REPUBLIKNEWS.CO.ID, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat total dana kerugian masyarakat yang diakibatkan dari penipuan transaksi keuangan hingga 31 Maret 2025 sebesar Rp1,7 triliun.
“Nilai tersebut berasal dari 82.336 rekening yang tercatat pada laporan di Indonesia Anti-Scam Centre (IASC) atau Pusat Penanganan Penipuan Transaksi Keuangan,” ujar Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, dalam keterangannya, kemarin.
Sementara, dari total dana kerugian tersebut sebanyak Rp134,7 miliar berhasil diblokir. Termasuk 35.394 jumlah rekening yang juga berhasil diblokir.
“Kami terus memastikan bahwa layanan IASC akan terus meningkatkan kapasitasnya dalam mempercepat penanganan kasus penipuan di sektor keuangan,” terangnya.
Pada periode yang sama, IASC telah menerima 79.969 laporan. Dimana terdiri dari 55.028 laporan disampaikan oleh korban melalui Pelaku Usaha Sektor Keuangan, seperti perbankan, dan penyedia sistem pembayaran yang kemudian dimasukkan ke dalam sistem IASC. Selanjutnya, 24.941 laporan langsung yang dilaporkan oleh korban ke dalam sistem IASC.
“IASC ini dibentuk oleh OJK bersama anggota Satgas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI), serta didukung oleh asosiasi industri perbankan dan sistem pembayaran sebagai upaya dalam memberikan pelindungan kepada konsumen di sektor jasa keuangan,” tegasnya.
Hal lainnya, dalam upaya penegakkan ketentuan pelindungan konsumen, OJK telah memberikan perintah atau sanksi administratif selama periode 1 Januari 2025 sampai dengan 31 Maret 2025 berupa 35 Peringatan Tertulis kepada 31 Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK), dan 21 Sanksi Denda kepada 20 PUJK.
“Di periode 1 Januari 2025 sampai dengan 10 Maret 2025 terdapat 75 PUJK yang melakukan penggantian kerugian konsumen atas 2.207 pengaduan dengan total kerugian Rp9,76 miliar,” terangnya.
Dalam pengawasan perilaku PUJK (market conduct), OJK telah melakukan penegakan ketentuan berupa sanksi administratif atas hasil pengawasan langsung maupun tidak langsung. Dimana, sejak 1 Januari 2025 sampai dengan 31 Maret 2025, OJK telah mengenakan 2 sanksi administratif berupa denda, serta 2 sanksi administratif berupa peringatan tertulis atas pelanggaran ketentuan pelindungan konsumen dalam penyediaan informasi dalam iklan.
Guna mencegah terulangnya pelanggaran serupa, OJK juga mengeluarkan perintah untuk melakukan tindakan tertentu termasuk menghapus iklan yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagai hasil dari pengawasan langsung atau tidak langsung.
“Ini dilakukan dalam rangka pembinaan agar PUJK senantiasa patuh terhadap ketentuan terkait pelindungan konsumen dan masyarakat,” tutup Friderica.