0%
logo header
Senin, 24 November 2025 08:45

Indonesia Urutan Ketiga Ekonomi Syariah Global, Inklusi dan Literasi Perlu Diperkuat

Chaerani
Editor : Chaerani
Guru Besar Investasi dan Keuangan Islam, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangga, Prof Imron Mawardi (kanan), saat menyampaikan materi Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Syariah Indonesia di Tingkat Global, dalam Media Gathering OJK Sulselbar, di The Alana Hotel, Malang, kemarin. (Dok. Istimewa)
Guru Besar Investasi dan Keuangan Islam, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangga, Prof Imron Mawardi (kanan), saat menyampaikan materi Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Syariah Indonesia di Tingkat Global, dalam Media Gathering OJK Sulselbar, di The Alana Hotel, Malang, kemarin. (Dok. Istimewa)

REPUBLIKNEWS.CO.ID, MALANG — Laporan State of The Global Islamic Economy (SGIE) 2024/2025 dari DinarStandar mencatat bahwa Indonesia menempati urutan ketiga ekonomi dan keuangan syariah global.

“Dalam data SGIE 2024/2025 Indonesia berada diurutan ketiga. Sementara yang pertama itu Malaysia, disusul Saudi,” terang Guru Besar Investasi dan Keuangan Islam, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangga, Prof Imron Mawardi, dalam Media Gathering Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sulselbar, di The Alana Hotel, Malang, kemarin.

Kemudian jika dilihat berdasarkan sektor pendukung pertumbuhan ekonomi syariah secara global, Indonesia berhasil unggul (peringkat 1) pada sektor fashion muslim. Hal ini tentunya ditopang dari besarnya populasi Muslim di Indonesia, serta upaya pemerintah dan stakeholder dalam mendorong produk halal maupun ekosistem syariah.

Baca Juga : Angkat Ikon Geopark di Bandara Hasanuddin, Gubernur Sulsel: Gerbang Awal Promosi Pariwisata Sulsel

Di sektor wisata halal (muslim friendly tourism) hingga penggunaan kosmetik dan farmasi (cosmetic and pharmacy), Indonesia berada di peringkat kedua, sedangkan Malaysia berada diurutan pertama. Di sektor makanan halal (halal food) Indonesia juga berada pada peringkat kedua secara global.

Menurut Prof Imron, pertumbuhan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia masih memiliki sejumlah tantangan dalam pengimplementasiannya. Salah satu indikator pendukung yakni pada tingkat inklusi dan literasi keuangan syariah yang masih rendah jika dibandingkan dengan yang konvensional.

Ia menyebutkan, dari data Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan Syariah (SNLIK) 2025 menunjukkan bahwa literasi keuangan syariah mencapai 43,42 persen, sementara pada literasi keuangan konvensional mencapai 66,46 persen. Sementara, pada inklusi keuangan syariah mencapai 13,41 persen, dan inklusi keu konvensional mencapai 80,51 persen.

Baca Juga : Resmi Disetujui, Pemkot dan DPRD Makassar Perkuat Regulasi Kearsipan, Pesantren dan Tata Kelola Keuangan

“Memang ada kesenjangan yang lumayan besar antara
literasi dan inklusi keuangan syariah dengan yang konvensional. Inilah pekerjaan rumah yang butuh dukungan dari berbagai pihak,” terangnya.

Tantangan lainnya yakni, regulasi tentang ekonomi syariah belum optimal. Ekosistem halal membutuhkan kolaborasi berbagai pihak, mulai dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Majelis Ulama Indonesia (MUI), Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kementerian Koperasi (Kemenkop), Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dan stakeholder lainnya. Termasuk pada regulasi lintas bidang yang belum sepenuhnya
terintegrasi

Begitu pun pada pelaksanaan undang-undang (UU) produk halal yang masih lemah. Hal ini disebabkan karena pemberlakukan UU Jaminan Produk Halal No. 33/2014 terus mundur dan dijalankan
bertahap.

