0%
logo header
Rabu, 10 Agustus 2022 22:09

Cerita Pelopor Saya Telah Baca Puisi di Mingguraya, Ria Setiani Kembali Tampil

Mulyadi Ma'ruf
Editor : Mulyadi Ma'ruf
Ria Setiani kembali baca puisi yang direkam oleh HE Benyamine. (Foto: Rahim Arza)
Ria Setiani kembali baca puisi yang direkam oleh HE Benyamine. (Foto: Rahim Arza)

REPUBLIKNEWS.CO.ID, BANJARBARU — Diksi demi diksi pada bait yang terangkai dalam buku antologi puisi ‘Hutan Segala Rindu’ karya HE Benyamine itu dibacakan langsung oleh Ria Setiani Hayatunnufus, perempuan asal Banjarmasin tersebut saat berkunjung ke kawasan Mingguraya, Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Dalam bingkai Aku Telah Baca Puisi di Mingguraya, dia berdiri tegak sambil memegang buku yang dibacakannya secara lugas ditengah keramaian kota idaman tersebut.

Tradisi membaca puisi itu berlangsung telah lama sejak 2012 lalu. Selaku pelopor Aku Telah Baca Puisi di Mingguraya, HE Benyamine mengaku memiliki aturannya tersendiri ketika tampil seseorang sebelum membaca puisi.

“Pertama saat baca puisi, karena ini di ruang publik. Bisa saja ada yang kenal dan manggil lalu direspon, sehingga bacanya terhenti, maka akan ditambah 10 puisi,” ucap HE Benyamine kepada Republiknews.co.id, pada Selasa (10/8/2022) sore.

Baca Juga : Pastikan Tepat Sasaran, Tamsil Linrung Inisiasi Posko Pengaduan Program Strategis Presiden di Sulsel

Kedua, kata Ben, ketika membaca puisi namun tiba-tiba ada anjing gila yang mendekat. “Biar semua orang lari, kamu tetap baca puisi,” ujarnya.

Ketiga, menurutnya bagaimana cara baca puisi, jangan sampai mengikuti orang lain, bahkan jangan tanya ke orang lain tetapi tanya dirimu sendiri.

“Upaya itu mentradisikan lisan, dan sebenarnya ini berhubungan dengan UNESCO pada 2015 yang berbunyi bahwa melisankan kembali puisi,” katanya.

Baca Juga : Angkat Ikon Geopark di Bandara Hasanuddin, Gubernur Sulsel: Gerbang Awal Promosi Pariwisata Sulsel

Jadi, kata Ben, baik anak sekolah dasar (SD) sampai ke tingkat perguruan tinggi di negara-negara Barat sana, mulai bergerak dalam melisankan kembali puisi. “Setelah melihat itu, aku tergerak untuk membuat ruang publik menjadi tempat orang-orang membaca puisi,” ucap dia.

Sebab itulah, kata Ben, tidak dibatasi baik penyair atau bukan, bahkan dari anak-anak maupun orang dewasa dan apapun profesinya. Maka, kata dia, mereka yang datang ke Mingguraya itu wajib baca puisi.

“Sebetulnya ruang publik itu terjadinya tegur sapa. Bagaimana akhirnya kita terjalin interaksi, sesuatu sederhana sebenarnya,” ungkap Ben, tersenyum.

Baca Juga : Resmi Disetujui, Pemkot dan DPRD Makassar Perkuat Regulasi Kearsipan, Pesantren dan Tata Kelola Keuangan

Misalnya, Ben menceritakan ada kedatangan tamu asal Jogjakarta bahwa teman-teman seniman asal sana yang merasa kotanya dikenal kuat dengan budaya, tetapi tidak ada terjadi demikian seperti orang-orang baca puisi di Mingguraya secara kontiyu. “Jogjakan, kota seni. Katanya, kok tidak ada kayak gini,” tirunya.

Hal-hal itu dianggap unik, menurut Ben, menjadi pengalaman tersendiri bagi siapapun yang telah membaca di Mingguraya. Karena, kata dia, ada yang menganggap berat ketika baca puisi itu.

“Padahal, tidak. Mungkin orang itu sering melihat yang baca puisi di panggung dengan gayanya seperti apa pula. Akhirnya memiliki ketakutan,” jelasnya.

