Catatan M.Dahlan Abubakar (Pimpinan Redaksi Republikanews.co.id)
REPUBLIKNEWS.CO.ID — Matahari Papua bersinar terik pada hari keenam Oktober 2021 itu. Panas ini tidak mengurungkan semangat kami menuju Skouw, Pos Lintas Batas Negara (PLBN) yang terletak sekitar 50 km di sebelah timur Kota Jayapura ini. Kendaraan yang lalu lalang cukup ramai. Sepeda motor yang dilarikan dalam kecepatan semitinggi meninggalkan deru mesin yang memekakkan telinga.
Tidak berapa jauh dari Jembatan Merah, Ramadhan menghentikan kendaraannya di sebelah kanan. Di dekat lokasi mobil berhenti ada sebuah warung, “Sama Tellu” Holtekamp mirik orang Barru. Di sini disajikan menu khas Makassar, ikan bakar dan macam-macam.
Bangunan warung yang tegak di atas bagian dari tambak ini panasnya bukan main. Keringat saya mengucur di wajah. Beberapa unit kipas angin tidak mampu menghalau panas yang menyerbu ke dalam warung yang sedang sarat dengan pengunjung. Saya sempat menunaikan salat zuhur dan asar yang digabung (dijamak).
Jalan menuju PLBN Skouw mulus. Hanya saja agak sempit. Pak Ramadhan yang tamatan SMEA Amsir Parepare tahun 2002 itu memberitahu saya kalau di sepanjang jalan berdiam orang dari Sulawesi Selatan, Setiap ada yang menarik saya yang duduk di samping kirinya, diberitahu. Begitu pun ketika menjelang satu tikungan tajam yang disertai tanjakan pria yang aktif di berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan ini memberitahu Pos Pengamanan TNI.
PLBN Skouw yang kami sambangi akhir-akhir ini kian ramai, setelah pernah ditutup karena pandemi Covid-19. Setahun sebelum Covid-19, di sini pernah dilaksanakan Festival Crossborder Skouw 2019. Berbagai acara dan atraksi ditampilkan pada acara ini.
PLBN Skouw berdiri sejak tahun 2006. Pembangunan sejumlah fasilitas gedung baru dilaksanakan pada tahun 2016 dan diresmikan 9 Mei 2017. Setiap hari wisatawan yang berkunjung bisa mencapai 300-500 orang. Tetapi kalau pada hari pasar bisa mencapai 1000-1.500 orang per hari.
Data Bank Indonesia Perwakilan Provinsi Papua mengungkapkan pada tahun 2018 setiap hari terdapat perputaran uang senilai Rp 3 miliar di Pasar Skouw. Pasar yang terletak tidak jauh dari pos perbatasan itu, menjadi tujuan favorit para pelintas batas asal Papua Nugini berbelanja kebutuhan pokok. Termasuk kosmetik dan hasil industri minyak sawit. Harga kebutuhan di Pasar Skouw ini jauh lebih murah bila dibandingkan di Papua Nugini.
Gedung di PLBN Terpadu Skouw berdesain sangat kental dengan sentuhan budaya lokal Papua, Bentuknya mengadaptasi bangunan khas rumah Tangfa lengkap dengan ornamen lokal pada sisi luar bangunan.
Dari kejauhan, sebelum kita masuk ke areal PLBN Terpadu ini, terlihat mencolok dan megah. Taman-taman terperihara dengan baik dan bersih. Ada dua bangunan besar yang tegak sejajar. Di sekeilingnya rumah penduduk berdinding kayu dan beratap seng.
Di pintu gerbang utama tertulis “PLBN Skouw”. Tidak ada penjagaan di sini. Setelah melintasi pintu gerbang utama, ada palang yang mengharuskan pengunjung berhenti beberapa ratus meter dari pintu utama.
Fasilitas yang telah dibangun antara lain rumah dinas pegawai, wisma Indonesia, gedung serbaguna, pasar perbatasan dengan 304 kios (basah dan kering), fasilitas umum seperti “rest area” (yang ada di antara dua gerbang perbatasan negara), ATM Center, masjid, gereja, fasilitas sosial (plaza dan ruang terbuka hijau dan tentu saja Pos Pengamanan Perbatasan (Pamtas) TNI/Polri.
Satu gedung adalah pintu keluar wilayah Indonesia menuju wilayah Papua Nugini, sementara satu gedung lainnya pintu masuk menuju wilayah Indonesia. Kami menitikkan perhatian untuk berfoto di bagian depan yang ada tertulis “Skouw Border Post of the Republic of Indonesia”, Objek lainnya adalah garuda raksasa yang menghadap ke Papua Nugini yang dapat difoto di areal netral (antara kedua pintu gerbang negara).
