0%
logo header
Kamis, 14 Desember 2023 02:14

Hal Baru Tentang Mekanisme Membuka Blokir Rekening Wajib Pajak

M. Imran Syam
Editor : M. Imran Syam
Hal Baru Tentang Mekanisme Membuka Blokir Rekening Wajib Pajak

Oleh: Ali Mochamad Sofi’i (Penyuluh Pajak Ahli Madya, Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Satu Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat)

REPUBLIKNEWS.CO.ID, — Sebagaimana di ketahui bahwa sistem perpajakan yang berlaku di Indonesia adalah sistem self assessment, yang memberikan kewenangan penuh dan bertanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk mendaftarkan diri mendapat Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebagai sarana administrasi perpajakan, menghitung sendiri kewajiban pajaknya, menyetorkan pembayaran pajaknya dan melaporkan semua kewajiban perpajakannya dalam periode yang ditentukan oleh Undang-Undang Perpajakan yang berlaku.

Untuk memastikan bahwa Wajib Pajak (WP) melakukan kewajiban perpajakan dengan baik benar dan bertanggung jawab, maka Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP) di berikan kewenangan oleh Undang-Undang untuk melakukan pengawasan terhadap kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

Baca Juga : PPh Final UMKM 0.5% sesuai PP 55 Tahun 2022

Mekanisme yang di berikan adalah melalui klarifikasi data yang di dapat DJP kepada WP untuk mendapat kejelasan data. Apabila dari kalrifikasi belum bisa di selesaikan, maka dilanjutkan dengan proses pemeriksaan. Dari hasil pemeriksaan pajak maka akan timbul ketetapan pajak.

Mekanisme yang dilaksanakan agar ketetapan pajak bisa menjadi penerimaan pajak adalah dengan mekanisme penagihan pajak.

Tentunya setelah ketetapan pajak tersebut inkrah (sudah menjadi utang pajak). Utang Pajak adalah Pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda, atau kenaikan yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Baca Juga : Aspek Perpajakan atas Penyerahan Barang Kena Pajak ke Kawasan Berikat

Ada beberapa hal yang harus di fahami dalam penagihan pajak yaitu penanggung pajak, biaya penagihan pajak dan Juru Sita Pajak. Penanggung Pajak (PP) adalah orang pribadi atau Badan yang bertanggung jawab atas pembayaran Pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Biaya Penagihan Pajak adalah biaya pelaksanaan surat paksa, surat perintah melaksanakan penyitaan, pengumuman lelang, pembatalan lelang, jasa penilai, dan biaya lainnya sehubungan dengan penagihan Pajak.

Jurusita Pajak adalah pelaksana tindakan penagihan Pajak yang meliputi penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan surat paksa, penyitaan, dan penyanderaan. Tindakan penagihan pajak adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan tujuan agar penanggung pajak mau melunasi hutang pajak dan biaya penagihan pajak, sesuai peraturan per Undang-Undangan yang berlaku mulai dari penerbitan Surat Teguran, penerbitan surat perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, penerbitan dan pemberitahuan Surat Paksa, pelaksanaan Penyitaan, penjualan Barang sitaan, pengusulan Pencegahan; dan/atau pelaksanaan Penyanderaan.

Hal krusial dalam tindakan penagihan pajak adalah setelah surat paksa di sampaikan kepada PP oleh jurus sita pajak, yaitu apabila setelah lewat waktu 2 (dua) kali 24 (dua puluh empat) jam sejak tanggal Surat Paksa diberitahukan, Penanggung Pajak belum melunasi Utang Pajak, Pejabat menerbitkan surat perintah melaksanakan Penyitaan dan Jurusita Pajak melaksanakan Penyitaan terhadap Barang milik Penanggung Pajak.

Baca Juga : Golden Visa dan Pajak

Salah satu pilihan tindakan penyitaan terhadap barang milik PP adalah pemblokiran. Pemblokiran adalah tindakan pengamanan Barang milik Penanggung Pajak yang dikelola oleh Lembaga Jasa Keuangan, Lembaga Jasa Keuangan Lainnya, dan/atau Entitas Lain, yang meliputi rekening, bagi bank, subrekening efek bagi perusahaan efek dan bank kustodian, polis asuransi bagi perusahaan asuransi, dan/atau aset keuangan lain bagi Lembaga Jasa Keuangan Lainnya dan/atau Entitas Lain, dengan tujuan agar terhadap Barang dimaksud tidak terdapat perubahan apapun, selain penambahan jumlah atau nilai.

