0%
logo header
Rabu, 19 Oktober 2022 21:51

Opini: Pajak atas PMSE, Oase di Masa Pandemi

Arnas Amdas
Editor : Arnas Amdas
Opini: Pajak atas PMSE, Oase di Masa Pandemi

Oleh: Endang Subarkah, S.E. (Penyuluh Pajak Ahli Muda KPP Badan dan Orang Asing)

REPUBLIKNEWS.CO.ID, — Melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease (COVID-19) dan/atau dalam rangka MenghadapiMAncaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan (yang kemudian ditetapkan menjadi UU Nomor 2 Tahun 2020), dalam pasal 6 ayat (13) huruf a menyebutkan pengenaan perpajakan atas Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

Namun, Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Putusan Nomor 37/PUU-XVIII/2020 memutuskan UU Covid-19 hanya berlaku selama status pandemi Covid-19 belum diumumkan berakhir oleh Presiden dan paling lama hingga akhir tahun ke-2 sejak UUNCovid-19 diundangkan. Artinya UU No 2 tahun 2020 tersebut hanya berlaku dua tahun.

Baca Juga : Golden Visa dan Pajak

Maka, dalam Peraturan Menteri Keuangan RI nomor 60/PMK.03/2022 disebutkan bahwasanya yang menjadi landasannya adalah Pasal 44E ayat (2) huruf f Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Adapun bunyi dari Pasal 44E ayat (2) huruf f yaitu “penunjukan, pemotongan, pemungutan, penyetoran, dan/atau pelaporan pajak yang telah dipotong atau dipungut oleh pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32A ayat (2).” Sementara dalam UU No 2 Tahun 2020 membahas diantaranya :

  1. Pedagang luar negeri, penyedia jasa luar negeri, dan/atau Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) luar negeri yang memenuhi ketentuan kehadiran ekonomi signifikan dapat diperlakukan sebagai bentuk usaha tetap dan dikenakan Pajak Penghasilan;
  2. Ketentuan kehadiran ekonomi signifikan berupa:
  3. Peredaran bruto konsolidasi grup usaha sampai dengan jumlah tertentu;
  4. Penjualan di Indonesia sampai dengan jumlah tertentu; dan/atau;
  5. Pengguna aktif media digital di Indonesia sampai dengan jumlah tertentu;
  6. Tata cara penunjukan, pemungutan, dan penyetoran, serta pelaporan Pajak Pertambahan Nilai, kehadiran ekonomi signifikan, , tata cara pembayaran dan pelaporan Pajak Penghasilan atau pajak transaksi elektronik dan tata cara penunjukan perwakilan diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Objek Pemungutan Pajak atas PMSE

Baca Juga : Hal Baru Tentang Mekanisme Membuka Blokir Rekening Wajib Pajak

Sebagaimana kita ketahui, yang menjadi objek pemungutan adalah Pemanfaatan BKP tidak berwujud (termasuk barang digital), pemanfaatan JKP (termasuk jasa digital) dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean melalui PMSE meliputi transaksi Business to Business (B2B) dan Business to Consumer (B2C), contohnya :

  • e-Book, e-magazine, e-comic;
  • Computer software (piranti lunak), aplikasi digital, games digital;
  • Multimedia, data elektronik;
  • Virtual goods, virtual coin;
  • Streaming film, streaming musik, atau konten audio-visual lainnya;
  • Web hosting, video conference services, atau layanan jasa lainnya yang berbasis piranti lunak.

Adapun pengertian pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud (BKP TB) meliputi:

  1. Penggunaan/hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian atau karya ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, merek dagang, atau bentuk hak kekayaan intelektual/industrial atau hak serupa lainnya.
  2. Penggunaan/hak menggunakan peralatan/perlengkapan industrial, komersial, atau ilmiah;
  3. Penggunaan pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial, atau komersial.
  4. Pemanfaatan terkait hal-hal di atas, berupa:
  5. Penerimaan/hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, yang disalurkan kepada masyarakat melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa;
  6. Penggunaan/hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, untuk siaran televisi atau radio yang disiarkan/dipancarkan melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa; dan
  7. Penggunaan /hak menggunakan sebagian atau seluruh spektrum radio komunikasi;
  8. Penggunaan/hak menggunakan film gambar hidup (motion picture films), film atau pita video untuk siaran televisi, atau pita suara untuk siaran radio;
  9. Perolehan seluruhnya/sebagian hak yang berkenaan dengan penggunaan atau pemberian hak kekayaan intelektual/industrial atau hak-hak lainnya sebagaimana tersebut di atas.

Pemungut Pajak atas PMSE

Baca Juga : Merek Starbucks Kopi vs Starbucks Rokok, bagaimana Pajaknya?

Sebagaimana kita ketahui bahwa pelaku usaha PMSE ditunjuk oleh Menteri Keuangan sebagai pemungut PPN PMSE, pelaku tersebut terdiri atas:

  • Pedagang Luar Negeri;
  • Penyedia Jasa Luar Negeri;
  • Penyelenggara PMSE Luar Negeri; dan/atau
  • Penyelenggara PMSE Dalam Negeri.

