REPUBLIKNEWS.CO.ID, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai stabilitas sektor jasa keuangan tetap terjaga dan kinerja intermediasi Lembaga Jasa Keuangan (LJK) sepanjang periode Januari hingga Februari 2023 tetap tumbuh kuat dan positif. Kondisi ini pun memberikan kontribusi dalam mempertahankan kinerja perekonomian nasional di tengah masih tingginya ketidakpastian global.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan, kinerja perekonomian global di awal 2023 secara umum berada di atas ekspektasi, khususnya di AS dan Eropa untuk pasar tenaga kerja yang persisten kuat dan indikator sektor riil lainnya bergerak positif. Selain itu, reopening perekonomian Tiongkok juga meningkatkan optimisme bahwa resesi global dapat dihindari. Namun demikian, pengetatan kebijakan moneter global diperkirakan terus berlanjut seiring penurunan inflasi yang lambat. Selain itu, harga komoditas yang terus turun perlu dicermati.
“Di tengah dinamika perekonomian global tersebut, indikator perekonomian domestik terpantau tetap solid. Neraca dagang melanjutkan surplus di Januari 2023, begitupun Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur juga terus berada di zona ekspansi dalam kurun waktu 17 bulan terakhir. Optimisme dan konsumsi masyarakat juga mencatatkan perbaikan yang terkonfirmasi dari kenaikan Indeks Keyakinan Konsumen dan Indeks Penjualan Ritel,” katanya dalam keterangannya, di sela-sela Rapat Dewan Komisioner (RDK) Bulanan secara virtual, kemarin.
Pada kondisi perkembangan pasar modal misalnya, kondisi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sampai dengan 24 Februari 2023 tercatat menguat sebesar 0,25 persen month to date (mtd) seiring investor non-resident yang membukukan inflow sebesar Rp3,38 triliun. Secara year to date (ytd) IHSG menguat tipis 0,09 persen dengan inflow investor non-resident sebesar Rp162,8 miliar.
Sementara, di pasar obligasi, kondisi Indonesia Composite Bond Indekx (ICBI) menguat 0,04 persen mtd (1,53 persen ytd) ke level 350,07. Untuk pasar obligasi korporasi, aliran dana keluar investor non-resident tercatat sebesar Rp84,2 miliar secara mtd dan Rp177,2 miliar secara ytd.
“Di pasar Surat Berharga Negara (SBN), non-resident mencatatkan outflow Rp5,82 triliun (mtd) namun secara ytd membukukan inflow sebesar Rp43,88 triliun. Adapun rata-rata yield SBN pada seluruh tenor secara mtd naik sebesar 6,20 basis poin (bps), namun demikian secara ytd masih menguat (turun) sebesar 12,66 bps,” terang Mahendra.
Lebih lanjut, Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksa dana1 tercatat sebesar Rp509,18 triliun atau menurun 0,05 persen (mtd) dengan investor Reksa Dana membukukan net subscription sebesar Rp3,96 triliun (mtd). Secara ytd, NAB reksa dana tumbuh 0,85 persen dan tercatat net subscription sebesar Rp7,88 triliun.
Penghimpunan dana oleh perusahaan melalui pasar modal hingga 24 Februari 2023 tercatat sebesar Rp35,8 triliun, dengan jumlah emiten baru tercatat sebanyak 17 emiten. Di pipeline, masih terdapat 73 rencana Penawaran Umum dengan nilai sebesar Rp108,4 triliun yang diantaranya merupakan rencana IPO yang akan dilakukan oleh 45 calon Emiten Baru.
Sedangkan untuk penggalangan dana pada Securities Crowdfunding (SCF) yang merupakan alternatif pendanaan bagi UMKM, telah terdapat 16 penyelenggara yang telah mendapatkan izin dari OJK dengan 360 penerbit, 142.474 pemodal, dan total dana yang dihimpun sebesar Rp778,5 miliar.
“Tren pertumbuhan jumlah investor terus berlanjut dengan jumlah investor pasar modal mencapai 10,60 juta investor per 23 Februari 2023,” sebutnya.
Kemudian, pada kondisi perkembangan sektor perbankan juga memperlihatkan aktivitas yang positif. Kredit perbankan pada Januari 2023 tumbuh sebesar 10,53 persen year of year (yoy) atau pada Desember 2022 mencapai 11,35 persen yoy menjadi Rp6.310,88 triliun. Penguatan kredit tersebut utamanya ditopang oleh kredit investasi dan kredit modal kerja yang masing-masing tumbuh sebesar 12,61 persen yoy dan 10,03 persen yoy.