Baca Juga : IPM Makassar 2025 Tertinggi di Sulsel, Tembus Peringkat 7 Nasional

Ben menegaskan, membaca puisi itu tidak ada aturan baku seperti apa? Dengan gaya serta pakemnya, kata dia, orang-orang tidak ada yang membatasi. “Pengecualian artikulasi, harus jelas dalam pengucapannya,” tutur Direktur Bangku Panjang Mingguraya itu.

Dalam kesempatan itu, Ria Setiani Hayatunnufus atau akrap disapa Ria itu berkunjung ke Mingguraya dalam rangka temu kangen dengan HE Benyamine. Kedua kalinya setelah 2018 lalu, Ria kembali ditodong oleh lelaki berjaket kulit hitam tersebut.

“Karena ulun (saya) bertugas kerja di Jakarta, sudah tidak lagi di Banua. Menurut beliau ruah karena sudah tinggal sana, dan ketika balik ke sini, dianggaplah pertama kali lagi. Maka wajib kembali baca puisi,” beber Ria, sambil tertawa.

Baca Juga : IPM Makassar 2025 Tertinggi di Sulsel, Tembus Peringkat 7 Nasional

Sebelumnya, Ria menyadari telah lama sekali tidak membaca puisi dan terakhir, semasa kuliah dulu. Dia pun menerima ajakan tersebut, akhirnya membacakan satu puisi berjudul: Terbakar Tumbuh Kembali.

“Baca puisi ditengah publik itu menarik dan unik. Baik itu kebiasaan maupun tradisi di sini, maka Mingguraya menjadi ciri khas itu. Terlebih sebagai ikonik kota Banjarbaru itu sendiri,” kata perempuan kelahiran 1994 itu.

Lewat tradisi baca puisi ini, Ria menginginkan jadi destinasi tersendiri ketika orang-orang luar pulau ingin berkunjung ke Banjarbaru, maka wajiblah ke Mingguraya. Semua orang, kata dia, bakal mengenalinya dan takjub dengan ruang publik yang dibangun oleh kalangan senimannya. “Ketika orang lain bertanya saat ke Banjarbaru, bagusnya ke mana? Maka jawabnya Mingguraya, nanti disuruh baca puisi di sana,” ucapnya.

Baca Juga : IPM Makassar 2025 Tertinggi di Sulsel, Tembus Peringkat 7 Nasional

Tentu, kata Ria, suasana seperti itu menjadi seru, serta membuat destinasinya yang menarik untuk dikunjungi. Bahkan, kata dia, bisa pamer bahwa sekelas Najwa Shibab, Sapardi Djoko Damono dan sebagainya, telah baca puisi di Mingguraya.

“Menjadi kebanggaan tersendiri dan bisa kita ceritakan ke orang lain,” ujarnya.

Ria menceritakan, waktu dulu memiliki pengalaman baca puisi saat bergabung di sanggar SMA 4 Banjarmasin. Pernah mengasah, kata dia, saat menyelamani dunia keorganisasian seni tersebut. “Namun vakum, setelah memasuki masa perkuliahan. Itupun pernah baca puisi lagi, setelah ditunjuk baca puisi saat pergelaran Poetry In Action di Mingguraya pada 2017 lalu,” kisahnya.

Baca Juga : IPM Makassar 2025 Tertinggi di Sulsel, Tembus Peringkat 7 Nasional

Kehadirannya ke Mingguraya, Ria mengaku karena adanya konter puisi oleh Sandi Firly. Konter puisi merupakan jasa membuat karya cipta puisi berbayar, yang tertulis di spanduk dengan seharga Rp. 10 Ribu. Dia bersama rekan sekampusnya, lalu tak menyangka ditodong untuk membaca puisi oleh HE Benyamine.

Kemudian, Ria pernah diminta mengisi penampilan baca puisi di acara reunian. Namun, dia menyadari sudah tidak terbiasa lagi dan akhirnya kerap canggung serta kebingungan, ketika disuruh kembali baca puisi.

“Pernah ditanya teman. Padahal memiliki pengalaman baca puisi, tapi masih ada rasa takutnya. Mungkin rasa excited ya,” tandasnya.(*)

Penulis : Rahim Arza
Redaksi Republiknews.co.id menerima naskah laporan citizen (citizen report). Silahkan kirim ke email: redaksi.republiknews1@gmail.com atau Whatsapp +62 813-455-28646