Oleh: Supatmi, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak
REPUBLIKNEW.CO.ID, — Berdasarkan ketentuan perpajakan, yang menjadi objek pajak penghasilan meliputi seluruh tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Namun ternyata, atas kondisi waris, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan s.t.d.t.d. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, pada pasal 4 ayat (3) huruf b, mengecualikan warisan dari objek pajak penghasilan. Lalu, bagaimana dengan harta yang diwariskan? disitu ada peralihan harta dari pewaris ke ahli waris, kalau secara normal (diluar kondisi waris), atas pengalihan harta tersebut akan menjadi penghasilan bagi yang mengalihkan?
Baca Juga : Golden Visa dan Pajak
Terkait dengan hal ini, Orang Pribadi yang sudah meninggal yang meninggalkan warisan berupa tanah dan/atau bangunan dan diwariskan kepada ahli waris akan terutang PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas pengalihan hak atas tanahdan/atau bangunan.
Berdasarkan ketentuan perpajakan ada beberapa pengalihan harta yang dikecualikan dari pembayaran atau pemungutan penghasilan atas penghasilan hak atas tanah dan/atau bangunan yang salah satunya adalah karena warisan. Ini selaras dengan ketentuan pada Pasal 2 ayat (1) huruf e PER-30/PJ/2009 yang menyatakan “dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan atas penghasilan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena warisan”. Pengecualian ini juga diatur dalam Pasal 6 PP Nomor 34 Tahun 2016 dan Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) PMK Nomor 261/PMK.03/2016 yang menyatakan “dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan pajak penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan karena waris”.
Bagaimana mekanisme kondisi waris menjadi bukan objek pajak penghasilan? Pengecualian pajak penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan diberikan dengan penerbitan Surat Keterangan Bebas (SKB) PPh, ketentuan ini diatur dalam Pasal 3 ayat (1) PER-30/PJ/2009). Berdasarkan peraturan ini, untuk memperoleh Surat Keterangan Bebas (SKB) ada beberapa ketentuan yang harus dipenuhi antara lain:
- Mengajukan permohonan SKB ke Kantor Pelayanan Pajak dimana pewaris terdaftar atau bertempat tinggal (Pasal 4 ayat (1));
- Permohonan harus ini diajukan oleh ahli waris (Pasal 4 ayat (2));Permohonan harus dilampiri dengan Surat Pernyataan Pembagian Waris (Pasal 4 ayat (3) huruf c). Perlu kita ketahui bahwa ada ketentuan yang menyatakan bahwa SKB PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan hanya diberikan apabila tanah dan/atau bangunan yang menjadi objek pewarisan telah dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh pewaris, kecuali pewaris memiliki penghasilan dibawah Penghasilan Tidak Kena Pajak ini sesuai dengan aturan pada Butir E angka 2 huruf c SE-20/PJ/2015 tentang Pemberian Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan Karena Warisan Terkait dengan jangka waktu penyelesaian permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB), Kantor Pelayanan Pajak (KPP) harus memberikan keputusan paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak permohonan diterima lengkap dan apabila dalam jangka waktu tersebut permohonan belum mendapatkan keputusan, maka permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB) dianggap dikabulkan dan paling lama 2 (dua) hari kerja sejak berakhirnya jangka waktu tersebut KPP harus menerbitkan Surat Keterangan Bebas (SKB). Pada masa pandemi Covid-19 berdasarkan, ada relaksasi menjadi 15 (lima belas) hari kerja. Jadi, untuk kondisi waris, walaupun dalam ketentuan perpajakan bukan merupakan objek pajak, diperlukan adanya Surat Keterangan Bebas (SKB) yang dapat memastikan bahwa peralihan harta baik tanah dan/atau bangunan adalah karena warisan. (*)
