REPUBLIKNEWS.CO.ID, MERAUKE – Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Komarudin Watubun menegaskan penolakan atas rencana pembentukan tiga Daerah Otonomi Baru (DOB) di Papua tidak mempengaruhi terhadap Rancangan Undang-Undang ketiga Provinsi tersebut khususnya pembentukan Provinsi Papua Selatan.
Komarudin memberi keyakinan bahwa proses pembentukan ke-tiga Provinsi baru di Papua yakni Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah dan Provinsi Papua Pegunungan Tengah saat ini sedang berjalan di DPR RI dan masing-masing Rancangan Undang-Undang (RUU) ke-tiga provinsi telah disah oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.
“Ketiga RUU itu telah diserahkan kepada pemerintah dan kita tinggal menunggu Presiden mengeluarkan Surpres (Surat Presiden) dan bersama DPR RI membahasnya untuk membentuk tim pokja pembentukan ketiga provinsi.
Baca Juga : Paslon Bisa Ajukan Gugatan ke MK, Pasca KPU Papua Selatan Umumkan Penetapan Suara Pilgub 2024
“Jadi kalau pihak MRP menolak pemekaran, tapi untuk pembentukan Provinsi Papua Selatan tidak berpengaruh, tetap berjalan karena perjuangan ini sudah dilaksanakan sejak 20 tahun silam,” tegas Politisi PDI Perjuangan ini ketika ditemui wartawan usai kegiatan Penyerapan Aspirasi tentang RUU tentang Pembentukan Provinsi Papua Selatan (PPS) di Aula Kantor Bupati Merauke, Senin (10/05/2022).
Penyerapan aspirasi RUU tentang pembentukan PPS itu dilaksanakan melalui rapat dengar pendapat dengan para kepala daerah, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, tokoh pemuda dan Forkopimda di empat kabupaten di Selatan Papua yakni Kabupaten Merauke, Mappi, Asmat dan Boven Digoel yang berlangsung di Aula Kantor Bupati Merauke.
Dalam rapat dengar pendapat itu, Komarudin Watubun memberikan penjelasan dua poin penting yakni sosialisasi tentang Revisi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) yang sudah ditetapkan oleh pemerintah dan DPR RI menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 untuk Provinsi Papua dan Papua Barat selama 20 tahun yang akan datang, dan penjelasan penggunaan hak inisiatif DPR RI dalam rencana pembentukan tiga (3) undang-undang pembentukan provinsi di Papua.
Baca Juga : Partisipasi Pemilih Pilkada 2024 di Papua Selatan 78,12 Persen, Masih Tinggi Dibanding Nasional
Undang-Undang tentang Pemekaran Provinsi Papua merupakan wilayah kerja Komisi II DPR RI yang membidangi urusan pemerintahan. Pintu masuk untuk membahas tentang Pemekaran Provinsi Papua ini adalah Undang-Undang Otonomi Khusus yang sudah direvisi itu.
Komarudin Watubun pada tahun 2021 lalu dipercayakan oleh lembaga DPR RI menjadi Ketua Pansus Revisi Undang-Undang Otonomi Khusus Papua Nomor 21 tahun 2001 menjadi Undang-Undang Nomor 2 tahun 2021.
Pada rapat dengar pendapat, Komarudin Watubun mengatakan, revisi Undang-Undang Otonomi Khusus memang harus dilakukan sejalan dengan berakhirnya masa otonomi khusus Papua selama 20 tahun.
Baca Juga : KPU Papua Selatan Umumkan Pemenang Pilgub 2024, Safanpo-Imadawa Raih Suara Tertinggi
Dia menjelaskan dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 2021 tentang Otonomi Khusus Papua yang sudah direvisi, salah satu pasalnya membuka ruang untuk pemekaran Provinsi Papua menjadi Provinsi Papua Selatan. Sebelumnya pada Undang-Undang Otsus Nomor 21 Tahun 2001 pasal 76 ayat 1 mengatur bahwa pemekaran Provinsi Papua ke dalam provinsi-provinsi harus atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) dan Majelis Rakyat Papua (MRP).
