0%
logo header
Kamis, 12 November 2020 20:41

Eksploitasi Janda, Aktivis Perempuan Sebut Ada Paslon Tak Paham Budaya Malu Bugis-Makassar

Aktivis perempuan, Ira H
Aktivis perempuan, Ira H

REPUBLIKNEWS.CO.ID,MAKASSAR — Aktivis perempuan mengecam langkah tim salah satu paslon di Pilwali Makassar, yang disinyalir mengeksploitasi status janda pada Pilwalkot Makassar 2020.

Hal itu semakin jelas menunjukkan bahwa Paslon dan pengendali tim, benar-benar tidak tahu dan tidak paham mengenai budaya siri’ atau malu Bugis-Makassar.

“Itu sudah keterlaluan. Jangan eksploitasi status janda untuk kepentingan politik, untuk pilkada. Ingatlah bahwa tidak ada wanita yang mau menjadi janda dan janda bukan gelar yang patut diumbar. Ya, patut diduga apa yang dilakukan Paslon tersebut menunjukkan ketidakpahaman terkait budaya malu Bugis-Makassar,” kata aktivis perempuan, Ira H, Kamis (12/11/2020).

Baca Juga : PLN UIP Sulawesi dan Polda Sulsel Komitmen Jaga Infrastruktur Ketenagalistrikan Berkelanjutan

Menurut Ira, bila memang Paslon peduli dengan janda, semestinya dalam kampanye menonjolkan program pemberdayaan buat mereka. Tidak perlu sampai mengumbar deklarasi komunitas janda. Sebab, yang terjadi malah terkesan mengolok-olok kaum perempuan.

“Janda itu kan bukan gelar sosial yang patut untuk dibanggakan, bahkan tak ada wanita yang mau menjadi janda. Sebenarnya, mereka punya status sosial lain, seperti ibu rumah tangga, pengusaha atau pelaku UMKM. Kalau menghargai perempuan, kenapa tidak gunakan status itu, jangan pakai janda yang terkesan mengolok-olok perempuan,” terangnya.

Ira menambahkan, paslon maupun timnya harusnya berpikir mendalam dalam membangun pencitraan. Pemberitaan mengenai komunitas janda mendukung salah satu Paslon cenderung mengarah ke eksploitasi janda untuk kepentingan politik. Hal itu dinilai bukannya berdampak positif, tapi malah bisa menggerus suara mereka dan melukai hati kaum perempuan.

Baca Juga : Terima Penghargaan KIP, Pemkab Gowa Ciptakan Keterbukaan Pelayanan Informasi Publik

“Paslon dan timnya harus paham bahwa menggunakan sebutan janda dalam pemberitaan membuka ruang orang untuk mengolok-olok perempuan. Lagi pula, tidak ada perempuan yang menginginkan menjadi janda, apalagi janda bukanlah gelar sosial semacam akademik atau kebangsawanan yang perlu diumbar dan diutarakan ke publik,” tegasnya.(*)

Redaksi Republiknews.co.id menerima naskah laporan citizen (citizen report). Silahkan kirim ke email: redaksi.republiknews1@gmail.com atau Whatsapp +62 813-455-28646