REPUBLIKNEWS – BUTON TENGAH – Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) Kabupaten Buton Tengah menghadapi tantangan berat dalam pencegahan korupsi sektor pengadaan barang dan jasa. Laporan asesmen Yayasan Pancana mengungkap kondisi memprihatinkan: 70% auditor merupakan pegawai baru dengan masa kerja hanya 4-6 bulan, dan hanya 30% yang pernah mengikuti pelatihan probity audit.
Temuan berdasarkan survei terhadap 10 pegawai Inspektorat menunjukkan komposisi SDM yang tidak ideal: 40% auditor berpengalaman, 40% auditor tanpa pengalaman, dan 20% bukan auditor. Dari auditor yang berpengalaman, 75% memiliki pengalaman lebih dari 1 tahun dengan 5-10 paket pengawasan, sementara 25% berpengalaman kurang dari 1 tahun dengan di bawah 5 paket.
Kondisi ini menciptakan ketimpangan kompetensi yang signifikan. Hasil asesmen menunjukkan 70% auditor masuk kategori kurang paham terhadap konsep probity audit, regulasi pengadaan, dan titik kerentanan dalam siklus pengadaan.
“Distribusi beban kerja menjadi tidak merata. Untuk 5 paket proyek strategis daerah tahun 2025, hanya 3 auditor yang memenuhi syarat memimpin tim,” jelas laporan tersebut. Artinya, 2 auditor harus menangani 2 paket masing-masing, dan 1 auditor menangani 1 paket.
Keterbatasan diperparah dengan tidak adanya software audit atau data analytics untuk mendeteksi kecurangan. Proses pengawasan masih mengandalkan metode manual yang membutuhkan ketelitian ekstra dan waktu yang lebih lama.Papar Ervin Peniliti Yayasan Pancana dalam FDG.
Kepala Inspektorat Kabupaten Buton Tengah, La Ance Paulus, S.Pd., membenarkan keterbatasan yang dihadapi. “Kami hanya berjumlah 18 orang, sementara wilayah pengawasan mencakup 77 desa/kelurahan, 149 sekolah, dan seluruh puskesmas di Buton Tengah. Auditor sering menggunakan fasilitas pribadi karena efisiensi anggaran,” ujarnya.
Zulfikar, salah seorang pegawai APIP, menekankan pentingnya dukungan multipihak. “Kami membutuhkan sosialisasi pengaduan masyarakat ke Inspektorat, khususnya untuk monitoring pelayanan publik, pengelolaan keuangan desa, dan partisipasi masyarakat dalam pengawasan tata kelola pemerintahan.”
Para auditor mengidentifikasi kebutuhan mendesak akan:
- Pelatihan berkelanjutan terkait PBJ dan teknik probity audit
- Penyusunan panduan atau SOP yang jelas
- Dukungan teknologi berupa software audit
- Perlindungan kelembagaan untuk menjaga independensi
Menanggapi temuan ini, perwakilan Indonesia Corruption Watch (ICW), Erma, menyatakan akan menyusun Rencana Tindak Lanjut (RTL) untuk pengadaan pelatihan guna mempercepat penguatan kapasitas APIP setempat.
“Kami telah mempelajari laporan asesmen dan mengikuti FGD terkait keterbatasan APIP Buton Tengah. Langkah konkret segera kami tindaklanjuti,” pungkas Erma.
Langkah perbaikan ini diharapkan dapat memperkuat fungsi pengawasan dan menekan potensi korupsi di sektor pengadaan barang dan jasa daerah yang mencapai ratusan miliar rupiah setiap tahunnya.
Sebagai informasi tulisan ini di buat berdasarkan FDG yang di gelar di aula APIP Kabupaten buton tengah pada senin 27/10/2025.
Penulis : andYsaliwu, orang biasa yang menjunjung tinggi kemanusiaan.
