REPUBLIKNEWS.CO.ID, MAKASSAR — Akademisi dan pengamat kembali mengkaji rencana Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan yang akan menaikkan tarif angkutan transportasi khusus hingga dua kali lipat.
Meski pun rencana tersebut belum diteken Gubernur Sulawesi Selatan lewat Surat Keputusan (SK) tetapi sejumlah pihak terus membahas rencana tersebut.
Kali ini melalui Diskusi Publik Kebijakan Publik “Membedah Kebijakan Tarif Angkutan Transportasi Khusus (ASK) Sulsel” kembali mengkaji aturan tersebut dengan menghadirkan sejumlah narasumber. Di antaranya, Dosen Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin Fajrulrahman Jurdi, Pengamat Kebijakan Publik Universitas Hasanuddin Rizal Fauzi, Deputi Direktur Bank Indonesia (BI) Sulsel Febrina, dan Kepala Bidang Angkutan Jalan Dinas Perhubungan Sulsel Muh Anis.
Dosen Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Unhas Fajrulrahman Jurdi menilai, dasar hukum yang mengatur tarif angkutan khusus atau transportasi online ini tidak tepat. Pasalnya aturan ini telah diatur melalui Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub). Dimana, persoalan penggunaan aplikasi seharusnya diatur oleh Kementrian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo). Selanjutnya, ada lagi Surat Keputusan (SK) Gubernur yang juga mengatur mengenai tarif.
“Besaran tarif yang diatur dalam SK Gubernur tidak boleh melewati batas bawah dan batas atas yang ditetapkan di Permenhub 118 Tahun 2018,” kata Fajlurrahman, dalam diskusi yang berlangsung di FISIP Unhas, Kamis (01/12/2022).
Masalah lain, kata Fajlurrahman adalah terkait kesejahteraan driver. Harus ada kejelasan jenis kontrak atau ikatan perjanjian yang digunakan antara aplikator dan driver atau pemilik kendaraan.
Hal senada diungkapkan, Pengamat Kebijakan Publik Unhas, Rizal Fauzi. Dirinya menilai, kebijakan tarif transportasi online cukup rumit, karena landasan hukum dalam bentuk undang-undangnya belum ada. Selain itu, tentu harus ada tanggungjawab juga dari Kementrian Kominfo, bukan hanya dari Kemenhub.
“Soal tarif memang harus mempertimbangkan kemampuan masyarakat. Kenaikannya tidak boleh terlalu tinggi. Rumusan yang paling idel, tentu di titik tengah antara ATP dan WTP,” katanya.
Sementara, Kepala Bidang Angkutan Jalan, Muh Anis, mengatakan, salah satu alasan penyesuaian tarif angkutan khusus adalah adanya kenaikan harga BBM. Ini menjadi keluhan sejumlah komunitas driver, sehingga mengajukan penyesuaian tarif ke Pemprov Sulsel.
“Sebagai Pemerintah Daerah tentu kami perlu menindaklanjuti keluhan komunitas driver,” kata Anis.
Meski ada penyesuaian tarif, Anis mengaku tetap mempertimbangkan kemampuan masyarakat. Ia mengaku telah berulangkali rapat dengan komunitas driver dan pihak aplikator. Namun, kerap tak ada solusi karena orang yang dikirim mengikuti rapat berganti-ganti.
“Kenaikannya tentu di angka yang wajar. Kami sudah ajukan ke Gubernur tapi belum ditandangani karena ada berbagai pertimbangan,” ungkapnya.
Sedangkan, Deputi Direktur Bank Indonesia (BI) Sulsel, Febrina, menyebut, kenaikan harga BBM menjadi penyebab inflasi. Jika tak terkendali, hal ini akan mengakibatkan inflasi yang tinggi sehingga daya beli masyarakat menurun.
“Tarif transportasi online sudah termasuk dalam komponen perhitungan inflasi,” kata Febrina.