Baca Juga : IPM Makassar 2025 Tertinggi di Sulsel, Tembus Peringkat 7 Nasional

“Ini karena ketidaksiapan pelaku usaha dan infrastruktur menyebabkan skor halal food turun, dalam SGIE turun dari peringkat 2 ke peringkat 4,” ujarnya.

Pada sisi lainnya, size of business industri keuangan syariah masih kecil. Size of business menjadikan biaya mahal, infrastruktur kurang, sehingga kurang menarik. Hal ini juga berdampak pada kurangnya sumber daya manusia (SDM) yang andal.

Kemudian, inovasi produk keuangan syariah masih terbatas sehingga masih menjadi tantangan yang perlu didorong untuk bertumbuh. Belum ada akad global yang berlaku di semua negara, termasuk produk keuangan syariah yang lebih banyak mengimitasi dari produk konvensional, sehingga substansi syariahnya berkurang.

Baca Juga : Bawa Semangat Solidaritas Antarumat Beragama, Fadel Tauphan Kunjungi Dua Gereja di Malam Natal

“Termasuk juga membanjirnya produk impor ilegal. Dalam bidang kosmetik dan farmasi, Indonesia mendapat serbuan produk-produk impor, baik legal maupun illegal, yang menyebabkan produk lokal terdesak,” ujar Prof Imron.

Media Dinilai Berkontribusi Dorong Literasi dan Inklusi Keuangan Syariah Menguat

Prof Imron menilai, masih minimnya tingkat literasi dan inklusi keuangan syariah salah satunya disebabkan karena promosi serta pemberitaan mengenai keuangan syariah masih kecil. Oleh karena itu, media memiliki peran strategis sebagai garda terdepan dalam mendorong peningkatan literasi dan inklusi keuangan syariah.

“Meskipun demikian, peningkatan tersebut perlu dibarengi dengan kualitas pemberitaan yang kuat terkait pelindungan konsumen. Sehingga sektor keuangan Indonesia dapat tumbuh secara stabil dan berkelanjutan,” ujarnya.

Baca Juga : Bawa Semangat Solidaritas Antarumat Beragama, Fadel Tauphan Kunjungi Dua Gereja di Malam Natal

Sementara, Kepala OJK Sulselbar, Moch Muchlasin mengatakan, tantangan komunikasi publik semakin kompleks seiring dengan pesatnya arus informasi di era digital. Oleh karena itu, kolaborasi dengan media menjadi sangat penting agar informasi sektor jasa keuangan dapat tersampaikan secara tepat dan komprehensif kepada masyarakat.

“Melalui kolaborasi tersebut, kita dapat bersama-sama memerangi aktivitas keuangan ilegal dengan mendorong pemberitaan yang bersifat edukatif, serta membangun optimisme publik,” tegasnya.

Kepala OJK Sulselbar, Moch Muchlasin saat memberikan sambutan di sela-sela Media Gathering OJK Sulselbar, di The Alana Hotel, Malang, kemarin. (Dok. Istimewa)

Media Gathering OJK Sulselbar ini merupakan bagian dalam meningkatkan sinergi dan kolaborasi, sebab media dianggap merupakan mitra strategis OJK. Kegiatan yang berlangsung sejak 22 hingga 24 November 2025 ini diisi dengan jurnalis kelas dengan pemaparan materi mengenai keuangan syariah, dan pelindungan konsumen di sektor jasa keuangan. Penyampaian materi dimaksud bertujuan agar para awak media memiliki pemahaman yang lebih komprehensif mengenai sektor jasa keuangan, khususnya terkait pengembangan keuangan syariah, serta prinsip pelindungan konsumen dan masyarakat yang menjadi mandat OJK.

Baca Juga : Bawa Semangat Solidaritas Antarumat Beragama, Fadel Tauphan Kunjungi Dua Gereja di Malam Natal

Melalui peningkatan pemahaman tersebut, diharapkan insan media dapat berperan aktif dalam menyebarluaskan informasi yang akurat, edukatif, dan mendukung penguatan literasi keuangan di masyarakat.

Redaksi Republiknews.co.id menerima naskah laporan citizen (citizen report). Silahkan kirim ke email: redaksi.republiknews1@gmail.com atau Whatsapp +62 813-455-28646