Namun, bagi pelaku PMSE tersebut di atas, ditunuk hanya yang memenuhi Batasan kriteria tertentu yaitu:

  1. Nilai transaksi melebihi Rp. 600 juta dalam satu tahun atau Rp. 50 juta dalam satu bulan, dan/atau
  2. Jumlah traffic atau pengakses melebihi 12.000 dalam satu tahun atau 1.000 dalam satu bulan.

Wewenang penunjukan sebagai Pemungut PPN PMSE dilimpahkan dari Menteri Keuangan kepada Dirjen Pajak. Sementara penunjukan sebagai Pemungut PPN PMSE dilakukan dengan menerbitkan Kepdirjen dan mulai berlaku awal bulan berikutnya setelah tanggal penetapan Kepdirjen penunjukan. Setiap pemungut PPN PMSE diberikan nomor identitas perpajakan sebagai sarana administrasi perpajakan (Diterbitkan SKT dan Kartu Nomor Identitas Perpajakan). Pelaku Usaha PMSE yang belum ditunjuk sebagai Pemungut PPN PMSE, tetapi memilih untuk ditunjuk, dapat menyampaikan pemberitahuan kepada DJP (dapat disampaikan melalui Portal PMSE atau email.)

Baca Juga : PPh Pasal 23 Atas Penghasilan Royalti bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri yang Menggunakan NPPN

Dirjen Pajak dapat mencabut penunjukan sebagai Pemungut PPN PMSE, dalam hal tidak memenuhi batasan kriteria tertentu atau berdasarkan pertimbangan Dirjen Pajak dengan menerbitkan Kepdirjen dan mulai berlaku awal bulan berikutnya setelah tanggal penetapan Kepdirjen pencabutan. (Nomor identitas perpajakan dapat dihapus.)

Pembeli Barang atau Penerima Jasa atas PMSE

Pembeli merupakan Orang Pribadi atau Badan yang memenuhi kriteria:

  • bertempat tinggal atau bertempat kedudukan di Indonesia:
  • alamat korespondensi atau penagihan Pembeli berada di Indonesia; dan/atau
  • pemilihan negara saat registrasi di laman dan/atau sistem yang disediakan dan/atau ditentukan oleh Pemungut PPN PMSE adalah Indonesia;
  • melakukan pembayaran menggunakan fasilitas debit, kredit, dan/atau fasilitas pembayaran lainnya yang disediakan oleh institusi di Indonesia; dan/atau
  • bertransaksi dengan menggunakan alamat internet protocol di Indonesia atau menggunakan nomor telepon dengan kode telepon negara Indonesia.

Baca Juga : PPh Pasal 23 Atas Penghasilan Royalti bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri yang Menggunakan NPPN

Simpulan

Pada tahun 2018, Robert Pakpahan selaku Direktur Jenderal Pajak mengatakanbesarnya potensi penerimaan pajak dari entitas ekonomi digital, total konsumsi jasa dan barang tidak berwujud yang berasal dari luar negeri bisa mencapai Rp 93 triliun. Dari segi PPN maka potensial yang seharusnya diperoleh mencapai Rp. 9,3 triliun.

Terhitung sejak 1 Juli 2020 (saat mulainya pemberlakuan PPN atas PMSE) hingga kini jumlah pemungut PMSE sudah mencapai 127 pemungut, hal ini dapat dilihat dalam IG Pajak Badora. Jika kita melihat penerimaan PPN PMSE ditahun 2020 periode September hingga Desember 2020 sebesar Rp. 0.731 triliun, ditahun 2021 periode Januari s.d. Desember 2021 sebesar Rp. 3.9 triliun dan Tahun 2022 periode Januari s.d. Agustus 2022 sudah mencapai Rp. 3.5 triliun. Jika ditotal sejak saat pemberlakuan hingga kini, penerimaan PPN PMSE sudah mencapai Rp. 8.2 triliun.

Baca Juga : PPh Pasal 23 Atas Penghasilan Royalti bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri yang Menggunakan NPPN

Tak dapat dipungkiri bahwasanya penerapan PPN PMSE terlebih disaat Pandemi dan Endemi Covid 19 memiliki keunggulan tersendiri karena sifatnya sebagai tambahan nilai, dimana pembayar pajak jenis ini cenderung tidak menyadari ketika melakukan pembayaran sehingga tidak akan mempengaruhi konsumsi secara signifikan serta diuntungkan secara ekonomis karena bersifat netral pada pilihan seseorang untuk melakukan konsumsi atau saving sehingga sejalan dengan tujuan pemerintah yaitu meningkatkan konsumsi dan yang utama dari semua itu terdapat penerimaan negara dari sumber yang selama ini terbengkalai.

Redaksi Republiknews.co.id menerima naskah laporan citizen (citizen report). Silahkan kirim ke email: redaksi.republiknews1@gmail.com atau Whatsapp +62 813-455-28646