REPUBLIKNEWS.CO.ID, GOWA — Kawasan hutan Malino, di Kecamatan Tinggimoncong secara perlahan mulai ditata, misalnya dengan penetapan tata batas. Upaya ini dilakukan untuk mengetahui wilayah yang masih masuk kawasan hutan dan sudah keluar dari kawasan hutan.
Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah VII Makassar Hariani Samal mengatakan, saat ini proses pengukuhan kawasan hutan berada pada tahap ketiga yaitu pemancangan batas sementara dan Identifikasi hak-hak pihak ke tiga.
“Ini akan menjadi dasar acuan pelaksanaan pemasangan dan pengukuran batas definitif di lapangan yang akan kita wujudkan dalam bentuk batas beton, papan bicara, di sepanjang batas yang sudah ditunjuk berdasarkan revisi tata ruang wilayah,” ungkapnya, Kamis, (29/04/2021).
Baca Juga : PLN UIP Sulawesi dan Polda Sulsel Komitmen Jaga Infrastruktur Ketenagalistrikan Berkelanjutan
Hariani Samal menyebutkan, panjang target pemancangan batas sementara kurang lebih sepanjang 110.036,62 km. Sementara realisasi pemancangan batas sementara sekitar 109.795,97 km yang tersebar di dua kecamatan, yaitu Tinggimoncong dan Tombolopao.
“Saat ini juma jumlah patok batas sementara yang sudah kita pasang sebanyak 1.083 patok,” jelasnya.
Sementara untuk tahap selanjutnya akan dilakukan pengukuran dan pemasangan tanda batas definitif yang akan dilakukan pada Mei 2021. Sedangkan, rapat hasil pembatasan tata batas oleh panitia akan dilakukan Juni atau setelah definitif.
Baca Juga : Terima Penghargaan KIP, Pemkab Gowa Ciptakan Keterbukaan Pelayanan Informasi Publik
“Hasil rapat tersebut adalah berita acara tata batas dan peta acara tata batas yang ditandangani bersama unsur panitia tata batas yang hasil akan kita kirim ke Kementerian untuk dilakukan penetapan kawasan hutan,” tambahnya.
Penjabat Sekretaris Daerah Kabupaten Gowa Kamsina mengatakan, dengan adanya pemancangan batas ini, maka dengan jelas akan diketahui yang mana hutan yang dipertahankan, yang mana sudah keluar dan yang tidak bisa dikeluarkan.
Lanjutnya, dengan adanya tata batas ini masyarakat tidak mudah lagi untuk mengklaim sebagai lahannya. Apalagi saat ini banyak masyarakat dalam pengakuan terhadap lahan sangat tinggi.
Baca Juga : Indosat Berbagi Kasih: Anak-anak Nikmati Kehangatan dan Sukacita Natal
“Ini sangat penting bagi kita semua, yang namanya kawasan hutan ini sudah menjadi pertentangan antara satu dengan yang lain. Saya berharap apa yang sudah kita lakukan ini di Malino bisa juga dikembangkan di kecamatan lain,” ujarnya.
Ia pun meminta agar panitia tata batas yang bertugas di lapangan agar bisa bekerja dengan baik dan terus melakukan edukasi dan sosialisasi ke masyarakat.
Begitupun dengan kawasan wisata, dirinya meminta kepada Dinas Pariwisata Kabupaten Gowa untuk mengidentifikasi titik wisata yang masuk kawasan hutan agar segera dikoordinasikan.
Baca Juga : Perkuat Penerapan K3, PLN UIP Sulawesi Lakukan Management Patrol di GI Punagaya
“Jangan sampai ada titik masuk kawasan wisata lalu kita menerima retribusi kan tidak cocok. Kalau ada memang yang masih masuk dalam kawasan hutan supaya dicatat dan dikoordinasikan apakah bisa dikeluarkan dari kawasan hutan atau tidak,” jelasnya.
Selain itu, ia juga mengingatkan agar pemerintah kecamatan dan lurah untuk tidak mengeluarkan surat pengantar penerbitan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT-PBB). Karena menurutnya, SPPT-PBB ini kadang diyakini masyarakat sebagai bukti kepemilikan lahan.
“Saya minta jangan terlalu gampang memberikan pengantar untuk pembuatan SPPT-PBB. karena SPPT-PBB itu bukan bukti kepemilikan,” tegasnya. (Rhany)
