REPUBLIKNEWS.CO.ID, MALANG — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai bahwa banyak sektor yang menjadi tantangan besar dalam memberikan pelindungan konsumen di era digital. Salah satunya pada mendominasinya populasi generasi Z atau Gen-Z.
“Kalau kita lihat tantangan perlindungan konsumen di era digital ini sangat banyak, seperti yang diketahui populasi di Indonesia ini lagi dominasi oleh Gen-Z,” terang Analis Kelompok Spesialis Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, Arum Sulitiyaningsih, dalam materinya terkait “Pelindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan, yang dipaparkan pada Jurnalis Kelas Media Gathering OJK Sulselbar, di The Alana, Kota Malang, kemarin.
Ia menyebutkan, populasi Gen-Z menyumbang 27,94 persen pada jumlah penduduk Indonesia, diikuti dengan generasi milenial sebesar 25,87 persen, kemudian gen-X 21,88 persen, adapun baby boomer berkontribusi 11,56 persen, dan paling sedikit yaitu pada generasi pre-boomer sekitar 1,8 persen.
Baca Juga : Angkat Ikon Geopark di Bandara Hasanuddin, Gubernur Sulsel: Gerbang Awal Promosi Pariwisata Sulsel
“Gen-Z ini memang lebih mudah tertipu dalam memanfaatkan layanan jasa keuangan yang ilegal, karena semua aktivitasnya itu dilakukan dalam genggam (handphone) ataupun di ruang digital lainnya,” ujarnya.
Sehingga, lanjut Arum, dengan melihat kondisi tersebut OJK menempatkan Gen-Z atau kelompok muda menjadi salah satu sasaran prioritas penguatan literasi dan inklusi keuangan. Bahkan beberapa program literasi dan inklusi keuangan secara dikhususkan di sasar kepada pelajar hingga mahasiswa. Salah satunya pada program OJK Mengajar.
Ia menyebutkan, dari sisi pertumbuhan ekonomi digital pihaknya mencatatkan peningkatan positif. Khusus di periode 2024 pihaknya mencatatkan jumlah pembeli online telah mencapai 65 juta. Artinya, kurang lebih setengah dari penduduk Indonesia saat ini telah jadi pembeli online.
Baca Juga : Resmi Disetujui, Pemkot dan DPRD Makassar Perkuat Regulasi Kearsipan, Pesantren dan Tata Kelola Keuangan
Sementara, untuk perkiraan pengeluaran online tahunan adalah sekitar 50,2 miliar USD, sementara berdasarkan data Bank Indonesia jumlah volume transaksi digital mengalami pertumbuhan signifikan.
“Hingga Desember 2024 transaksi masyarakat di kanal digital sekitar Rp87,867 triliun. Hal ini juga dibarengi dengan beberapa transaksi ataupun lainnya,” ungkap Arum.
Selanjutnya, berdasarkan survei literasi dan inklusi keuangan konsumen terlihat bahwa indeks literasi keuangan relatif lebih rendah jika dibandingkan inklusi keuangan.
Baca Juga : IPM Makassar 2025 Tertinggi di Sulsel, Tembus Peringkat 7 Nasional
“Artinya masyarakat kita sudah menggunakan produk sektor jasa keuangan, tapi literasinya belum setinggi kepada produk keuangan tersebut. Sehingga hal itu membuat adanya celah-celah dari masyarakat untuk lebih mudah untuk diiming-imingi sektor jasa keuangan yang bersifat imegrat ataupun terkait dengan penipuan,” jelasnya.
Sebelumnya, Arum turut memperkenalkan tugas dan fungsi dari Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI). Hal ini tentunya menjadi bagian dari upaya memperkuat literasi dan inklusi sektor jasa keuangan.
Ia mengatakan, pembentukan Satgas PASTI telah sesuai dengan mandat dalam Undang-Undang (UU) Perlindungan Konsumen yang tercantum pada UU Nomor 21 Tahun 2021 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
Baca Juga : Bawa Semangat Solidaritas Antarumat Beragama, Fadel Tauphan Kunjungi Dua Gereja di Malam Natal
“Dimana pada aturan ini OJK diberikan mandat untuk melakukan pengaturan pengawasan, dan perlindungan konsumen,” katanya.
Lanjutnya, hal ini juga ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 Tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Dimana pada pasal 247, terdapat amanat atau mandat yang lebih spesifik yaitu OJK bersama otoritas atau kementerian dan lembaga terkait membentuk satuan tugas untuk penanganan kegiatan usaha tanpa izin di sektor keuangan.
“Untuk mempermudah atau mengatur bagaimana mekanisme kerja dari Satgas PASTI kami juga telah menerbitkan POJK 14 Tahun 2024 tentang Satuan Tugas Penanganan Kegiatan Usaha Tanpa Izin di Sektor Keuangan,” terangnya lagi.
Baca Juga : Bawa Semangat Solidaritas Antarumat Beragama, Fadel Tauphan Kunjungi Dua Gereja di Malam Natal
Adapun tugas dari Satgas PASTI adalah melakukan penanganan dan pencegahan terkait dengan kegiatan usaha tanpa izin di sektor jasa keuangan. Dimana, spesifikasinya adalah terkait dengan penghimpunan dana dari masyarakat, dan untuk disalurkan kepada masyarakat.
“Aktivitas-aktivitas yang semacam itu yang dilakukan penanganan oleh Satgas PASTI,” kata Arum.
Sementara, Satgas PASTI terdiri dari 21 keanggotaan yang terbagi dua otoritas yakni OJK dan Bank Indonesia, kemudian 13 kementerian, baik Kementerian Dalam Negeri, Kementrian Luar Negeri Kementerian Sosial, Kementrian Perdagangan dan lainnya. Kemudian 6 lembaga, masing-masing kepolisian, Kejaksaan, Badan Siber dan Sandi Negara, serta lainnya.
Baca Juga : Bawa Semangat Solidaritas Antarumat Beragama, Fadel Tauphan Kunjungi Dua Gereja di Malam Natal
Arum mengungkapkan, adapun tugas utama dari Satgas PASTI ini yakni pencegahan mulai dari edukasi dan sosialisasi, kemudian cyber patrol yang sebagian besar dilakukan oleh Komdigi (Kementerian Digital dan Informasi). Termasuk OJK juga ambil bagian dalam melakukan cyber patrol.
Selanjutnya dilakukan rekomendasi pencegahan yang dilakukan ke lembaga berwenang, hingga tindakan lain sesuai ketentuan. Sedangkan, pada penanganan yang dilakukan mulai dari inventarisasi dugaan kegiatan usaha tanpa izin, klarifikasi sampai dengan nanti hasilnya adalah rekomendasi pemberhentian kegiatan usaha.
