REPUBLIKNEWS.CO.ID, MAKASSAR — Implementasi Undang Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) Nomor 12 Tahun 2022 rupanya masih perlu mendapatkan perhatian seluruh stakeholder, kelompok masyarakat dan pemangku kepentingan yang ada.
Hal ini berangkat dari masih adanya kasus kekerasan seksual yang mencuat kembali melalui pemberitaan media di berbagai daerah di tanah air. Kondisi ini pun menjadi perhatian serius dari Yayasan Rumah Mama Makassar dan Perempuan Mahardika dengan memperkuat sosialisasi melalui Seminar Nasional “Sinergi dan Penguatan Partisipasi Multi Pihak dalam Mengawal Implementasi UU TPKS”.
Direktur Yayasan Rumah Mama Makassar Lusia Palulungan mengatakan, sejak April 2022 lalu pemerintah sudah mengeluarkan UU TPKS. Meski demikian pencegahan kekerasan seksual rupanya belum menjadi perhatian di masyarakat.
Baca Juga : PLN UIP Sulawesi dan Polda Sulsel Komitmen Jaga Infrastruktur Ketenagalistrikan Berkelanjutan
Di samping itu meski telah ada UU TPKS ini namun hingga saat ini belum dapat di gunakan di karenakan masih banyak hal-hal yang harus di perbaiki dalam UU TPKS.
“Yang menjadikan aturan ini tidak di gunakan karena masih banyak orang yang tidak mengetahui adanya UUD TPKS sehingga jika terdapat pelaporan mengenai kekerasan seksual pihak kepolisian masih sering menggunakan UU yang sudah lama,” katanya dalam seminar nasional di Ruang Lotus, Hotel Four Point Makassar, Jumat (15/07/2022).
Belum lagi hingga saat ini korban yang mengalami kekerasan seksual pada umumnya mendapatkan kekerasan berulang dan tidak berani melapor karena minimnya akses dan kurangnya dukungan orang sekitar. Di lain pihak Aparat Penegak Hukum seringkali lamban memproses kasus kekerasan seksual sehingga terjadi impunitas pada pelaku. Kurangnya sarana dan prasarana juga menjadi hambatan dalam memproses kasus kekerasan seksual dengan optimal.
Baca Juga : Indosat Perkuat Pengalaman Digital di Makassar Dengan AIvolusi5G
“Hal ini menjadi alasan mengapa kita harus melakukan sosialisasi tentang UU TPKS agar korban kekerasan seksual dapat melapor dengan menggunakan UU tersebut agar tidak perlu mencari undang-undang yang lain,” tegasnya.
Sementara, Ketua LBH Apik Makassar Rosmiati Sain mengaku, disahkan UU TPKS ini merupakan sebuah langkah maju yang dibuat oleh negara dalam menghasilkan pembaruan sistem hukum pidana di Indonesia, khususnya tentang kekerasan seksual. Melalui UU TPKS, negara kita mengakui bahwa peraturan perundang-undangan yang ada sebelumnya belum optimal dalam memberikan pencegahan, perlindungan dan penanganan beragam kasus kekerasan seksual dan akses pemulihan bagi korban.
“Amanat baik UU TPKS bertujuan untuk perubahan agar Indonesia terbebas dari kekerasan seksual belum tersampaikan secara merata ke seluruh lapisan masyarakat,” terangnya.
Baca Juga : Gojek, Tangan Di Atas dan Pemkot Makassar Dukung Pelaku UMKM Kuliner Baru Naik Kelas
Walau peraturan pelaksana UU belum atau masih dalam proses diterbitkan bukan berarti proses peradilan dengan UU TPKS tidak bisa dilakukan. Olehnya, UU TPKS bisa langsung diterapkan dan digunakan oleh aparat penegak hukum (apgakum) dalam proses penyidikan suatu kasus.
“Proses penegakkan hukum bisa menggunakan delik pidana atau hukum acara sebagaimana yang diatur dalam UU TPKS,” ujarnya.
Kedepannya dalam mendorong agar implementasi UU TPKS berjalan maksimal perlu dilakukan pengawasan dan partisipasi dari multi pihak. Di antaranya, membangun kesadaran bersama dari seluruh kelompok masyarakat dalam upaya pencegahan serta terlibat dalam pemantauan implementasinya.
Baca Juga : Bawa Misi Penyelamatan, Film TIMUR Garapan Iko Uwais Tayang 18 Desember 2025 di Bioskop
Kemudian, mendorong pemerintah daerah agar memaksimalkan layanan UPTD PPA dalam memproses kasus TPKS. Termasuk mendorong aparat penegak hukum agar memberi edukasi dan pendalaman tentang teknis TPKS kepada aparat penegak hukum.
Tak kalah pentingnya mendorong lembaga pendidikan untuk membentuk SatGas TPKS untuk mencegah peningkatan kekerasan seksual di lembaga pendidikan.