“Hal itulah yang menyulitkan perjuangan para penggagas pembentukan Provinsi Papua Selatan, karena selalu kandas (tidak mendapat persetujuan) di forum DPRP dan MRP. Oleh karena itu Pansus DPR RI melakukan revisi Undang-Undang Otsus Nomor 21 Tahun 2021 dan salah satu revisinya adalah penambahan ayat (2) pasal 76 yakni Pemerintah dan DPR RI dapat memekarkan Provinsi Papua menjadi provinsi-provinsi baru. Pasal 76 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 dibuka ruang khusus untuk jalannya pembentukan Provinsi Papua Selatan. Dengan demikian pemekaran itu bisa melalui DPRP, MRP dan juga lewat pemerintah atas usulan dan aspirasi rakyat. Bahwa aspirasi ada yang menolak dan ada yang menerima itu hal yang lumrah. Tetapi kalau dikatakan pemekaran Provinsi Papua aspirasi semuanya menolak, itu kita tidak setuju karena DPR RI punya dokumen lengkap,” jelas Komarudin.
Pemekaran Provinsi Papua, menurut Komarudin, sebenarnya yang diusulkan di DPR RI ada lima provinsi yakni Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, Provinsi Papua Pegunungan Tengah, Provinsi Papua Barat Daya dan Provinsi Teluk Saireri. Namun yang sudah diproses di DPR RI ada tiga usulan yakni pembentukan Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah dan Provinsi Papua Pegunungan Tengah.
Baca Juga : KPU Papua Selatan Gelar Rapat Pleno Rekapitulasi Hasil Perolehan Suara Pilgub 2024
“Mekanisme pengusulan Pemekaran Provinsi Papua Selatan merupakan hak inisiatif Komisi II DPR RI yang kemudian diusulkan ke Badan Legislasi (Baleg) DPR RI untuk dilakukan harmonisasi berkaitan dengan ketentuan dan persyaratan. Sebenarnya dari sisi persyaratan secara umum, Provinsi Papua Selatan belum memenuhi persyaratan karena hanya terdiri atas empat kabupaten yakni Merauke, Mappi, Asmat dan Boven Digoel. Namun karena menggunakan Undang-Undang Otonomi Khusus Papua maka pemekaran bisa dilaksanakan,” ucapnya.
Hasil sidang beberapa waktu lalu, lanjutnya, tiga Rancangan Undang-Undang atas tiga provinsi baru di Papua telah disahkan di Baleg DPR RI. Kemudian disampaikan ke paripurna untuk disahkan DPR RI dan selanjutnya sudah serahkan kepada pemerintah.
Proses berikutnya Presiden mengeluarkan Surat Presiden (Surpres) untuk membentuk tim, kemudian bersama Komisi DPR RI membahas secara detail. Dalam jadwal yang direncanakan sebelum akhir tahun 2022 pemekaran Provinsi Papua kedalam tiga provinsi baru sudah terealisasi. Saat ini DPR RI masih menunggu Surpres dari Presiden Joko Widodo.
Baca Juga : KPU Papua Selatan Gelar Rapat Pleno Rekapitulasi Hasil Perolehan Suara Pilgub 2024
“Pemekaran tiga provinsi di Papua masing-masing memiliki undang-undang sendiri-sendiri. Jika dua provinsi lainnya yakni Provinsi Papua Tengah dan Provinsi Papua Pegunungan Tengah terkendala dengan maraknya aspirasi penolakan dari MRP dan masyarakat pendukung, maka alternatif Provinsi Papua Selatan yang harus didorong untuk direalisasikan,” pungkasnya.
Hadir dalam kesempatan itu, Uskup Agung Merauke Mgr. Petrus Canisius Mandagi Tokoh Besar Papua Selatan Johanes Gluba Gebze, MSC, Bupati Merauke Romanus Mbaraka, Bupati Asmat Elisa Kambu, Wakil Bupati Merauke H. Muh. Riduwan, Kapolres Merauke AKPB Untung Sangaji, Kasrem 174/Anim Ti Waninggap dan unsur Forkopimda, Rektor Uncen, Wakil Rektor Unmus, tokoh agama, tokoh adat, Ketua DPRD di empat kabupaten se Selatan Papua serta seluruh tamu undangan.
