atau kelompok tani. Kemudian, untuk pembinaan kepada kelompok tani dilakukan dengan model kolaborasi bersama Dinas Perikanan dan Dinas Pertanian dengan menyiapkan 69 penyuluh yang ada di Kota Makassar.

Selanjutnya, selain pembinaan secara berkelanjutan, pihaknya juga terus memberikan bantuan bibit dan kebutuhan alat pertanian lainnya kepada seluruh kelompok tani yang ada di dalam lorong wisata. Sepanjang 2022, Dinas Ketahanan Pangan Kota Makassar mencatat bantuan telah diserahkan ke 500 kelompok, sementara tahun ini akan menyasar 1.000 kelompok. Bantuan tersebut berupa media tanam, pupuk, bibit bawang, cabai, dan aneka sayur mayur.

“Kita berharap kelompok wanita tani ini akan menghidupkan lorong wisata, dan juga menciptakan kemandirian pangan, serta sirkulasi ekonomi di masyarakat. Sebab yang kami kembangkan ini adalah hal-hal yang bisa juga digunakan UMKM. Termasuk sebagai upaya mengantisipasi krisis ekonomi,” tegasnya.

Exit mobile version