REPUBLIKNEWS.CO.ID – Jangan ambil kesimpulan dulu. Saya bukan bagian dari kelompok yang mendukung diubahnya warna cat pesawat kepresidenan dari biru ke merah-putih. Atau ikut-ikutan mendukung kebijakan itu. Sekali lagi, saya bukan dalam posisi mendukung atau tidak mendukung kebijakan yang kurang populis itu.
Tulisan ini bukan soal pro-kontra diubahnya warna cat pesawat kepresidenan dari biru ke merah-putih. Mau warna merah-putih seperti warna bendera negara, ataupun warna biru agar mempermudah kamuflase di atas udara, terserah. Atur saja mana baiknya. Mana nyamannya penguasa. Kalau sudah berganti penguasa, silahkan ganti lagi sesuai warna partai penguasa.
Ketika PDI Perjuangan masih berkuasa, silahkan ganti dengan dominasi warna merah. Kalau misalnya Demokrat lagi jadi penguasa seperti di zaman SBY, silahkan kembalikan lagi ke dominasi warna biru. Atau nanti misal Golkar yang jadi Presiden 2024, gak apa-apa ganti lagi jadi warna kuning. Pun PKB misalnya harapan Cak Imin jadi Presiden di 2024 kesampaian, silahkan ganti jadi warna hijau. Yang lain terima saja. Kalau mau yang lebih bijak, biar tidak ribut-ribut lagi, kasih warna pelangi; warna-warni, agar warna seluruh Parpol di Indonesia terwakili. Gak usah lagi diributkan. Lagian kita yang rakyat biasa ini tidak bakalan mungkin naik pesawat itu. Sudahi berdebat soal itu. Gak mungkin cat merahnya dibirukan kembali. Tambah rugi jadinya. Tunggu lagi Pilpres berikutnya. Siapa tahu saja Parpol yang berwarna biru yang menang jadi Presiden, kembalikan lagi warnanya seperti semula. Jadi biru lagi.
Baca Juga : PLN UIP Sulawesi dan Polda Sulsel Komitmen Jaga Infrastruktur Ketenagalistrikan Berkelanjutan
Coba kita menoleh di tempat lain. Situasi yang memperlihatkan pedagang-pedagang kecil atau kaki lima yang mengibarkan bendera putih. Padahal, semestinya yang dikibarkan bendera merah putih, apalagi ini menjelang perayaan HUT RI ke-76. Tapi apa daya. Kita tidak bisa serta-merta menyalahkan mereka. Keadaan memaksa mereka berbuat demikian. Mereka menyerah. Lalu disimbolisasikan dengan mengibarkan bendera putih. Di lapak ataupun di gerobak mereka.
Contohnya para pedagang kaki lima di Malioboro, Yogyakarta. Mereka memasang bendera putih di tepi jalan hingga di gerobak jualan, sebagai tanda menyerah terhadap pandemi Covid-19 serta aturan PPKM yang ditetapkan pemerintah.
Di tempat lain juga ada. Misalnya di kawasan Cikapundung, Kota Bandung. Bendera putih terpasang di depan gerobak yang tak lagi dipakai akibat tak bisa berjualan selama PPKM akibat pandemi Covid-19. Dan masih banyak lagi di beberapa tempat lainnya.
Baca Juga : Terima Penghargaan KIP, Pemkab Gowa Ciptakan Keterbukaan Pelayanan Informasi Publik
Semua karena pandemi Covid-19. Yang memaksa pemerintah mengeluarkan kebijakan pembatasan aktivitas masyarakat di luar rumah. Apalagi di tempat-tempat umum, keramaian maupun kerumunan. Semua dibatasi, bahkan ada yang ditutup sementara. Sebutan kebijakannya pun berubah-ubah nama. Dari PSBB, PPKM Mikro, PPKM Darurat hingga PPKM level 3-4. Entah apalagi namanya nanti.
Mau diapa. Sudah demikian keadaannya untuk memutus matarantai penyebaran virus yang pertama kali ditemukan di Wuhan, China tersebut. Memang salah satunya dengan melakukan pembatasan aktivitas masyarakat di luar rumah. Dampak buruknya sangat dirasakan rakyat kecil khususnya pedagang kaki lima. Lumpuhnya ekonomi mereka. Tak lakunya dagangan mereka. Hilangnya matapencaharian mereka. Sungguh menyedihkan.
Situasi yang sangat berat. Sulit. Terhimpit. Mereka menjerit. Semestinya para elit-elit politik itu menoleh ke mereka. Bukan ribut-ribut soal warna cat pesawat kepresidenan. Biarkan, sudah terlanjur di merah-putihkan. Sekarang yang sangat penting adalah bergandengan-tangan dan bahu-membahu mengupayakan agar bendera putih yang dikibarkan para pedagang kaki lima itu juga diubah warnanya. Menjadi bendera merah putih seperti warna pesawat kepresidenan itu. Agar dalam perayaan HUT Kemerdekaan RI ke-76 tanggal 17 Agustus 2021 nanti bisa terlaksana dengan hikmat.
Baca Juga : Indosat Berbagi Kasih: Anak-anak Nikmati Kehangatan dan Sukacita Natal
Dan, rakyat bisa bersorak-sorak bergembira. Bergembira semua. Sudah bebas negeri kita, Indonesia merdeka. Indonesia merdeka. Republik Indonesia. Itulah hak milik kita. Untuk slama-lamanya. Bukan kah itu lirik salah satu lagu nasional kita yang diciptakan oleh Cornel Simanjuntak? Ya begitulah, saya mengutipnya. Kita merdeka dalam lagu, tapi belum merdeka sepenuhnya. Kapan ya kita merdeka dari Corona? Entahlah. (*)
*Penulis: Falihin Barakati (email: falihinb9@gmail.com)