“Secara month to month (mtm), nominal kredit perbankan Januari 2023 turun 1,75 persen mtm atau turun sebesar Rp112,68 triliun, yang merupakan siklus yang terjadi pada awal tahun. Sementara itu, Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Januari 2023 tercatat tumbuh sebesar 8,03 persen yoy (Desember 2022: 9,01 persen yoy) menjadi Rp7.953,8 triliun, dengan giro sebagai main driver. Secara mtm, DPK Januari 2023 turun 2,45 persen atau turun sebesar Rp199,77 triliun,” jelasnya lagi.
Likuiditas industri perbankan di awal 2023 masih di atas threshold dengan rasio-rasio likuditas yang terjaga. Rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid/DPK (AL/DPK) pada Januari 2023 masing-masing tercatat sebesar 129,64 persen jika dibandingkan pada Desember 2022 sebesar 137,67 persen dan 29,13 persen atau pada Desember 2022 sekitar 31,20 persen.
“Nilai ini jauh di atas ambang batas ketentuan masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen. Risiko kredit di awal 2023 terjaga dengan rasio NPL net perbankan sebesar 0,76 persen jika dibandingkan Desember 2022 sekitar 0,71 persen, dan NPL gross sebesar 2,59 persen atau pada Desember 2022 hanya 2,44 persen,” jelasnya.
Selanjutnya, kredit restrukturisasi Covid-19 pada Januari 2023 terus mencatatkan penurunan menjadi Rp435,74 triliun jika dibandingkan Desember 2022 sebesar Rp469,15 triliun dengan jumlah debitur yang menurun menjadi 2,02 juta nasabah atau pada Desember 2022 sebanyak 2,27 juta nasabah.
Kemudian, pada sektor Industri Keuangan Non Bank (IKNB), pendapatan premi sektor asuransi di Januari 2023 mencapai Rp30,55 triliun atau tumbuh sebesar 5,22 persen yoy jika dibandingkan Desember 2022 sebesar 1,09 persen yoy. Demikian pula halnya dengan premi asuransi umum dan reasuransi yang tumbuh sebesar 19,80 persen yoy di Januari 2023 mencapai Rp14,53 triliun. Namun demikian, premi asuransi jiwa di 2023 terkontraksi sebesar 5,25 persen yoy, dengan nilai sebesar Rp16,02 triliun.
Nilai outstanding piutang pembiayaan di Januari 2023 tercatat sebesar Rp420,6 triliun atau tumbuh 14,57 persen yoy atau Desember 2022 sebesar 14,18 persen yoy. Kenaikan ini utamanya didorong oleh pembiayaan modal kerja dan investasi yang masing-masing tumbuh sebesar 33,7 persen yoy dan 20,4 persen yoy. Profil risiko Perusahaan Pembiayaan masih terjaga dengan rasio non performing financing (NPF) Januari 2023 tercatat naik menjadi sebesar 2,4 persen jika dibandingkan Desember 2022 sebesar 2,32 persen. Sedangkan sektor dana pensiun tercatat mengalami pertumbuhan aset sebesar 5,48 persen yoy, sementara pada Desember 2022 hanya 4,65 persen yoy, dengan nilai aset mencapai Rp346,86 triliun.
FinTech peer to peer (P2P) lending pada Januari 2023 mencatatkan outstanding pembiayaan yang tumbuh sebesar 63,47 persen yoy mencapai Rp51,03 triliun dari Rp51,12 triliun atau sebesar 71,1 persen yoy pada Desember 2022. Sementara itu, tingkat risiko kredit secara agregat (TWP90) tercatat turun menjadi 2,75 persen yoy atau pada Desember 2022 mencapai 2,78 persen yoy.
“Kami mencermati trepada kondisi ini tren kenaikan risiko kredit dan penurunan kinerja di beberapa FinTech P2P Lending,” sebut Mahendra.
Sementara itu, permodalan di sektor IKNB terjaga dengan industri asuransi jiwa dan asuransi umum mencatatkan Risk Based Capital (RBC) sebesar 477,73 persen dan 321,77 persen jika dibandingkan Desember 2022 sebesar 484,22 persen dan 326,99 persen. Meskipun RBC dalam tren yang menurun dan RBC beberapa perusahaan asuransi dimonitor ketat, namun secara agregat RBC industri asuransi masih berada di atas threshold sebesar 120 persen. Begitu pula pada gearing ratio perusahaan pembiayaan yang tercatat sebesar 2,03 kali jika dibandingkan Desember 2022 sebanyak 2,07 kali), kondisi ini jauh di bawah batas maksimum 10 kali.