REPUBLIKNEWS.CO.ID, MAKASSAR — Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sulawesi Selatan (Kanwil Kemenkumham Sulsel) bekerjasama Badan Strategi Kebijakan Hukum HAM melakukan kajian terkait strategi kebijakan pengadilan HAM di Indonesia.
Hal ini dibahas dalam Obrolan Peniliti (Opini) Kebijakan dengan mengangkat tema “Analisis Strategi Kebijakan Pengadilan HAM di Indonesia” yang berlangsung secara daring dan dipusatkan, di Ruang Rapat Pimpinan Kanwil Kemenkumham Sulsel.
Kakanwil Kemenkumham Sulsel Liberti Sitinjak mengatakan, kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pemanfaatan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Badan Strategi Kebijakan Hukum dan HAM. Di mana penelitian ini dilakukan oleh pemangku kepentingan dan masyarakat untuk dijadikan sebagai bahan data dukung rumusan kebijakan.
“Khususnya dalam pemberian bantuan hukum bagi masyarakat,” katanya dalam kegiatan, kemarin.
Lanjutnya, hal tersebut juga sebagai upaya mendukung hasil analisis strategi kebijakan hukum dan HAM untuk perbaikan dalam rancangan UU Pengadilan HAM di Indonesia.
Ia menyebutkan, pemeritah telah mengesahkan Undang-undang (UU) No 26/2000 tentang Pengadilan HAM pada 2000 lalu untuk menjamin pelaksanaan HAM serta memberi perlindungan, kepastian, keadilan, dan perasaan aman kepada individu.
“Undang-undang ini yang mendasari adanya pengadilan HAM di Indonesia yang berwenang untuk mengadili para pelaku pelanggaran HAM berat,” jelas Liberti.
Saat ini, Kemenkumham melalui Badan Strategi Kebijakan Hukum dan HAM telah melakukan penelitian terkait analisis startegi kebijakan tentang pengadilan HAM di Indonesia.
Sementara, Direktur Jenderal HAM Dhahana Putra mengaku, Opini Kebijakan ini merupakan wadah penyampaian informasi sekaligus menjembatani antara pihak pemerintah, akademisi, dan masyarakat sipil.
“Kami sadar bahwa terdapat banyak informasi dari pemerintah yang tidak sampai kepada masyarakat. Sebaliknya, ada banyak aspirasi dan masukan yang tidak sampai ke pemerintah. Lewat kegiatan ini menjadi salah satu sarana untuk menjembataninya sekaligus menumbuhkan sikap analisis terhadap isu strategis yang sedang terjadi,” terang Dhahana.
Ia mengungkapkan, terkait dengan penerapan UU Pengadilan HAM yang telah berjalan lebih dari 20 tahun, dinilai masyarakat masih belum menjadi mekanisme penyelesaian pelanggaran HAM berat secara optimal. Hal ini dikarenakan masih menyisakan celah hukum yang berujung pada penundaan proses hukum terhadap kasus atau dugaan pelanggaran HAM yang berat.
“Dengan adanya kegiatan ini diharapkan akan menghasilkan solusi-solusi terhadap permasalahan yang ada,” harapnya.
Adapun Kegiatan ini menghadirkan tiga orang narasumber yaitu, Analis Kebijakan Ahli Muda, Tony Yuri Rahmanto yang membahas Urgensi Perbaikan dan Usulan Materi dalam Rancangan Undang-Undang Pengadilan HAM. Kemudian, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, Muhammad Haedir dengan membahas Pengadilan HAM dan Impunitas.
Selanjutnya Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Judhariksawan dengan pembahasan Pengadilan HAM.
Opini Kebijakan ini juga diikuti oleh Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM (Kadiv Yankum HAM) Hernadi, Kepala Bidang HAM Utary Sukmawati Syarief, unsur praktisi hukum, perguruan tinggi, organisasi masyarakat, instansi terkait, dan lainnya.