Pak Ramadhan yang mengantar kami turun melapor dan menitipkan kartu tanda penduduk (KTP)-nya. Pak Ramadhan kemudian meminta ID Card saya selaku anggota kontingen PON XX/2021 Papua untuk diperlihatkan kepada anggota Pamtas yang berjaga di pos tersebut untuk memastikan bahwa yang berkunjung adalah tamu khusus. Kami pun melanjutkan perjalanan menuju tempat parkir, tetapi kemudian segera berpindah ke tempat parkir tak jauh dari gerbang kedua negara karena Danpos Skouw Iptu Kasrun memandu kami.
Kami beruntung diantar Pak Ramadhan yang memiliki kenalan Komandan Pos (Danpos) Skouw Iptu Kasrun yang tidak lain warganya di sekitar Gelanggang Expo Waena Abepura Kota Jayapura. Suami seorang bidan yang pernah tinggal di Parepare dan Mamuju antara 1989-2002 ini banyak membantu kontingen Sulawesi Selatan selama PON XX/2021 Papua ini terlebih dahulu mengontak Iptu Kasrun sebelum kami tiba.
Tidak lama seorang laki-laki yang menunggang motor trail muncul dan mengarahkan kendaraan kami yang sudah berhenti di tempat parkir khusus bergeser ke bawah sebuah atap gedung tidak jauh dari pintu pagar batas area netral yang tertutup rapi. Kehadiran Iptu Kasrun ini membuat kami bisa langsung masuk melintasi pagar pembatas dan mengabadikan diri dengan mengambil gambar di area netral di antara dua pagar pembatas negara.
Saya sempat mengintip ke bagian halaman pos perbatasan wilayah Papua Nugini, namun tak seorang pun tampak. Suasananya terlihat sepi. Mungkin para petugas pengamanan perbatasannya ada di balik kaca gedung. Entahlah, yang jelas tidak ada tanda-tanda kehidupan di sebelah sana.
Jika berada di area netral dan membelakangi gerbang Indonesia, tampak gerbang PNG yang di sebelah kiri terdapat tulisan “Welcome to Papua New Guinea Jesus Christ is..”. Di sebelah kanan pada bagian “papan” nama yang sama tertulis “Welkam long Papua Nugini Lord Over This Land” (Selamat Datang, Papua Nugini berkuasa atas tanah ini) . Bangunan perbatasan PNG ini sangat bersahaja jika dibandingkan bangunan pintu gerbang perbatasan Republik Indonesia yang tampak “gagah” dan kokoh.
Di bagian depan, dari arah pintu gerbang PNG terlihat lambang garuda yang terbingkai dalam “frame” bersegi enam dan dikelilingi warna hitam dengan tulisan Republic of Indonesia di kiri kanan gambar garuda. Tembok di atas lambang garuda itu berwarna merah kombinasi warna putih di bawahnya. Gerbang ke arah wilayah Indonesia ini jauh lebih artistik ditopang oleh masing-masing empat pilar dari kiri dan kanannya. Bangunannya pun lebih megah jika dibandingkan bangunan dan tulisan gerbang gerbang PNG yang sederhana.
Di sebelah kiri, sekitar 100m terdapat tower. Mungkin untuk pengamatan jauh ke wilayah lawan. Di sebelah utara tapal batas dua negara adalah laut lepas, ya Samudera Pasifik.
Setelah puas berfoto di area netral, kami kembali masuk ke “wilayah Indonesia”. Seorang anggota Polri mengenakan helm dengan kacamata gelap menyandang senjata organik Polri menjaga pintu keluar masuk ke area netral di gerbang Indonesia. Kami sempat bergambar bersama dengan pria yang kemudian saya tahu bernama Dani, asli Toraja, tetapi sudah lama di Papua. Dia juga menjadi anggota Polri setelah mendaftar di Papua. Meskipun orang tuanya asli Toraja, Dani mengaku belum pernah melihat tanah kelahiran moyangnya.
Setelah kami meninggalkan area netral, ternyata pintu gerbang ke area itu sudah ditutup.
“Memang tadi pintu gerbangnya dibuka hanya untuk kita,” kata Pak Ramadhan kepada saya saat kami mengambil gambar diri di depan tulisan yang tertulis “The Border Post of Republic of Indonesia”.
Di depan papan bicara berukuran besar itu, saya sempat ber-video call dengan istri di Makassar. Melaporkan bahwa saya sudah berada di ujung paling timur republik ini dan baru saja berada di sisi barat Papua Nugini. (*)
