Republiknews.co.id

Sumpah Basa-basi

Oleh: Falihin Barakati

Dulu, di zaman kerajaan, kita mengenal Sumpah Palapa. Dengan sumpah itu, seorang Gadjah Mada mampu menyatukan Nusantara. Karenanya, kerajaan Majapahit menjadi kerajaan digdaya dengan wilayah kekuasaan yang sangat luas.

Lalu, di zaman penjajahan, kita mengenal Sumpah Pemuda. Dengan Sumpah itu, Soegondo Djojopuspito cs mampu membangkitkan semangat persatuan para kelompok pemuda dari berbagai daerah untuk menyatakan satu tanah air, bangsa dan bahasa, Indonesia. Ini menjadi semangat baru dan pemantik perjuangan untuk bersatu melawan penjajahan hingga berhasil merebut kemerdekaan.

Sekarang? Entahlah sumpah apa. Yang sering saya dengar, “sumpah bro” atau “sumpah guys”. Atau yang lebih keren, kata “sumpah” diganti dengan kata “suer”. Ini sumpah yang sudah terkontaminasi dengan bahasa Inggiris. Ada juga yang asli Indonesia, misal “sumpeh lho” kata anak Jakarta. “Sumpah ki”, atau “sumpah kune”, kata anak Sulawesi. Dan masih banyak sumpah sejenis lainnya. Mengucapkannya, sambil mengangkat dua jari (jari telunjuk dan jari tengah), semacam kode politik dua periode.

Itu beberapa sumpah yang sering diucapkan oleh anak-anak milenial (sebutan anak muda kekinian). Entah untuk menyatukan apa. Dan, memang bukan untuk menyatukan apa-apa. Hanya basa-basi saja. Kalau serius, sudah banyak orang yang disambar gledek. Atau kepalanya ketiban buah duren.

Lalu, Sumpah Pemuda yang dulu diikrarkan oleh pemuda 92 tahun silam dimana? Apakah ikut terkubur di dalam tanah bersama para pencetusnya? Bisa jadi. Soalnya yang bersumpah dan mengucapkan ikrar itu, mereka pemuda yang dulu. Bukan anak milenial sekarang.

Tapi, tidak juga. Sumpah Pemuda itu masih ada. Setiap tahun, tanggal 28 Oktober kita peringati. Masih dibacakan dengan berapi-api, sekalipun minimal setahun sekali. “Sumpah Pemuda. Kami putera dan puteri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia. Kami putera dan puteri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, tanah air Indonesia. Kami putera dan puteri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”

Sayangnya, sekarang sumpah ini hanya sebatas kata-kata yang diucapkan belaka. Nilai persatuan yang menjadi pesan sumpah itu menguap ke udara, lalu hilang seperti embun di siang hari. Lihat saja, saudara-saudara kita di ujung timur Indonesia, Papua masih saja dihantui dengan isu-isu rasial. Juga, politik kita masih menghendaki bahkan menguatkan politik identitas, baik dari sisi etnis hingga agama. Sebaran hoaks, hate speech hingga adu domba sesama anak bangsa masih mewarnai dinamika dan iklim demokrasi kita. Semuanya berpotensi besar merusak persatuan kita sebagai satu tanah air dan bangsa Indonesia.

Apakah Sumpah Pemuda itu juga adalah sekedar basa-basi bagi pemuda dan seluruh elemen masyarakat lainnya saat ini? Semoga saja tidak.

Tapi, ada satu lagi jenis sumpah yang lain. Namanya Sumpah Jabatan. Sumpah yang sering dilakukan secara seremonial oleh para pejabat yang akan dilantik baik sebagai pejabat eksekutif maupun legislatif. Dari pejabat yang tua, hingga pejabat yang muda, pasti mengucapkan sumpah jenis ini. Pelaksanaannya begitu sakral, karna tidak hanya mengandung unsur hukum formil, tetapi juga hukum agama .

Tujuanya sangat mulia. Salah satunya agar jabatan yang diemban dapat dijalankan secara benar, jujur dan amanah serta penuh tanggungjawab. Sekalipun demikian, masih banyak juga pejabat yang melanggar sumpahnya itu. Tidak percaya? Coba cek siapa yang paling banyak pakai rompi orange! Pejabat-pejabat yang sebenarnya sudah kaya, tapi masih menyukai kemiskinan, jadinya diberi tempat tinggal di Suka Miskin. Lalu, apakah ini sumpah basa-basi juga? Maybe no, maybe yes.

Selamat memperingati Hari Sumpah Pemuda ke-92. (*)

Exit mobile version