Mekanisme yang berlaku dalam Tindakan pemblokiran adalah Pejabat menyampaikan permintaan Pemblokiran kepada kantor pusat atau divisi pada Lembaga Jasa Keuangan sektor perbankan, Lembaga Jasa Keuangan sektor perasuransian, Lembaga Jasa Keuangan Lainnya, dan/atau Entitas Lain yang bertanggung jawab melakukan Pemblokiran dan/atau pemberian informasi; atau unit vertikal Lembaga Jasa Keuangan sektor perbankan, Lembaga Jasa Keuangan sektor perasuransian, Lembaga Jasa Keuangan Lainnya, dan/atau Entitas Lain yang mengelola Rekening Keuangan Penanggung Pajak yang bersangkutan, bagi Penanggung Pajak yang telah diketahui nomor Rekening Keuangannya.

Atas permintaan Pemblokiran dan permintaan pemberitahuan permohonan blokir, Lembaga Jasa Keuangan sektor perbankan, Lembaga Jasa Keuangari sektor perasuransian, Lembaga Jasa Keuangan Lainnya, dan/atau Entitas Lain, wajib melakukan Pemblokiran sebesar jumlah Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak terhadap Penanggung Pajak yang identitasnya tercantum dalam permintaan Pemblokiran; memberitahukan seluruh nomor Rekening Keuangan Penanggung Pajak; dan memberitahukan saldo harta kekayaan Penanggung Pajak yang terdapat pada seluruh nomor Rekening Keuangan Penanggung Pajak.

Baca Juga : Natura Atau Kenikmatan, Dampak Bagi Pemberian dan Penerimaan

Hal utama yang menjadi fokus adalah pemblokiran dilakukan secara seketika setelah permintaan Pemblokiran diterima oleh Lembaga Jasa Keuangan sektor perbankan, Lembaga Jasa Keuangan sektor perasuransian, Lembaga Jasa Keuangan Lainnya, dan/atau Entitas Lain. Jadi pelaksanaan blokir tidak boleh di tunda, karena untuk menghindari adanya kemungkinana dana yang keluar dari rekening keuangan penanggung pajak yang diajukan pemblokiran.

Dampak jika yang terkena pemblokiran adalah rekening aktif perusahaan, maka bisa mengganggu aktifitas perusahaan PP.

Hal ini menjadi diskusi serius antara wajib pajak dengan DJP sebagai pelaksana Undang-Undang. Melihat histori peraturan tentang penagihan pajak, bahwa mekanisme solusi untuk penyelesaian pemblokiran rekening PP sangat dinamis. Dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 189/PMK.03/2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Pajak atas Jumlah Pajak yang Masih Harus Dibayar di sebutkan bahwa untuk menjamin pemenuhan hak dan kewajiban bagi penanggung pajak dan Direktorat Jenderal Pajak guna pelaksanaan penagihan pajak, diperlukan pengaturan mengenai tata cara penagihan pajak yang tepat dan berimbang; juga untuk meningkatkan kemudahan, keseragaman pelaksanaan tindakan penagihan pajak, diperlukan penyederhanaan administrasi tindakan penagihan pajak bagi DJP dan PP; disamping untuk memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan tindakan penagihan pajak dan simplifikasi peraturan perundang-undangan di bidang penagihan pajak, diperlukan pengaturan baru mengenai tata cara penagihan pajak.

Baca Juga : Natura Atau Kenikmatan, Dampak Bagi Pemberian dan Penerimaan

Dalam PMK 189/PMK.03/2020 juga disebutkan secara khusus untuk kegiatan pemblokiran bahwa ketentuan mengenai tata cara pemblokiran dan penyitaan harta kekayaan penanggung pajak yang tersimpan pada bank untuk penagihan pajak dengan surat paksa sebagaimana telah diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.04/2000 tentang Pemblokiran dan Penyitaan Harta Kekayaan Penanggung Pajak yang Tersimpan pada Bank dalam rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, dan ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan penagihan dengan surat paksa dan pelaksanaan penagihan seketika dan sekaligus, telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 24/PMK.03/2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.03/2010 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 24/PMK.03/2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus, sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan administrasi perpajakan sehingga perlu diganti.

