REPUBLIKNEWS.CO.ID, MUNA – Penyebab kematian Amis Ando (43) warga Lorong Kancil, Kelurahan Watonea, Kecamatan Katobu, Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara, hingga kini belum terungkap.
Untuk mengetahui penyebab pasti meninggalnya Amis saat diamankan Sat Reskrim Polres Muna pada 3 Mei 2022 lalu, Tim Forensik independen Universitas Haluoleo (UHO) Kendari bersama Bidokkes Polda Sultra telah didatangkan untuk melakukan autopsi pada jenazah korban (Amis).
Sejumlah organ dalam korban diambil saat autopsi digelar di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Warangga, pada 7 Mei 2022 , yang kemudian dikirim ke Laboratorium Forensik (Labfor) Kota Makassar.
Informasi yang dihimpun dari berbagai sumber, Labfor Makassar telah resmi mengeluarkan hasil autopsi dan sudah diserahkan ke pihak Polda Sultra, pada 6 Juni 2022.
Namun, Polda Sultra yang dikabarkan telah mengambil alih kasus tewas Amis itu, justru ‘bungkam’. Hasil autopsi yang dinanti pihak keluarga dan kerabat korban belum juga dirilis secara resmi hingga kini.
Dimana tujuan autopsi digelar tidak lain adalah untuk mengetahui penyebab pasti kematian Amis.
Pihak keluarga dan kerabat yang dibantu sejumlah mahasiswa UHO Kendari berulang kali menyambangi Mapolda Sultra. Bahkan beberapa kali aksi mendesak agar hasil autopsi dipublikasikan baik di Mapolda Sultra maupun di Mapolres Muna.
Namun pihak Kepolisian tak bergeming. Hasil autopsi jasad Amis bak barang ‘koleksi’ Polda Sultra.
Buntutnya, tindakan Polda Sultra ini memantik reaksi dan tanda tanya besar Baik itu dari pihak keluarga sendiri maupun dari kalangan masyarakat serta aktivis di Bumi Anoa.
Kabid Humas Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Halu Oleo (UHO), Jafir Halim menilai Kapolres Muna saat ini sangat tidak layak untuk menduduki jabatan strategis karena gagal menjaga marwah Bhayangkara.
Jafir meminta agar Kapolres Muna sadar diri untuk mundur dari jabatannya karena tidak cukup mampu memberikan arahan dan pengawasan terhadap bawahannya untuk dapat bersikap humanis terhadap setiap warga negara.
“Hal yang mendasari ketidak mampuan Kapolres Muna untuk menjadi seorang pemimpin berkaitan dengan matinya Amis Ando (AA) pada 4 Mei 2022 silam,” kata Jafir Kepada Republiknews.co.id, Sabtu (16/07/2022).
Pasca kematian AA Kapolres Muna justru mengambil sikap gegabah dengan mengatakan bahwa AA tewas tanpa ada tanda-tanda kekerasan. Pernyataan tersebut berbanding terbalik dengan keterangan salah seorang dokter forensik yang melakukan autopsi, ia mengungkapkan bahwa tulang leher AA retak dan patah, parut diduga terdapat tanda-tanda kekerasan.
Jafir menambahkan, hal tersebut membuktikan Kapolres Muna hadir sebagai seorang penyebar informasi bohong, dan terbukti telah melanggar UU No. 11 Tahun 2008 atau UU ITE pasal 28 Ayat 1 dan 2.
“Berdasarkan keterangan di atas, sudah lebih dari cukup untuk Kapolda Sultra mengevalusi dan sesegera mungkin menyampaikan ke Mabes Polri akan ketidaklayakan Kapolres Muna. Perlu diketahui, hingga saat ini keluarga korban sementara berjuang mencari keadilan,” pungkasnya.
Sebelumnya Kapolres Muna AKBP Mulkaifin saat diwawancarai Republiknews.co.id Selasa (05/07/2022) menyampaikan terkait hasil autopsi tersebut sama-sama kita menunggu hasil penyelidikan Tim dari Polda Sultra.
“Nanti Polda Sultra yang sampaikan hasil autopsi itu,” singkatnya.
Sementara, Direktur Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Sultra, AKBP I Wayan Riko Setiawan saat dikonfirmasi terkait hal itu, hingga berita inj diterbitkan tidak menanggapi pesan WhatsApp dan telepon dari Republiknews.co.id.
