0%
logo header
Selasa, 02 Agustus 2022 08:46

Di Sidang Kasus Korupsi Askrindo, Ahli Hukum Administrasi Negara Sebut Kerugian Negara Harus Nyata Dan Pasti

Arnas Amdas
Editor : Arnas Amdas
Penasihat hukum terdakwa Direktur Operasional Ritel PT Askrindo Anton Fadjar Alogo Siregar, Zecky Alatas di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. (Ist)
Penasihat hukum terdakwa Direktur Operasional Ritel PT Askrindo Anton Fadjar Alogo Siregar, Zecky Alatas di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. (Ist)

REPUBLIKNEWS.CO.ID, JAKARTA — Ahli hukum administrasi negara, Dian Simatupang dan ahli hukum pidana Chairul Huda dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan korupsi Pengelolaan Keuangan PT Askrindo Mitra Utama (PT AMU) Tahun Anggaran 2016-2020.

Dian yang dihadirkan secara virtual awalnya menjelaskan bahwa penyertaan modal negara menurut Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2005, adalah pengalihan kepemilikan yang sebelumnya menjadi milik negara menjadi milik badan hukum yang menerimanya.

“Kekayaan atau keuangan tersebut kemudian dikelola berdasarkan mekanisme badan hukum tersebut,” ungkap Dian yang dihadirkan tim penasihat hukum terdakwa Direktur Operasional Ritel PT Askrindo Anton Fadjar Alogo Siregar, Zecky Alatas di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (01/08/2022).

Baca Juga : Polisi Periksa Kabag Perencanaan Dan Keuangan Pemkab Jeneponto, Dugaan Korupsi Dana Operasional

Dengan demikian, lanjut Dian, status hukum keuangan dan kekayaannya tidak lagi tunduk pada mekanisme kekayaan negara pada umumnya dan mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Ia juga menjelaskan bahwa keuangan anak perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bukanlah keuangan negara. Berdasarkan Pasal 1 ayat 1 Peraturan Menteri BUMN Nomor 4 Tahun 2020, anak usaha BUMN merupakan perseroan terbatas yang dimiliki atau dikuasi BUMN.

“Dari segi modal, BUMN berasal dari negara yang dicatat dalam APBN. Baru kemudian diterbitkanlah PP tentang penyertaan modal yang dicatat dalam kas BUMN. Jadi keputusan (PMN) bukan dari pemerintah, tapi dari BUMN tersebut,” ungkapnya.

Baca Juga : Bahaya Korupsi Berdampak Terhadap Demokrasi dan Politik Kita di Indonesia

Selanjutnya, kata Dian, jika anak usaha BUMN mengalami kerugian tidak dapat dikategorikan kerugian negara. Sebab sumber keuangannya bukan dari kas negara.

Walaupun aparat penegak hukum mau menyatakan demikian, maka harus dapat dibuktikan dari neraca laba rugi yang tercatat di BUMN.

“Tidak bisa berdasarkan persepsi, karena kerugian negara itu nyata dan pasti,” katanya lagi.

Baca Juga : Polisi Tingkatkan ke Penyidikan Kasus Korupsi Jual Beli BBM Non Tunai

Lebih lanjut Dian mengatakan, berdasarkan Pasal 1 angka 22 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014, kerugian negara adalah kekurangan yang dapat dihitung secara pasti berdasarkan laporan keuangan dan akibat dari perbuatan melawan hukum baik hukum pidana, hukum administrasi dan hukum perdata dan atau kelalaian.

“Jadi tidak bisa setiap kerugian negara itu pasti akan menjadi perbuatan melawan hukum pidana,” ujarnya.

“Saya ingin pertajam, apakah maksud nyata dan pasti?” tanya Zecky Alatas.

Baca Juga : Mantan Kadis Perhubungan Sulsel dan Anggota DPRD Aktif Ditetapkan Tersangka Korupsi

Dian kemudian menjelaskan bahwa nyata adalah kekurangan uang, surat berharga dan barang memang nyata berkurang yang dibuktikan dengan laporan keuangan atau hasil penelusuran kas atau neraca laba rugi atau standar bukti otentik lainnya yang dapat dipertanggungjawabkan. Sementara pasti, jumlahnya harus jelas dan dapat dihitung.

“Jadi bukan suatu dugaan, suatu indikasi, potensi bahkan imajinasi. Harus benar-benar dapat dihitung berdasarkan nilai buku,” ungkapnya.

Lebih lanjut, jika ada kekurangan uang, barang dan surat berharga karena adanya salah wewenang, salah prosedur dan salah pelaksanaan, maka hal itu menurut Dian merupakan persoalan kerugian negara di dalam administrasi yang dapat dilakukan pengembalian dalam waktu 10 hari.

Baca Juga : Mantan Kadis Perhubungan Sulsel dan Anggota DPRD Aktif Ditetapkan Tersangka Korupsi

“Kalau dalam keuangan negara dikenal tuntutan kerugian negara, tapi kalau di perusahaan ada Standar Operasional Prosedur (SOP) sendiri dalam pengembalian,” tukas Dian.

Sementara itu, Ahli Pidana Chairul Huda mengatakan, dalam merumuskan delik Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Tipikor, aparat penegak hukum harus dapat membuktikan delik perbuatan melawan hukum yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan menimbulkan kerugian negara.

“Tidak dapat dipisahkan antara perbuatan melawan hukum sendiri dan kerugian negara sendiri,” ungkapnya.

Baca Juga : Mantan Kadis Perhubungan Sulsel dan Anggota DPRD Aktif Ditetapkan Tersangka Korupsi

Selanjutnya terkait pengertian perbuatan melawan hukum dengan menyalahgunakan kewenangan juga harus dicari hubungannya yang dapat dikaitkan dengan timbulnya kerugian negara dalam anak BUMN, khususnya Askrindo.

Sebab menurutnya, dalam bidang asuransi sangat tergantung norma apa yang dilanggar. “Apakah norma internal yang dikatakan sebagai pelanggaran SOP yang berakibat pada hukum adninistrasi belaka,” katanya.

Maka dari itu Huda menilai, apakah perbuatan melawan hukum dalam kasus Askrindo melanggar peraturan UU dan hukum pidana yang dapat dikategorikan dalam perbuatan tindak pidana korupsi, atau hanya melanggar hukum korporasi

Baca Juga : Mantan Kadis Perhubungan Sulsel dan Anggota DPRD Aktif Ditetapkan Tersangka Korupsi

“Kalau sumber hukumnya dalam perjanjian kerjasama maka ini bukan perjanjian perundang-undngan, yang berarti ada di dalam ranah hukum privat dan perseroan. Sedangkan yang dimaksud hukum pidana ada dalam ranah hukum publik,” tutupnya.

Penulis : Wahyu Widodo
Redaksi Republiknews.co.id menerima naskah laporan citizen (citizen report). Silahkan kirim ke email: redaksi.republiknews1@gmail.com atau Whatsapp +62 813-455-28646