REPUBLIKNEWS.CO.ID, MAKASSAR — Pemilu 2024 tinggal dua tahun lagi. Ditengah wacana penundaan pemilu yang dilontarkan sejumlah elit politik, Celebes Research Center (CRC) melakukan survey di Kota Makassar pada 17 sampai 27 Februari 2022. Hasilnya 88 persen masyarakat Makassar menolak adanya penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden.
CRC memotret keinginan masyarakat khususnya di Kota Makassar Sulawesi Selatan terkait wacana penundaan pemilu 2024 dan penambahan masa jabatan presiden. Survei tersebut menunjukkan mayoritas pemilih di Kota Makassar menolak wacana tersebut.
“Survei menunjukkan 88,8 persen pemilih Makassar tidak setuju, dan hanya 11,2 persen yang setuju dengan wacana penundaan Pemilu dan perpanjangan masa jabatan Presiden” kata Direktur Eksekutif CRC, Herman Heizer, Kamis (31/03/2022).
Dia menambahkan jumlah sampel ditetapkan sebanyak 600 responden yang tersebar secara proporsional di semua kecamatan. Sampel diambil secara random dengan Teknik pengacakan secara bertingkat (multistage random sampling). Margin of error (MoE) 4% dengan derajat
kepercayaan 95%.
Selain memotret sikap masyarakat terkait wacana penundaan pemilu 2024, CRC juga memotret bagaimana kecenderungan pemilih Kota Makassar dalam menentukan pilihannya dalam Pemilu Legislatif. Manakah yang lebih berpengaruh dalam mendulang suara Partai atau figure figure calegnya.
Figur caleg atau partai kah yang paling mempengaruhi pemilih dalam membuat keputusan?. Survei menunjukkan 70,8 persen pemilih lebih mempertimbangkan figure caleg sebagai dasar pengambilan keputusan pilihan. Sementara hanya 20,3 persen pemilih Kota Makassar yang menyatakan lebih mempertimbangkan partai sebagai dasar pengambilan keputusan pilihan.
“Menarik untuk dicermati, kecenderungan semacam ini berlaku hampir merata di semua konstituen partai-partai. Termasuk partai yang selama ini dipersepsi sebagai partai yang konstituennya memiliki party identification (Party ID) yang kuat, seperti PDIP dan PKS,” ungkapnya.
Kecenderungan pemilih lebih dipengaruhi figure caleg tenimbang partai menurut Herman, membuat fenomena split voting akan berpeluang besar terjadi, dimana pilihan pemilih untuk memilih anggota DPR-RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kota tidak linear berasal dari Partai yang sama.
“Dikonfirmasi oleh survey, dimana 75,8 persen pemilih menyatakan pilihan partai bisa berbeda di tiap tingkatan karena tergantung figure-figur calegnya. Hanya 14,7 persen pemilih Kota Makassar yang menegaskan akan memilih partai yang sama disemua jenjang tingkatan,” beber Herman.
Survei ini juga memotret tingkat awareness public terhadap perhelatan Pemilu yang sudah ditetapkan oleh UU akan dilaksanakan pada tahun 2024. Pemilu serentak pertama dalam sejarah Republik Indonesia. Dan tak ketinggalan survey juga merekam bagaimana respons pemilih Makassar terhadap wacana penundaan Pemilu yang berimplikasi pada perpanjangan masa jabatan Presiden, Wakil Presiden dan DPR di semua tingkatan.
Terkait dengan awareness pelaksanaan Pemilu pada 2024, survey menunjukkan baru 57 persen pemilih Kota Makassar yang tahu bahwa Pemilu Legislatif dan pemilihan presiden akan digelar pada Februari 2024 mendatang dan 55,5 persen yang aware jika pemilihan Gubernur dan Wali Kota, Bupati dilaksanakan beberapa bulan setelahnya, yakni pada November 2024.
“Melihat hasil survei ini menjadi tugas KPU, pemerintah, Partai Politik dan semua pihak terkait untuk menyosialisasikan gelaran hajat demokrasi bersejarah disisa waktu 2 tahun ke depan. Tak kalah penting dari menyosialisasikan waktu pelaksanaan adalah segenap pihak melakukan edukasi politik agar pemilih semakin matang dan rasional dalam menentukan pilihan,” jelas Herman. (*)