REPUBLIKNEWS.CO.ID, JAKARTA – Gerakan Mahasiswa Peduli Korupsi Sulawesi Tenggara (GMPK Sultra) mendesak Kejagung RI dan KPK RI sebagai aparat penegak hukum untuk menindak lanjuti terkait dugaan mark up yang dilakukan oleh Kadis Kesehatan & Direktur BLUD RS Konawe, dalam kegiatan pengadaan barang/jasa penanganan Covid-19 TA 2020.
Jendlap GMPK Sultra Muhammad Gilang Ramadan mengatakan, dugaan mark up penanganan Covid-19 tersebut yakni pengadaan barang dan jasa yang tidak bisa diyakini kewajaranya.
“Seperti, Dinas Kesehatan Dana kontigensi penanganan covid 19 No Sp2d. 11186/sp2d/4.04.05/2020, BLUD Dana Kontigensi penanganan covid 19 No SP2D.08945/SP2D/4.04.5/2020, dan dana kontigensi penanganan covid 19 tahap II No SP2D_11184/SP2D/4.04.4.05/2020,” ungkap Gilang Ramadan melalui keterangan persnya yang diterima Republiknews.co.id, Selasa (25/01/2022).
Baca Juga : Husniah Talenrang Beri Bantuan Pangan ke Warga Miskin Ekstrem di Parangloe
Ia akan mengawal dugaan korupsi tersebut sampai ke ranah hukum.
“Dari temuan tersebut kami menduga adanya kongkalikong, abuse of power atau penyalahgunaan wewenang jabatan demi memuluskan kejahatan melawan hukum atau korupsi. Maka dari itu kami pastikan akan mengawal sampai ke ranah hukum guna membantu APH (Aparat Penegak Hukum) menegakkan supremasi hukum di Sultra ini,” tegasnya.
“Jelas dalam UU no 31 tahun 1999 pasal 2 setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain,atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana paling singkat 4 (tahun) dan paling lama 20 tahun. Pasal 3 uu no 31 thn 1999,” jelasnya.
Baca Juga : Dari Survei Kepuasan Responden, OJK Sulselbar Perkuat Implementasi Tugas dan Fungsi
Ia juga menegaskan, Kejagung RI dan KPK RI memiliki tanggungjawab dalam melakukan penindakan dan pencegahan tindak pindana korupsi atau mark up.
“APH wajib melakukan investigasi terhadap persoalan tersebut sebagai bentuk tanggung jawabnya dalam menjalankan tugas pengawasan dan akuntabilitas. Akan terlihat aneh jika APH harus menunggu laporan,” pungkasnya.
Ia juga meminta agar Kejagung RI dan KPK RI dapat menjadi fasilitator dalam persoalan tersebut.
Baca Juga : Inspiring Srikandi, PLN UIP Sulawesi Dorong Pelaku Usaha Perempuan Single Parent Makin Berdaya
“Sehingga ke depannya penyimpangan dalam pengadaan barang/jasa dalam penangan Covid-19 yang mengakibatkan kerugian negara dapat diminimalisir serta para terduga korupsi mendapatkan efek jera,” tandasnya.
“Sejatinya prinsip equality before the law bahwa Hukum harus dapat diakses dengan cara yang sama oleh orang yang berbeda, jangan buat kami berasusmsi bahwa telah terjadi dekadensi atau kemunduran dalam penegakan supremasi hukum di Indonesia,” tutup Gilang Ramadan. (*)