REPUBLIKNEWS.CO.ID, JAKARTA — Penghimpunan dana masyarakat atau Dana Pihak Ketiga (DPK) di perbankan secara nasional berhasil tumbuh sekitar 4,48 persen secara tahunan (year on year) hingga Desember 2024.
Bahkan, pertumbuhan DPK pada 2024 dinilai lebih tinggi dibandingkan periode 2023 yang tumbuh sebesar 3,73 persen yoy. Dari pertumbuhan ini pun berhasil membukukan DPK menjadi Rp8,837 triliun.
“Sepanjang 2024 kami melihat bahwa kinerja intermediasi perbankan secara nasional tumbuh positif dengan profil risiko yang terjaga. Salah satunya dalam sektor DPK-nya,” terang Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae, dalam keterangannya, kemarin.
Baca Juga : Tekankan Integritas dan Loyalitas, Wawali Makassar Buka Kegiatan Retret Lurah di Malino
Lanjutnya, sementara untuk kinerja sektor perbankan lainnya terlihat pada capaian giro yang juga tumbuh 3,34 persen, tabungan tumbuh 6,78 persen, dan deposito tumbuh 3,50 persen yoy. Adapun likuiditas industri perbankan pada Desember 2024 tetap memadai, dengan rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) tumbuh 112,87 persen dari 112,94 persen pada November 2024, sedangkan pada capaian Alat Likuid/Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) tumbuh 25,59 persen dari periode November 2024 yang hanya 25,57 persen.
“Kondisi ini pun masih di atas threshold masing-masing sebesar 50 persen untuk AL/NCD, dan 10 persen pada AL/DPK. Adapun Liquidity Coverage Ratio (LCR) berada di level 213,23 persen,” jelasnya.
Pada Desember 2024, pertumbuhan kredit tetap melanjutkan double digit growth sebesar 10,39 persen yoy menjadi Rp7.827 triliun. Berdasarkan jenis penggunaan, kredit investasi tumbuh tertinggi yaitu sebesar 13,62 persen, diikuti oleh kredit konsumsi 10,61 persen, sedangkan kredit modal kerja sebesar 8,35 persen.
Baca Juga : Wali Kota Makassar dan Rektor UMI Teken MoU Penguatan Akademik hingga Pemberdayaan UMKM
Ditinjau dari kepemilikan bank, bank BUMN menjadi pendorong utama pertumbuhan kredit yaitu sebesar 12,10 persen secara tahunan. Berdasarkan kategori debitur, kredit korporasi tumbuh sebesar 15,67 persen, sementara kredit UMKM tumbuh sebesar 3,37 persen.
Sementara itu, kualitas kredit tetap terjaga dengan rasio Non-Performing Loan (NPL) gross sebesar 2,08 persen, dan NPL net sebesar 0,74 persen. Adapun kondisi Loan at Risk (LaR) juga menunjukkan tren penurunan menjadi sebesar 9,28 persen.
“Rasio LaR tersebut di bawah level sebelum pandemi Covid-19 yaitu sebesar 9,93 persen pada Desember 2019,” jelas Dian.
Baca Juga : Pemerintah Bakal Setop Impor Solar Tahun Depan, FORMID Apresiasi Langkah Menteri ESDM
Secara umum, tingkat profitabilitas bank (ROA) sebesar 2,69 persen menunjukkan kinerja industri perbankan tetap resilien dan stabil. Ketahanan perbankan juga tetap kuat tecermin dari permodalan (CAR) yang berada di level tinggi yaitu sebesar 26,69 persen. Kondisi ini pun berhasil menjadi bantalan mitigasi risiko yang kuat di tengah kondisi ketidakpastian global.
Di sisi lain, porsi produk kredit buy now pay later (BNPL) perbankan tercatat sebesar 0,28 persen, namun terus mencatatkan pertumbuhan yang tinggi secara tahunan. Per Desember 2024, baki debet kredit BNPL sebagaimana dilaporkan dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK), tumbuh 43,76 persen yoy menjadi Rp22,12 triliun, dengan jumlah rekening mencapai 23,99 juta.
Dalam rangka pemberantasan judi online yang berdampak luas pada perekonomian dan sektor keuangan, OJK telah meminta bank untuk melakukan pemblokiran terhadap ± 8.618 rekening (sebelumnya ± 8.500 rekening) dari data yang disampaikan oleh Kementerian Komunikasi dan Digital, serta melakukan pengembangan atas laporan tersebut dengan meminta perbankan melakukan penutupan rekening yang memiliki kesesuaian dengan Nomor Identitas Kependudukan serta melakukan Enhance Due Diligence (EDD).
Baca Juga : Husniah Talenrang Beri Bantuan Pangan ke Warga Miskin Ekstrem di Parangloe
OJK juga telah mendiskusikan dan sharing informasi dengan industri perbankan mengenai upaya penguatan parameter-parameter yang dapat digunakan industri perbankan dalam upaya deteksi awal rekening terindikasi judi online, di samping terus menguatkan upaya pengawasan terhadap pemanfaatan rekening dorman sebagaimana yang telah dilakukan selama ini.
Dalam rangka penegakan ketentuan, sepanjang tahun 2024, OJK telah mencabut 17 izin usaha BPR dan 3 izin usaha BPRS. Di samping itu, terdapat pula 2 BPR yang dicabut izin usahanya atas permintaan pemegang saham (self liquidation).