0%
logo header
Rabu, 12 Oktober 2022 21:05

Cerita Maestro Delis, Alat Sensapi Asal Dayak Deah Kini Mulai Diminati Kawula Muda

Asril Astian
Editor : Asril Astian
Delis, Pegiat Sensapi asal Dayak Deah itu menerima penghargaan sebagai Maestro dan diberikan langsung oleh Budayawan HE Benyamine di Rumah Oettara. (Foto: Rahim Arza/Republiknews.co.id)
Delis, Pegiat Sensapi asal Dayak Deah itu menerima penghargaan sebagai Maestro dan diberikan langsung oleh Budayawan HE Benyamine di Rumah Oettara. (Foto: Rahim Arza/Republiknews.co.id)

REPUBLIKNEWS.CO.ID, BANJARBARU — Tangan Delis tengah memainkan alat Sensapi, petikan demi petikan berbunyi pada malam itu di Rumah Oettara, Jalan Junjung Buih, Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Lantunan musik yang khas itu, dia menghibur puluhan kawula muda yang ada di kota idaman tersebut.

Delis tak sendiri, dia ditemani oleh penerusnya sebagai pegiat muda Sensapi. Muhammad Irfan Maulana atau akrap disapa Palui Banaran itu mengiringi bunyi syahdu dari alat Sensapi yang dimainkannya tersebut. Ditengah acara, Irfan berbagi cerita bahwa Uma Delis kerap tampil unik ditengah memainkan alat Sensapi.

Untuk menikmati dentingan musik tradisional dari alat Sensapi, Delis memilih untuk naik ke atas pohon Manau yang berduri itu. Dia sangat menjiwai serta meresapi tiap petikan alat Sensapi yang dimainkan, jika sudah menaiki pohon Manau tersebut.

Baca Juga : Paguyuban Peternak Ayam Kampung Banua Berikan Pelatihan Anak PAUD Terpadu Alam di Rindam VI/Mulawarman

“Saya tadi membawakan lagu yang menceritakan tentang Gunung Ine Ringgit. Dibuat sejak tahun 1997, saya membayangkan di masa akan datang untuk anak dan cucu kita, sudah tidak melihat lagi karena kehancuran oleh tangan manusia. Hanya tinggal cerita saja,” ucap Delis kepada Republiknews.co.id, Rabu (12/10/2022).

Kini lagu itu, Delis menyebutnya telah menggambarkan secara nyata atas kerusakan dan terkikisnya pegunungan tersebut. Lewat lirik lagu Gunung Ine Ringgit, dia mengartikan dari bahasa Dayak Deah ke bahasa Indonesia.

“Gunung Ine Ringgit, gunung ine ringgit. Oh, hijau gunung ine ringgit. Saat ini tidak lagi, engkau hijau karena kerusakan, entah itu menjadi banyu (air) dan rata menjadi tanah. Begitu liriknya,” ungkap Delis bersemangat.

Baca Juga : Bangun Kampung Literasi di Banjarbaru, TBM Angkasa Literasi Digital Bina Anak-Anak

Di kampung halamannya, bagi Delis bahwa gunung ine ringgit itu merupakan penyangga angin. Dia telah lama jauh membayangkan Gunung Ine Ringgit, sehingga lagu itu sebuah jejak sejarah nantinya bahwa pernah ada. “Ine itu artinya Mama. Konon cerita, ada seorang perempuan tua yang pernah tinggal disitu,” ujarnya.

Dahulunya, Delis bercerita bahwa ada 20 warga Dayak Deah yang pernah menetap di Gunung Ine Ringgit, salah satu itu keluarganya sendiri. Namun, dia menyebut bahwa sudah tiada semua kecuali dirinya sendiri sebagai angkatan 5 dari generasi sebelumnya.

Sebab itulah hingga sekarang, Delis kerap melakukan aktivitas yang diturunkan oleh orangtuanya sejak dulu sebagai petani dan berkebun di atas gunung. Dia banyak menghabiskan waktu di sana, karena dalam seminggu cuma 2 hari pulang ke desanya.

Baca Juga : Dihina Pakaian Jelek, Pria di Banjarbaru Tikam Teman Hingga Tewas

“Kalau jalan kaki menghabiskan waktu 2 jam setengah. Sekitar 8 Kilometer dari desa,” kata pria kelahiran 1971 itu.

Kemudian, Delis juga memberikan pelatihan kepada puluhan anak di desanya. Di antara itu, ada 5 orang yang kini cukup serius mempelajari dan memainkan alat musik tradisional tersebut. Sehingga, dia dengan giat membuatkan alat Sensapi untuk kelima muridnya tersebut dan dibagikan secara gratis olehnya. “Baru tiga alat Sensapi, saya beri. Itu yang serius menekuni dan mempelajari,” beber dia.

Lantas, Delis menjadi bersemangat untuk mengajarkan orang-orang di kampungnya. Dahulunya alat Sensapi cuma diperuntukkan untuk ritual, maka kini sebagai pengembangan hiburan serta pengajaran untuk disekitarnya.

Baca Juga : Mari Berdonasi, Musisi Banjarbaru Galang Dana untuk Korban Gempa Cianjur

“Guru kelasnya belajar ke saya, kemudian dia ajarkan kepada anak-anak. Sekarang di desa, mulai senang dengan alat Sensapi,” ungkap Delis, tersenyum.

Atas dedikasinya selama ini terkait pengembangan dan pengajarannya, maka akhirnya lelaki asal Desa Pangelak, Kecamatan Upau, Kabupaten Tabalong itu didaulat sebagai maestro Sensapi. Hal itu berkat jerih payahnya dalam melestarikan, serta mengembangkan alat musik tradisional asal Dayak Deah.

Penulis : Rahim Arza
Redaksi Republiknews.co.id menerima naskah laporan citizen (citizen report). Silahkan kirim ke email: redaksi.republiknews1@gmail.com atau Whatsapp +62 813-455-28646