REPUBLIKNEWS.CO.ID, MAKASSAR – Penyidik Satreskrim Polrestabes Makassar menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan kekerasan terhadap Rektor Universitas Atma Jaya Makassar, Dr Wihalminus Sombo Layuk.
Penetapan tersebut terungkap melalui Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) Nomor: 199.4/VII/RES/1.24/2025/Reskrim yang telah dilayangkan ke Kejaksaan Negeri Makassar.
Ketiga tersangka tersebut masing-masing berinisial MH, S alias DB, dan S. Dua nama terakhir diketahui merupakan petugas satuan pengamanan (Satpam) di Universitas Atma Jaya Makassar, Jalan Tanjung Alang, Tamalate, Kota Makassar.
Sebelumnya, penyidikan dilakukan berdasarkan Laporan Polisi Nomor: LP/B/474/III/2025/SPKT/POLRESTABES MAKASSAR tanggal 21 Maret 2025, serta Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP-Sidik/188/V/Res.1.24/2025/Reskrim tanggal 20 Mei 2025.
Dugaan tindak pidana ini mengacu pada Pasal 335 ayat (1) jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang perbuatan memaksa dengan kekerasan. Kasus ini bermula pada 19 Maret 2025 lalu sekitar pukul 10.30 WITA, di lantai 3 Gedung Rektorat Universitas Atma Jaya, Jalan Tanjung Alang, Kecamatan Tamalate, Makassar.
Menurut keterangan saksi dan dokumen penyidikan, insiden terjadi saat Dr Wihalminus memimpin rapat senat, forum tertinggi dalam struktur akademik universitas. MH diduga menerobos masuk ke ruangan rapat dan menunjukkan surat yang menyatakan bahwa sang rektor telah diberhentikan dari jabatannya, kemudian memerintahkan dua petugas keamanan untuk menyeret keluar Wihalminus dari ruang rapat hingga ke pintu lift.
Ketua Senat Universitas Atma Jaya Makassar, Dr Rafael Tunggu sempat mengeluarkan kecaman keras terhadap tindakan tersebut. Ia menyebut perbuatan itu sebagai bentuk pelanggaran terhadap norma dan etika akademik.
“Saya mengutuk keras tindakan yang dilakukan oleh oknum tersebut. Rapat senat adalah forum akademik tertinggi, tidak sepatutnya dinodai dengan cara-cara kekerasan seperti itu,” ujar Rafael kepada media, Kamis (27/3/2025) lalu.
Rafael berharap pihak kepolisian dapat bertindak profesional dalam menangani perkara ini.
“Jika ada dugaan tindak pidana dan tersedia alat bukti yang cukup, maka pelakunya harus diproses hukum hingga ke pengadilan. Termasuk pihak internal kampus yang terlibat atau memfasilitasi pihak luar mengganggu ketertiban kampus,” tegasnya.
Sementara itu, akademisi Universitas Hasanuddin, Dr Hasrullah juga mengecam aksi kekerasan tersebut. Ia menyayangkan sikap oknum yang bertindak di luar koridor hukum yang berlaku.
“Kampus adalah lingkungan pendidikan. Tidak dibenarkan adanya tindakan bergaya premanisme dalam bentuk apapun,” ujar Hasrullah.
Menurutnya, peristiwa itu mencoreng nama baik institusi pendidikan dan berharap kepolisian dapat menegakkan hukum untuk mencegah kejadian serupa terjadi di masa yang akan datang. (*)