Aturan PMK Nomor 189/PMK.03/2020, sejalan dengan perkembangan situasi dan kondisi nasional sudah di cabut dan di ganti dengan PMK Nomor 61 Tahun 2023.

Aturan ini terbit sehubungan dengan kondisi bahwa untuk memberikan keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan terhadap pelaksanaan tindakan penagihan pajak dan peraturan perundang-undangan di bidang penagihan pajak, serta mengingat terdapat penyesuaian ketentuan mengenai bantuan penagihan pajak berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, perlu mengatur kembali ketentuan mengenai tata cara penagihan pajak atas jumlah pajak yang masih harus dibayar. Selain hal itu di sebutkan bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 189/PMK.03/2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Pajak atas Jumlah Pajak yang Masih Harus Dibayar masih memerlukan penyempurnaan untuk menampung penyesuaian dalam implementasinya.

Baca Juga : Natura Atau Kenikmatan, Dampak Bagi Pemberian dan Penerimaan

Khusus untuk mekanisme pembukaan pemblokiran rekening PP, dalam PMK 61 Tahun 2023 ada jalan keluar tambahan yaitu Wajib Pajak yang telah mendapatkan keputusan persetujuan pengangsuran pembayaran Pajak atas Utang Pajak yang menjadi dasar dilakukan Pemblokiran.

Mekanisme ini adalah hal baru yang di berikan oleh aturan perpajakan yang baru dalam PMK 61 tahun 2023. Ini adalah solusi yang sangat bagus dan bisa sebagai jalan tengah, di satu sisi PP tetap bisa menggunakan dana dalam rekening tersebut untuk kepentingan usaha dan di sisi yang lain Pemerintah ada penerimaan negara yang masuk dari pencairan utang pajak. Dalam aturan yang lama mekanisme angsuran tidak bisa menjadi sebab blokir rekening PP bisa di buka. Perubahan ini secara prinsip ada keseimbangan antara kepentingan usaha PP dan kesinambungan penerimaan negara.

Untuk aturan tentang mekanisme permohonan angsuran secara rinci tercantum dalam PMK Nomor 18/PMK.03/2021 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Baca Juga : Natura Atau Kenikmatan, Dampak Bagi Pemberian dan Penerimaan

Aturan tersebut tercantum dalam Bab IV Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan di Bagian Kedua Tata Cara pembayaran dan Penyetoran Pajak.

Sebagai penutup dapat disampaikan bahwa penagihan pajak adalah satu mekanisme yang dilalui di saat Utang Pajak belum dilunasi setelah jatuh tempo pelunasan. Salah satu alternatif kegiatan penagihan aktif adalah pemblokiran rekening PP yang tersimpan di Lembaga Jasa Keuangan sektor perbankan, Lembaga Jasa Keuangan sektor perasuransian, Lembaga Jasa Keuangan Lainnya, dan/atau Entitas Lain yang bertanggung jawab melakukan Pemblokiran dan/atau pemberian informasi; atau unit vertikal Lembaga Jasa Keuangan sektor perbankan, Lembaga Jasa Keuangan sektor perasuransian, Lembaga Jasa Keuangan Lainnya, dan/atau Entitas Lain yang mengelola Rekening Keuangan Penanggung Pajak yang bersangkutan.

Ada mekanisme yang harus di selaraskan dengan kebutuhan kesinambungan perekonomian atau usaha WP dan juga kesinambungan penerimaan negara dari pelunasan Utang Pajak. Mekanisme yang ada selama ini masih di rasa kurang mendukung kegiatan perekonomian secara umum, maka dengan keputusan angsuran pelunasan Utang Pajak bisa sebagai solusi yang cerdas untuk membuka blokir rekening Penanggung Pajak. (*)

Redaksi Republiknews.co.id menerima naskah laporan citizen (citizen report). Silahkan kirim ke email: [email protected] atau Whatsapp +62 813-455-28646